"Dek."
Ify menoleh dan melihat sang kakak berjalan ke arahnya. Sejak Rio pergi, Ify di beri pilihan Rio untuk menginap di rumah orang tuanya atau di rumahnya bersama Gabriel. Awalnya Ify mengatakan ingin di apartemen saja. Dan meyakinkan dia berani jika harus di tinggal sendiri. Tapi Rio tentu saja tidak akan mengijinkan hal itu. Rio tidak akan tenang bekerja memikirkan Ify yang tinggal sendiri.
"Ya udah mas nggak usah pergi kalau gitu."
"Mas bawa paksa kamu ikut kalau gitu."
"Nggak mau!"
"Makanya nurut!"
"Ya udah sama kak Gab aja! Kalau dalam waktu satu minggu mas nggak pulang, jangan harap aku mau balik ke apart!" Setelah puas menyerukan ancamannya, Ify tidur memunggungi Rio.
Itu adalah perdebatan mereka tepat setelah mereka menghabiskan malam terakhir sebelum Rio berangkat. Ya, setelah berhasil membuat Ify tidak marah lagi, Rio langsung menggendong Ify ke kamar dan menyerangnya di sana. Yang berujung juga pada perdebatan di atas. Tapi, paginya mereka akur lagi karena Ify yang tak mau lepas dari suaminya. Masih kangen katanya.
Berakhir dengan Rio mengantar Ify ke kampus. Lalu setelah itu Rio berangkat ke bandara dan terbang dengan jet pribadi milik Marvin. Biasanya Rio lebih memilih naik pesawat saja. Tapi karena ingin segera menyelesaikan pekerjaanya lalu cepat kembali, Rio harus memanfaatkan fasilitas dari keluarganya.
"Rio gimana? Nggak nyakitin lo, kan?" Gabriel langsung bertanya ketika sudah duduk di samping sang adik.
Ify terkekeh mendengar itu. "To the point banget sih, kak."
"Apanya yang mau di basa-basi-in?" Gabriel mengernyit heran.
"Nanya keadaan gue gitu."
Gabriel menoleh ke samping menatap adiknya dari atas hingga bawah. "Secara fisik lo baik-baik aja. Nggak tahu hati lo gimana." Tanggap Gabriel serius seraya mendorong kakinya di atas tanah agar ayunan yang mereka duduki sekarang bergoyang pelan.
Ify terkekeh. Dia hanya bercanda tadi. Tapi kakaknya ini jadi orang serius amat. "Hati gue baik banget. Jadi lo nggak perlu khawatir."
Gabriel tersenyum tipis. Dalam hati dia bersyukur akan hal itu. "Itu artinya Rio nggak nyakitin lo, kan?"
Ify mengangguk senyum. Tak ada keraguan di kedua matanya untuk menjawab pertanyaan Gabriel ini. "Dia nggak pernah nyakitin gue. Dia selalu berusaha ngasih gue hal terbaik dan selalu berusaha menjadi yang terbaik buat gue."
Ify menghela pelan. Setiap kali membahas tentang suaminya itu. Rasa rindu yang berusaha ia kubur selalu muncul kepermukaan. Terlebih Rio belum membalas pesannya yang mengingatkan suaminya itu untuk makan malam. Ify jadi mulai gelisah dan khawatir.
"Semua keluarga Rio juga baik sama lo?"
Ify mengangguk lagi dengan senyumnya mengembang manis. "Baik banget. Bahkan ini tadi gue abis jalan-jalan sama adik Rio dan sepupunya."
"Tapi kenapa dari kemarin gue perhatiin lo jadi lebih pendiem?"
Ify bingung. Sudah dua orang yang mengatakan hal itu padanya. Tapi Ify merasa bahwa dirinya masih begitu-begitu saja. Bersama Rio juga Ify masih sangat suka bicara. "Masa sih kak?"
Gabriel mengangguk. "Lo nggak sadar ya? Sejak hari pertama tinggal di sini, baru kali ini kita ngobrol."
"Ya kan kak Gab juga kemarin-kemarin pulang malem. Gue di kamar lagi belajar terus ketiduran. Kalau pagi kak Gab juga buru-buru berangkat kerjanya. Ya udah gue nggak mau ganggu aja. Yang penting lo udah makan masakan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...