Keesokan harinya setelah Rio menemuinya malam itu, Arya menyerahkan dirinya pada polisi yang berjaga di depan kamarnya. Dia mengakui semua perbuatannya. Dari menculik Ify, meneror, mengancam dan melakukan serangan pada Rio. Arya juga mengatakan jika yang membunuh Marco dan Nico itu adalah Wahyu. Tapi, pernyataan Arya di bantah oleh Wahyu. Dia justru menantang polisi untuk menunjukkan bukti nyata bahwa dia yang membunuh dua orang itu. Dan karena memang kurang adanya bukti, pihak kepolisian membebaskannya.
Ajeng melakukan hal yang sama. Malam itu di rumah Ify, Ify menyuruhnya untuk membersihkan diri di kamar mandi bawah. Jujur, hati Ify masih terluka. Tapi sebagai sesama perempuan, Ify tidak tega melihat keadaan Ajeng. Dan jika dia merasa senang melihat penderitaan Ajeng tepat di depan matanya tanpa melakukan apa-apa, lantas apa bedanya dia dengan perempuan itu?
Setelah membersihkan diri dan memakai baju yang diberikan oleh Ify, Ajeng meminta Obiet untuk di antar ke kantor polisi. Dia ingin menyerahkan diri dan berusaha menebus semua dosanya. Ajeng tidak mengerti kenapa, tapi kebaikan Ify meringankan langkahnya untuk sampai tahap ini. Tapi sayang, ternyata untuk bisa lepas dari Marvin tidak semudah itu.
"Bagaimana?" Tanya Marvin pada Patton. Asisten pribadinya yang menggantikan Obiet.
"Sesuai rencana, Pak. Mereka semua setuju untuk bertemu dengan kita. Dan dari yang saya lihat, mereka sepertinya akan berada di pihak kita."
Marvin tersenyum puas. "Oke. Kamu sudah pastikan bahwa saham yang dia miliki tidak akan cukup untuk menang, bukan?"
Patton mengangguk yakin. "Secara teknis. Perusahaan itu masih milik Pak Wahyu. Tapi, saham perusahaan dari bulan lalu mengalami penurunan terus menerus. Dan seperti perintah anda saat itu. Saya, melakukan semua dengan rapi."
Marvin semakin puas mendengar jawaban Patton. Tujuan awal dia memang hanya ingin berbinis. Mengambil keuntungan dengan menjadi investor gelap di perusahaan Wahyu. Perusahaan yang sebenarnya sudah cukup bermasalah. Dan tidak akan bisa bertahan lama. Marvin menunggu moment itu. Di mana dia bisa menawar dengan harga jauh di bawah harga pasar ketika Wahyu mulai tak bisa mengembangkan perusahaan sepatunya.
Dan kebetulan sekali, ternyata selama ini Wahyu mencari gara-gara dengan putranya. Maka Marvin tidak akan tinggal diam. Karena ada perasaan bersalah juga karena malam itu dia mengundang wahyu ke pesta papanya. Marvin pastikan Wahyu akan menerima akibatnya. Akan Marvin pastikan Wahyu menjadi gembel yang bahkan untuk minum setetes pun tidak akan mampu.
Tapi Marvin tidak boleh gegabah. Mungkin juga karena masalah ini, Wahyu menjadi gelap mata dan ingin menguasai perusahaan Satria karena tahu perusahaan yang dia dirikan akan segera bangkrut. Jadi, Marvin harus bermain rapih dan tidak memprovokasi pria tua itu. Yang berakibat pada keselamatan putra dan menantunya.
"Oke. Siapkan semua untuk pertemuan besok siang."
Patton mengangguk patuh. "Baik, pak." Setelahnya, Patton berjalan keluar ruangan. Di depan pintu dia tak sengaja bertemu dengan Rio.
"Pa."
Marvin mendongak. Lalu mendengus karena sudah tahu tujuan Rio menemuinya.
"Iya. Anakku." Sambutnya tersenyum manis.
Rio menatap Marvin datar. "Please!"
Marvin terkekeh. "Duduk dulu."
Rio menurut kemudian duduk di kursi depan meja kerja Marvin. Oh ya, mereka sedang tidak berada di kantor. Melainkan di rumah karena kebetulan ini hari minggu. Dan tujuan Rio menemui Marvin adalah meminta papanya agar tidak melanjutkan aksi gilanya.
"Rio tahu. Papa peduli sama Rio dan Ify. Tapi pa, Rio juga nggak mau kalau papa harus bertingkah seperti mereka juga."
Marvin menghela pelan. "Papa bener-bener nggak ngerti sama jalan pikiran kamu, Rio. Mereka berdua udah buat kalian menderita. Bahkan karena mereka Ify nggak mau ketemu sama kamu. Dan kamu lihat keadaan Ify, dia sampai trauma seperti itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...