Rio tidak pernah membayangkan bisa berada dalam posisi ini. Posisi di mana dia menjadi tak berdaya karena tidak bisa berbuat apapun untuk membuat Ify lantas kembali. Rio tidak pernah merasa setakut ini membayangkan kemungkinan buruk akan terjadi dalam hidupnya. Rio bahkan tidak takut jika saja kematian tiba-tiba datang menjemputnya.
Tapi semua berbeda ketika hal itu menyangkut satu orang yang dia cintai. Ketika dia sadar bahwa apa yang terjadi pada Ify adalah sebuah kenyataan, Rio seperti terjebak dalam ruangan gelap yang tak berpintu. Membuatnya pusing karena tak bisa menemukan sedikitpun celah untuk merasakan cahaya. Rio terkurung dalam kesedihan dan ketakutan yang dia sendiri tak yakin bisa melarikan diri dari tempat gelap itu.
Rio benar-benar ketakutan ketika mendengar bunyi tanda bahaya dari dalam ruang operasi. Menandakan bahwa operasi Ify yang berlangsung tidak berjalan dengan baik. Dari apa yang Rio dengar, Ify kembali mendapat serangan jantung dan dokter beserta team-nya berupaya membuat jantung Ify agar berdetak kembali.
Ify kehilangan banyak darah dan di antara semua orang yang menunggu, hanya Gabriel yang bisa mendonorkan darahnya. Tapi kata dokter, jika hanya Gabriel itu akan membahayakan pendonor karena Ify benar-benar sangat butuh banyak darah untuk di donorkan.
Persediaan darah di rumah sakit yang cocok dengan Ify sudah habis. Bahkan ketika Alvin menghubungi rumah sakit tempatnya bekerja juga sedang kosong. Hal itu membuat Ella langsung menghubungi satu persatu teman dekatnya.
"Makan dulu, Yo." Gabriel menyerahkan sebuah nasi kotak ke arah Rio yang masih duduk di depan ruang ICU.
"Udah malem ini. Lo pasti belum makan dari siang, kan?"
Operasi Ify akhirnya berjalan dengan lancar berkat ketiga orang yang mendonorkan darahnya. Meski begitu Ify masih belum melewati masa kritisnya. Sehingga Ify belum bisa di bawa ke ruang inap karena dokter masih harus memantau keadaannya setiap waktu. Kata dokter, semua usaha telah dilakukan. Sekarang hanya bisa menunggu keajaiban untuk Ify agar bisa melewati masa kritisnya dan segera sadar.
"Dikit aja. Seenggaknya biar lo ada tenaga." Gabriel tak putus asa meski Rio mengabaikan pemberiannya. Gabriel juga baru dari kantin untuk makan. Gabriel sadar, dia butuh banyak tenaga karena baru saja darahnya di ambil. Dan Gabriel juga sadar dia harus kuat untuk bisa terus menjaga adiknya.
"Yo." Gabriel menarik tangan Rio lalu ia letakkan nasi kotak yang baru ia beli dari kantin di sana.
BRAK
Nasi kotak itu jatuh begitu saja saat Gabriel menarik tangannya. Gabriel termangu menatap nasi kotak yang baru di belinya kini sudah tak layak untuk di makan. Lalu menghela kemudian menatap Rio yang masih tertunduk memperhatikan lantai dengan pandangan kosong.
"Dengan lo gini emang bisa bikin Ify sadar?" Sengaja Gabriel berkata seperti itu untung sedikit memancing Rio.
Sedang Rio sendiri tak memberikan respon apapun. Dia masih bergelut sendiri dengan kekalutannya yang tak berujung. Hingga Gabriel yang kini berdecak pun hanya Rio dengarkan.
"Tahu sih gue kenapa Ify bisa celaka gitu." Nada bicara Gabriel mulai terdengar sinis.
"Itu karena emang lo nggak becus jaga dia." Lanjut Gabriel sedikit meninggikan suaranya.
"Kalau lo masih gini terus, gue nggak yakin masih bisa percayain Ify hidup sama lo lagi."
Sontak Rio mendongak dan menatap Gabriel tajam. Tak gentar, Gabriel melakukan hal yang sama.
"Apa? Nggak terima? Emang kenyataannya gitu, kan? Lo aja nggak bisa jaga diri lo sendiri. Gimana bisa lo jagain adik gue?!"
Rio menunduk lagi. Kedua tangannya terkepal kuat. Berusaha mengabaikan semua ucapan Gabriel yang sama sekali tak bisa di elaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...