56. Strange People

1.6K 144 50
                                    

Rio dan Ify telah sampai di kediaman Opa, Arvin Saputra. Ayah Marvin yang sudah berusia tujuh puluh tahun hari ini. Rumah yang tampak besar dan megah itu membuat Ify meneguk ludahnya. Merasa dirinya sangat kecil dan memaklumi semua hinaan Oma.

"Mas bisa bangun lebih dari ini buat kamu." Kata mengeratkan genggamannya. Rio semakin ahli membaca ekspresi Ify. Sehingga membuatnya dengan mudah menebak apa yang Ify pikirkan dengan melihat raut wajah istrinya.

"Ish. Nggak boleh sombong gitu ngomongnya." Tegur Ify serius. Mengikuti langkah Rio yang kini menggenggam tangannya. Untung saja mereka tidak terlambat. Padahal Ify sudah panik tadi karena ulah Rio, dia harus merias lagi wajahnya dengan make up. Menata rambutnya yang super berantakan. Serius, jika Ify tadi tidak ingat akan pergi dan meminta Rio untuk berhenti, Rio tidak akan melepaskannya.

"Kamu juga jangan gitu mukanya." Menyentil hidung Ify dengan ibu dan jari telunjuknya.

"Wajarlah, mas. Ini ekspresi alami setiap orang waktu lihat rumah sebesar ini."

"Kamu jangan ikutin orang-orang. Buat mas, kamu itu lebih dari mereka."

"Lebih gimana?"

"Lebih segalanya." Sahut Rio cuek.

Ify mencebik. Menahan senyumnya yang ingin mengembang. "Pinter banget ngerayunya biar di kasih jatah."

Rio tak bisa menahan tawanya mendengar sindiran itu. Padahal dia sama sekali tidak merayu. Tapi waktunya saja yang tepat. Rio lantas menundukkan kepala cepat. Wajahnya bergerak menyamping dan mendekatkan bibirnya di telinga Ify kemudian berbisik pelan.

"Di kasih, nggak?" sengaja  menggoda dan juga bertanya.

Ify tersenyum, menolehkan kepalanya hingga wajah mereka menjadi dekat dan mata mereka saling menatap. Langkah mereka juga berhenti tepat di depan pintu utama rumah megah ini.

"Nggak." Jawab Ify mendorong bahu Rio agar menjauh darinya. Kemudian menjulurkan lidah sambil tertawa kecil.

Rio kembali mendekat kemudian menunduk lagi. "Yakin?"

Ify tersenyum menoleh lagi, "Enggak."  Jawab Ify lalu mencium bibir Rio singkat. Membuat senyum Rio hilang dan menatap Ify dengan wajah datar yang cukup serius.

"Kita pulang!" Kata Rio seraya meraih tangan Ify untuk di bawanya kembali ke mobil.

"Maaas." Seru Ify merajuk seraya menahan tangan Rio yang ingin menariknya.

Rio terkekeh dan kembali berdiri di samping Ify. "Canda sayang," ucapnya menarik kepala Ify untuk di ciumnya.

"Sampai kapan gue mesti lihat kemesraan lo berdua di sini?"

"Kak Marshell?" seru Ify terkejut sekaligus malu. Dia lebih dulu menoleh ke belakang saat mendengar kalimat bernada menyindir tadi. Tapi tunggu, Marshell tidak sendiri.

Sementara Rio yang sejak awal tahu itu suara sang kakak langsung siaga satu merangkul pinggang Ify untuk mendekat padanya. Tidak peduli meskipun kini melihat Marshell telah membawa pasangannya juga. Kalian tentu tahu itu bukan Meisya.

"Hai Fy, Rio."

Ify yang masih sangat terkejut berada di situasi ini tak langsung menyambut tangan yang kini terarah padanya. Juga sapaan yang kini di tunjukkan padanya beserta suaminya.

"Ganti lagi, kak?" tanya Rio tanpa menatap perempuan yang berdiri di samping Marshell. Rio mengusap lembut punggung tangan Ify dengan ibu jarinya. Memberi ketenangan pada sang istri yang saat ini langsung mengerjap sadar.

"Oma nyuruh gue jemput dia tadi." Jawab Marshell seadanya. Melirik Andin yang berdiri di sampingnya. Perempuan itu tersenyum manis seraya menarik tangannya yang tidak di sambut oleh Ify.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang