Dia baru saja pulang kerja. Wajahnya pun tampak lelah. Kemeja kantornya sudah tak serapi tadi pagi. Dasinya sudah terlepas hingga membuat penampilannya cukup berantkan. Dia mengusap wajahnya lelah ketika mendengar sebuah suara yang menandakan bahwa panggilannya lagi-lagi di abaikan. Satu helaan lolos darinya yang berusaha untuk menyabarkan diri.
Gabriel memijat pelipisnya yang mulai pusing. Dia bingung bagaimana dan harus melakukan apalagi untuk membuat Shilla agar tidak marah padanya. Gabriel tahu, dia yang salah di sini. Dan sangat mengerti kemarahan Shilla padanya. Karena itulah, Gabriel merasa tak enak hati karena sudah membuat gadis itu kesal padanya. Gabriel merasa bersalah karena sudah membuat Shilla menunggunya seorang diri. Tepatnya seminggu yang lalu ketika mereka berdua berencana untuk nonton di bioskop.
"Ini beneran nggak apa-apa lo yang bayar semua, kak?" Tanya Shilla tak enak hati karena dari tiket hingga popcorn berukuran besar. Dua minuman dan satu hot dog, semua Gabriel yang menanggung. Pasalnya, setiap kali Shilla jalan sama cowok, pasti dia akan membayar salah satunya. Meski perempuan, tapi Shilla selalu merasa segan jika hanya tinggal terima saja.
"Justru apa-apa kalau bukan gue yang bayar, Shilla." Gabriel menjawab sambil tersenyum pada si mbak kasir yang tengah menyerahkan kembali kartunya.
Hal yang tak luput dari Shilla. Yang entah mengapa membuatnya jadi kesal. Tidak rela jika Gabriel asal membagi senyum manisnya pada perempuan lain. Apalagi, si mbak kasir terlihat malu-malu dan mukanya bahkan memerah. Ih, Rasanya Shilla ingin mengajukan protes pada Gabriel. Tapi, mengingat belum ada status yang jelas antara dia dan Gabriel, membuat Shilla harus memendam rasa cemburunya sendiri.
"Ayo." Gabriel menatap Shilla dengan kedua tangannya sudah memegang dua cup minuman bersoda.
Shilla mengangguk sambil tersenyum masam. Lalu berjalan di samping Gabriel. Menuju kursi panjang di depan theater tiga. Sesuai dengan yang tertera di tiket mereka.
"Gabriel?"
Shilla sontak menghentikan langkahnya menatap bingung seorang cewek yang kini berdiri di hadapan mereka. Lalu tatapan Shilla beralih pada Gabriel yang juga menatap cewek itu. Nafas Shilla seperti tertahan di tenggorokan. Begitu juga dengan hatinya yang tiba-tiba berdenyut nyeri. Berakibat pada dadanya yang kini menyesak. Shilla lalu kembali menatap cewek tadi yang entah kenapa membuatnya merasa muak berada di sini.
Gabriel dan cewek itu saling menatap dengan pandangan yang sulit di jelaskan. Tapi, Shilla juga tidak sebuta itu untuk melewatkan tatapan penuh kerinduan di antara keduanya. Shilla tidak tahu siapa cewek ini. Tapi yang jelas sepertinya cukup berarti bagi Gabriel.
"Alana."
Suara Gabriel seperti pisau yang kini menyayat hati Shilla. Bagaimana Gabriel memanggil nama itu, membuat Shilla sadar bahwa kehadirannya selama ini bukan termasuk dalam wanita yang di anggap spesial oleh Gabriel.
"Kamu apa kabar?"
Shilla mengernyit. Kamu? Belum sempat Shilla menebak siapa sebenarnya cewek yang bernama Alana ini, respon Gabriel membuat Shilla benar-benar ingin pergi dari tempat ini sekarang juga.
"Baik. Kamu sendiri gimana? Sama siapa ke sini?"
"Kak aku duduk dulu deh, ya?" Pamit Shilla menyela.
"Cewek kamu?" Tanya Alana menatap Shilla sambil tersenyum manis. Sosok gadis yang menurut Shilla cukup cantik. Bahkan sangat cantik. Kalau di lihat dari penampilannya, tipe cewek kalem dan lemah lembut. Cocok sekali dengan tipe cewek Gabriel seperti yang pernah Ify sebutkan waktu itu.
"Oh iya, kenalin Shilla. Ini Alana. Dan Alana. Ini Shillla." Gabriel menjelaskan dengan ekspresi yang cukup canggung.
Shilla berusaha tersenyum dan menyambut tangan Alana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...