23. MARIO 2

905 102 132
                                    

Keesokan paginya, Ify minta untuk pulang. Dia ingin istirahat di rumah saja karena bagi Ify, tempat paling nyaman adalah ya rumah sendiri. Untungnya, Rio mengabulkan permintaan Ify sehingga mereka tidak perlu berdebat lebih dulu. Rio sekarang sedang menyelesaikan administrasi di dekat ruang resepsionis. Dan Ify masih di ruangannya menunggu. Ponsel Ify semalam tidak ia bawa sehingga kini dia memakai ponsel Rio untuk melihat sosial media agar tidak bosan.

Benar saja, berkat ponsel Rio di tangannya, Ify menjadi tidak bosan. Apalagi saat membuka whatsapp Rio ternyata ada pesan dari Ajeng yang belum di baca oleh Rio. Pesan itu tertulis bahwa Ajeng mengucapkan terima kasih karena Rio sudah mengantarnya pulang. Lalu beberapa pesan lagi yang kebanyakan isinya memberikan perhatian pada Rio. Ify merasa kasihan pada Ajeng saat membaca semua pesan itu. Bukan karena di acuhkan oleh Rio, tapi sikap Ajeng yang secara tidak malu menunjukkan betapa murahannya dia. Maaf kalau kasar. Tapi, Ify perempuan biasa yang pasti kesal saat tahu suaminya di goda.

"Ayo pulang."

Rio berjalan menghampiri Ify lalu mengulurkan tangannya saat dekat. Ify yang semula duduk di sofa mendongak kemudian berdiri. Tanpa menyambut tangan Rio serta wajahnya terlihat tak bersahabat.

Rio yang merasa aneh melihat sikap Ify. Menatap istrinya meminta penjelasan.

"Nih ada chat dari mbak Ajeng." Ify mengembalikan ponsel suaminya. Rio memejamkan matanya sesaat lantas menerima ponselnya.

"Kamu baca?" Tanya Rio seadanya lalu menyimpan ponselnya di saku celana. Berusaha tenang di tengah jantungnya yang berdebar-debar was-was.

"Hm, katanya-" Ify sengaja menggantung ucapannya seraya memperhatikan wajah Rio. Ingin tahu reaksi suaminya yang ternyata hanya menampilkan wajah tanpa ekspresi andalannya. Datar aja teros!

"Makasih kak Yo udah anterin aku pulang." Lanjut Ify tersenyum sinis.

Rio juga sebenarnya kaget karena tak menyangka akhirnya Ify tahu mengenai hal itu. Tapi di sisi lain, Rio lega karena tidak perlu menutupi masalah itu lagi.

Rio menggaruk keningnya sebagai reaksi pertama karena dia bingung harus melakukan apa. "Marah, nggak?" hanya itu pertanyaan yang ada di benak Rio saat ini.

"Mas bohong nggak sama aku?"

Rio mengangguk pasrah. "Iya bohong."

"Inget yang pernah aku bilang?"

Rio mengangguk lagi. "Iya. Inget."

"Jadi kesimpulannya?"

Rio tersenyum tipis seraya mencubit hidung Ify. "Nggak marah."

"Enak aja. Aku marah tahu!" Omel Ify jadi kesal beneran. Tangan kanannya bergerak memberikan tinjuan di lengan Rio.

Rio mengusap kepala Ify lalu di tariknya mendekat. Dia menunduk menatap tepat di wajah Ify yang kini cemberut. "Mas tahu gimana ekspresi wajah kamu kalau marah." Kata Rio di akhiri dengan melingkari tubuh mungil Ify dalam pelukannya.

"Tapi mas tahu kamu kesel sekarang."

"Iya." Sahut Ify terdengar merajuk.

Rio terkekeh. Gemas mendengar suara Ify jika sudah manja seperti ini. "Mau tanya atau mas yang cerita aja."

Ify mengeratkan pelukannya. Dan saat itu, Rio menunduk untuk mencium kening Ify. Mereka berpelukan erat seperti sepasang kekasih LDR yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Padahal kenyataannya semalaman tidur bersama di ruangan ini. Hanya tidur. Tidak ada kejadian apapun karena Rio sedang di paksa untuk puasa.

"Kenapa mas mau anterin mbak Ajeng pulang?" Ify memilih untuk  bertanya saja.

"Karena dia maksa."

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang