Sabtu pagi, Ify sudah berada di apartemen Rio. Menyiapkan sarapan bubur ayam untuk kekasihnya itu. Meski tidak pandai memasak, Ify cukup bisa lah kalau hanya memasak bubur saja. Untungnya, di dapur Rio tersedia beberapa bahan makanan yang cukup untuk ia masak.
"Mencintai dalam sepi, dan rasa sabar mana lagi-" Sambil menyanyi Ify mengaduk buburnya yang hampir mendidih dan mengental.
"Yang harus ku pendam dalam mengagumi dirimu-"
Ify tadi di antar oleh Gabriel atas perintah bunda. Rio semalam menelpon Ify dan mengatakan tidak bisa datang ke rumah karena sedang tidak enak badan. Bukan, Rio bukan mengatakan itu karena semacam terbiasa datang ke rumahnya saat hari jum'at. Melainkan Rio sendiri yang saat terakhir pertemuan mereka berjanji akan mengajak Ify makan malam. Kapan terakhir mereka bertemu? Sekitar kurang lebih dua minggu yang lalu saat insiden Rio menyuruh Ify menghapus fotonya. Setelah itu, Rio sibuk bukan main. Sering keluar kota, katanya sedang memeriksa lokasi yang akan menjadi proyek pertamanya. Rio akan bekerja secara langsung memimpin team, dan juga sesekali terjun ke lapangan. Beda dengan pekerjaan Rio yang sebelumnya hanya memeriksa data, bertemu klien, bertemu investor, mempelajari bagaimana perusahannya berjalan hingga detik ini atau merevisi beberapa hal yang harus di perbaiki.
Pokoknya seperti itulah. Lebih detailnya Ify kurang paham. Yang jelas, karena itu Ify khawatir dengan kondisi Rio yang tiba-tiba sakit. Tidak heran sebenarnya, karena baru kemarin malam Rio pulang dari Bali lalu besoknya langsung kembali bekerja. Makanya, sekarang tubuhnya menjadi drop.
"Masih pusing?" Ify bertanya seraya mengambil handuk kecil basah di atas kening Rio. Saat sampai tadi, Ify menyempatkan diri melihat keadaan Rio di kamar. Tubuhnya lumayan demam, dan Ify langsung mengambil perlengkapan untuk mengompres Rio. Setelahnya Ify baru menyibukkan diri di dapur.
"Makan dulu, ya?" Nada bicara Ify tidak seperti biasanya. Terdengar lebih lembut dan penuh perhatian. Biar segila apapun dirinya, Ify tetap bisa merasa khawatir. Terlebih melihat keadaan Rio yang benar-benar tampak tidak sehat. Selama mereka pacaran, baru kali ini Ify melihat Rio yang biasanya kuat jadi tumbang.
"Aku udah masak bubur, mau nggak? Tapi nggak jamin rasanya seenak masakan bunda."
Rio masih menutup mata yang terasa seperti enggan terbuka. Meski begitu, Ify tahu jika Rio sudah bangun. Mungkin saja Rio memang masih pusing, dan berusaha menyiapkan diri untuk bisa segera menanggapi omongannya.
"Masih pusing banget emang? Bangun bentar yuk? Makan dulu buburnya, abis itu minum obat. Aku yakin dari kemarin kamu pasti belum minum obat. Aku udah beli obat juga tadi di apotik. Nggak tahu obat apa, tapi sesuai sama keluhan kamu, kok."
"Hem." Gumam Rio sambil perlahan membuka matanya. Tertangkap di kedua mata Rio wajah Ify yang tak terlihat seperti biasanya.
"I'm oke," katanya pelan. Sadar Ify pasti khawatir padanya.
Ify berdecih, "I'm oke apaan? Lemes gini i'm oke i'm oke. Ayo bangun dulu makanya, makan abis itu minum obat. Siapa tahu mendingan. Kalau masih sakit juga, aku terpaksa panggil bang Alvin, ya?"
Rio tersenyum tipis mendengar omelan Ify dengan wajah galaknya. Baiklah, entah kenapa Rio justru merasa senang dengan Ify yang seperti ini. Hati Rio seolah berkata, ini baru gadisku.
"Bisa, nggak?" Ify sigap membantu Rio yang ingin bangkit untuk duduk. Setelah melihat Rio nyaman dengan posisi punggungnya bersandar pada dipan, Ify bergerak mundur. Duduk lagi di tepi tempat tidur. Duduknya menyamping ke depan, menghadap Rio yang sudah sadar sepenuhnya.
"Kenapa?" Tanya Ify heran mendapati Rio yang menatapnya seakan tak berkedip. Pertanyaan itu tak kunjung mendapat jawaban karena Rio hanya tersenyum kecil dengan wajah lemasnya. Kecil sekali sampai Ify tak bisa melihatnya dengan jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...