25. The Truth

4K 200 134
                                    

Setelah menghubungi Shilla, Ify segera mengirim lokasinya pada sahabatnya itu. Ify sesekali menoleh ke belakang, takut jika saja Rio muncul darisana. Tapi ketakutan Ify tidak terjawab hingga menit ke sepuluh. Dan untuk kesekian kalinya, hati Ify kembali berhianat. Ada perasaan lega namun juga kecewa mengetahui fakta Rio tidak mengejarnya. Ada perasaan sakit juga membayangkan apa yang Rio lakukan saat ini. Dari apa yang terjadi, Ify bisa menyimpulkan bahwa Rio sudah menentukan pilihannya. Yang berarti dia harus benar-benar pergi dari kehidupan pemuda itu. Sungguh, mengenai hal apapun tentang Rio, Ify tidak ingin mengetahuinya lagi.

TIN TIN

"Woy!" Seruan dan bunyi klakson mobil itu membuat Ify tersadar dari lamunannya. Dia lantas segera berlari kecil menuju mobil Shilla yang berdiri di depan loby apartemen. Ify sudah menghapus semua air matanya. Tangis juga sudah ia hentikan sejak tadi. Dan ia tidak perlu lagi menangis di depan sahabatnya. Ify tidak ingin membahas hal menyakitkan itu lagi saat ini.

"Lo oke, kan?"

Ify tak menoleh dan tetap menatap ke depan, karena Shilla pasti melihat kedua matanya yang sembab. Ify menghela seraya menyandarkan punggungnya ke belakang.

"Gue oke. Jangan banyak tanya Shill. Lo cukup jalanin mobil lo sekarang dan bawa gue pergi dari sini." Omel Ify tanpa mengalihkan pandangannya. Kemudian memejamkan matanya.

"Siap ndoro. Muka galau aja masih bisa ngomel lo." Shilla mulai melajukan mobilnya keluar dari area apartemen.

"Mau kemana nih? Pulang?" Tanya Shilla serius.

"Jangan pulang dulu." Sahut Ify pelan, masih memejamkan mata. Ify berusaha menenangkan dirinya saat ini. Berusaha mengenyahkam rasa sakit yang semakin terasa sakit membayangkan Rio berkumpul dengan keluarga kecilnya. Membuat Ify merasa tersisih dan tak mempunyai arti apapun dalam hidup seorang Mario. Dia saja bisa membuat Meisya hamil, kenapa hanya mencium bibirnya saja tidak mau? Oke Ify tidak seharusnya berpikir seperti itu. Tapi memang kenyatannya seperti itu, kan?

"Ke puncak mau, nggak? Kita nginep di vila nyokap gue. Nanti gue hubungi yang lain biar nyusul." Shilla memberi ide. Tidak tega juga melihat keadaan Ify. Apalagi ketika sekarang dia melirik ke arah Ify. Sahabatnya itu ternyata sedang menahan tangis. Terlihat sekali wajah putihnya yang tiba-tiba memerah.

"Boleh." Sahut Ify pelan. Namun tak lama, kedua matanya terbuka. "Jangan ajak Ray!" Katanya menoleh. "Jangan kasih tahu dia juga kita kemana, oke?"

Shilla tertawa kecil. "Siap, ndoro. Udah lo tidur aja dulu. Lumayan ini perjalanan."

"Nggak sekalian aja jemput Deva sama Sivia. Biar Deva aja yang nyetir." Ify memberi ide karena tidak tega juga membiarkan Shilla menyetir sendiri.

Shilla menepuk keningnya. "Oh iya, pinter lo Fy."

Ify mendengus. "Lo aja yang bego."

"Kampret!" Sembur Shilla kesal.

"Thank you lho." Kekeh Ify kemudian. Namun tak lama ekspresi wajahnya kembali sendu.

"Shil."

"Ngapa?"

"Keknya gue nggak jadi nikah deh sama Rio."

"Hah?" Kaget Shilla. Untung saja kakinya tidak reflek menginjak rem. Shilla sebenarnya sudah menduga jika Ify pasti ada masalah dengan Rio. Tapi Shilla tidak menduga jika masalahnya separah itu. Sampai ada acara batal nikah segala.

"Gimana-gimana?" Shilla bingung dan mendadak ingin tahu lebih jauh tentang masalah Ify.

Ify menghela panjang. Bingung apakah dia harus bercerita pada Shilla atau tidak. Karena masalah Rio yang pernah menikah dan punya anak itu adalah hal pribadi bagi pemuda itu. Bukan lingkaran Ify untuk mengumbarnya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang