Setelah menemui Meisya yang tengah menjemput Marsya di sekolah tadi, Arya kembali melajukan mobilnya menuju kantor Rio. Di sana, Arya mendapat pemandangan yang tak terduga. Senyum miring tercipta di bibirnya kemudian kembali melajukan mobilnya dengan pela. Mendekat pada sosok perempuan yang baru saja dia lihat telah di usir secara paksa oleh Obiet, orang kopercayaan Rio.
TIN TIN!
Arya membunyikan klaksonnya tepat ketika mobilnya sampai di depan perempuan yang tadi di lihatnya. Arya menurunkan jendela kaca penumpang hingga menampilkan wajahnya.
"Mbak Ajeng?" Seru kemudian dengan nada bertanya. Jujur, Arya kaget saat lebih memperhatikan, ternyata perempuan ini adalah kakaknya dulu ketika di panti. Di banding anak-anak lain seusianya dulu, daya ingat Arya memang sangatlah bagus.
Sedangkan Ajeng merasa asing melihat wajah pemuda yang tiba-tiba menyapanya. Dahinya berkerut, lalu menatap pemuda itu malas. "Siapa lo?" tanyanya aneh.
Arya tidak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum penuh arti lalu keluar dari mobilnya dan menghampiri Ajeng. "Gue Bimo, mbak. Inget?" Kata Arya ketika sudah berdiri di depan Ajeng. Semakin merasa tertarik dengan apa yang akan terjadi. Tertarik dengan rencana yang kini berputar di dalam otaknya. Dia sama sekali tak menyangka jika perempuan yang Obiet usir ternyata adalah Ajeng.
"Bimo?" Ajeng berusaha mengingat. Lipatan di keningnya semakin banyak terlihat.
"Bimo Pradiptya." Arya mengingatkan.
Mendengar nama itu, kedua Ajeng membulat sempurna. Lalu menatap Arya seakan tak percaya. "Bimo? Sumpah ini lo? Bimo yang dulu nggak mau makan kalau nggak sama kak Yo? Nggak mau tidur kalau nggak di temenin kak Yo? Selalu gangguin kak Yo belajar?"
Arya tersenyum tipis di ingatkan pada kenangan yang memang tak akan bisa ia lupa. Tapi kemudian Arya mengangguk. "Iya."
"Demi apa?" Seru Ajeng memeluk Arya. Perasaannya masih di liputi ketidakpercayaan. Tapi di sisi lain Ajeng juga merasa bahagia.
"Lo berubah banget sekarang. Makin tinggi makin cakep juga." Ajeng melepas pelukannya lalu menatap Arya dengan seksama.
"Eh ya lo kenapa bisa di sini?" Lalu Ajeng menatap ke arah gedung perusahaan Rio. "Lo udah ketemu sama Kak Yo? Lo mau nemuin dia sekarang?" tanya Ajeng kemudian. Wajahnya terlihat antusias sekali.
Arya tidak langsung menjawab. Dia diam sambil menatap Ajeng dengan seksama. "Mbak Ajeng sendiri kenapa bisa ada di sini?" tanyanya pura-pura. Tidak mungkin Arya tidak tahu jika Ajeng sudah bertemu dengan Rio. Karena tanpa sadar pertemuan mereka kala itu cukup menguntungkan bagi Arya yang memang sudah meminta Nico untuk mengikuti kemanapun Rio pergi.
"Oh itu-" wajah Ajeng seketika berubah menjadi malas. Lalu menatap gedung perusahaan Rio penuh kebencian. Dia seolah melihat Ify menatapnya penuh tantangan.
"Mau cerita? Siapa tahu gue bisa bantu." Tawar Arya. Membuat Ajeng langsung menoleh dan tersenyum miring. Sepertinya bukan hal merugikan jika Ajeng mengatakan iya.
"Oke!" Ajeng mengangguk lalu Arya membuka pintu mobilnya dan mempersilahkan Ajeng masuk. Setelahnya Arya tersenyum sinis lalu berjalan mengitari mobilnya.
Setelah masuk dan melajukan mobilnya, Arya mendengar semua cerita Ajeng yang cukup terdengar tidak asing baginya. Hanya bagian di mana Rio menolongnya pada malam hari. Lalu pertengkarannya dengan Ify dan semua penolakan Rio itu membuat Arya sedikit terkejut. Tapi entah kenapa hal itu semakin terdengar menarik di telinga Arya. Karena rencananya akan berjalan dengan sangat mudah.
"Lo mau dapetin Mario?" tanya Arya tepat ketika Ajeng selesai bercerita.
"Tentu aja. Tapi kayaknya nggak akan mudah. Karena Kak Yo bener-bener udah cinta mati sama istrinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...