32. MARIO 2

771 85 78
                                    

"Pak Satria keadaannya semakin kritis. Dan kemungkinan hidupnya nggak akan lama lagi. Om cuma mau bantu beliau buat ketemu sama anaknya sebelum benar-benar pergi. Dan beliau pernah bilang ingin sekali bertemu dengan istri Mario."

Ify sedang berpikir keras bagaimana cara membujuk Rio agar mau menuruti permintaannya kali ini. Permintaan yang sepertinya jauh lebih berat di banding membangun rumah susun untuk seorang Mario. Selain itu, Ify juga mengerti bagaimana Rio yang sepertinya masih sangat sulit memaafkan papa kandungnya.

"Tadi siang ada yang nemuin kamu, bener?"

Ify tak langsung menyahut. Dia tetap diam di tempatnya sambil sibuk menepuk wajahnya pelan karena baru saja memakai serum. Terlalu hanyut dalam lamunan membuat Ify sampai tidak mendengar Rio sudah kembali ke kamar. Suaminya tadi ijin keluar untuk berbincang dengan kakaknya, Marshell.

"Mas tahu kamu denger, dek." Rio mulai bergerak mendekat. Menyandarkan pantatnya di pinggir kanan meja riasnya. Sehingga mau tak mau Ify langsung menatap Rio sambil tersenyum yang terlihat sekali di paksakan.

"Siapa tadi yang dateng? Kata pak Beni kamu bilang kenal. Siapa dia laki-laki, kan?" Rio memang biasa saja bertanyanya. Tapi Ify yang merasa tak bisa biasa saja. Karena dia belum ada ide untuk membuat Rio mau menemui Pak Satria. Gimana ini? Ah apalagi yang menemuinya tadi papa Deva. Mendengar nama Deva saja Rio sudah pasti marah.

"Jangan coba-coba mikir buat bohongin mas kamu, ya?" Peringat Rio menatap Ify penuh selidik.

Sedang Ify langsung bersungut kemudian melanjutkan memakai cream malam. "Iya nanti aku cerita. Mas sana, ke tempat tidur dulu. Atau mau aku pakein skincare juga." Kata Ify sambil meratakan cream di wajahnya.

Rio menatap Ify datar lalu mulai berjalan menjauh. Sedang Ify tersenyum geli karena berhasil mengusir suaminya. Ya, Rio memang paling tidak suka memakai hal-hal semacam itu di wajahnya.

Selesai merawat wajahnya agar semakin glowing, Ify berdiri lalu berjalan menyusul Rio. Duduk di samping suaminya yang sedari tadi mengikuti setiap gerakannya.

"Mas lama-lama jadi kayak cctv berjalan aku tahu, nggak?" Ify terkekeh seraya menangkup wajah Rio. Kemudian ia lepaskan dan berganti memasukkan kedua kakinya dalam selimut.

"Emang. Biar kamu nggak bisa macem-macem atau kabur dari mas."

Ify mencebik. "Mau macem-macem gimana sih aku tuh. Mau kabur juga kemana, kalau satu-satunya rumah buat aku pulang cuma mas." Dia tersenyum hambar.

"Garing, ya?" tanyanya menoleh. Lalu mencebik karena Rio masih menatapnya datar. "Mas nggak asik," dumelnya kemudian.

Dari kalimat dan ekspresi wajahnya Ify terlihat kesal tapi tidak dengan reaksi tubuhnya yang kini mendekat meminta di peluk. Dia angkat tangan kanan Rio, lalu dia masuk dan menyandarkan kepala di dada suaminya. Sedang tangan kanan Rio langsung bergerak turun memeluk perut Ify dan memberi usapan lembut di sana.

"Mas masih nunggu ini dek."

"Nunggu apa?" tanya Ify pura-pura lupa.

Rio diam. Mencoba sabar. "Nggak mau cerita jadinya?"

"Cerita apa?"

Rio mengangguk lalu melepas pelukannya. Bergerak menjauh kemudian beranjak turun dari tempat tidur.

"Mas mau kemana?" Tanya Ify bingung melihat Rio mengambil satu bantal.

"Tidur." Jawab Rio singkat kemudian berjalan menuju sofa.

Ify manyun di tempatnya melihat tingkah Rio. "Ya udah kalau mau tidur di situ. Aku jadi lega tidurnya lu-"

PROK

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang