44. Without Mario

1.6K 151 86
                                    

Sekitar jam enam pagi, Rio sudah berangkat ke bandara di antar oleh pak sopir. Ify tidak ikut karena Rio melarangnya. Tidak mungkin Rio membiarkan Ify pulang seorang diri bersama sang sopir. Selain itu, Rio tidak mau membuat drama pagi jika saja Ify tiba-tiba menangis. Bukan Rio malu, hanya saja, kemungkinan Rio pasti akan membatalkan untuk pergi.

Sedangkan Ify sendiri yang menyuruhnya pergi dari mereka bangun tadi. Rio sebenarnya berniat untuk membatalkan saja kepergiannya. Dia masih tidak tenang meninggalkan Ify seorang diri. Tapi istrinya itu berbicara tegas agar dia tetap pergi melakukan perjalanan bisnisnya. Ada ratusan rumah tangga yang mungkin saat ini bergantung pada kehadiran Rio.

"Rio keterlaluan, ya? Masa baru nikah istrinya malah di tinggal gini." Sindir Rina setengah menegur Ify yang terlihat melamun.

Menyadari keberadaan Rina yang duduk di sampingnya Ify nyengir. "Nggak ke salon, ma?"

Rina melihat jam di tangannya menunjukkan pukul delapan pagi. "Nantilah jam sepuluhan. Mama mau nemenin menantu mama yang galau di tinggal mas suami." Baik Rina ataupun Ella selalu saja menggoda Ify seperti itu. Mas suami. Mungkin mereka mendengar bagaimana Ify memanggil Rio, suaminya.

"Ify nggak galau, ma." Sungut Ify menunduk. Merasakan ayunan yang mereka duduki bergerak perlahan. Ternyata Rina yang melakukan itu dengan menggerakkan kakinya di bawah. Ify pun menikmati saja sambil menatap kolam renang di depan mereka. Mengikuti arah pandang Rina saat ini.

"Oma jahat sama kamu, ya?" Tanya Rina tiba-tiba yang kontan membuat Ify menoleh kaget. Detik berikutnya kepala Ify menggeleng cepat.

"Eng-nggak kok mah. Si-siapa bilang?"

Rina tersenyum lembut seraya membelai rambut panjang Ify yang tegerai. "Nggak usah ada yang bilang juga mama tahu. Kamu yang sabar, ya? Oma emang gitu kalau nggak suka sama orang. Tapi sekalinya suka, Oma pasti jadi sayang banget."

"Dulu mama gimana?" Ify reflek bertanya.

Rina diam sebentar sambil menarik tangannya dari kepala Ify. "Dulu pas awal pacaran, Oma kelihatan judes banget kalau lihat mama. Apalagi saat tahu kalau mama itu nggak bisa masak. Di bilang anak kaya yang manja lah, nggak bisa di andelin nanti kalau jadi istri gitu-gitulah pokoknya."

Ify mulai tertarik dengan pembicaraan ini. Pasalnya, Rina saja yang dulu anak orang kaya juga di hina. Terlebih dirinya? Tapi Ify tidak mengambil dari sisi itu. Yang bisa Ify petik dari cerita Rina adalah, dia ada kesempatan untuk merebut hati Oma tanpa peduli pada statusnya.

"Terus gimana ceritanya Oma bisa sayang banget sama mama?"

Rina tersenyum tipis. Merasa tidak enak karena tidak bisa menjawab pertanyaan Ify yang tampak semangat ini. "Mama juga nggak tahu sayang. Karena setelah hari pernikahan itu, sikap Oma sedikit melunak. Mama cuma mikir, mungkin Oma senang melihat putranya bahagia bersama mama. Oh ya satu lagi-"

Rina menatap Ify dengan wajah penuh arti.

"Apa ma?" Tanya Ify penasaran.

"Setelah kelahiran Marshell. Oma jadi semakin bersikap baik sama mama. Itu artinya mungkin kamu bisa memberi Oma cicit."

Mendengar hal itu, wajah Ify sontak memerah. Bagaimana mau punya anak kalau Rio saja belum menyentuhnya. Ciuman juga cuma sekali saja ketika malam pertama mereka itu. Ify bukannya tidak mau. Jelas dia mau. Tapi masa iya dia yang minta duluan? Oke, mungkin Ify harusnya tidak bersikap gengsi seperti ini terlebih mereka sudah menikah. Ify hanya ingin Rio punya inisiatif sendiri tanpa ia minta. Lagipula, Ify takut di tolak yang pasti rasanya jauh lebih memalukan bin sakit ketika mereka masih pacaran. Entahlah, setelah menikah, Ify merasa jalan pikirannya mulai sedikit berubah. Maksudnya? Ify tidak bisa sebar-bar dulu. Nurani selalu berbicara untuk tidak kurang ajar pada suaminya. Maka dari itu, jika Ify sedang kesal, Ify memilih untuk diam.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang