2. MARIO 2

1.5K 121 46
                                    

Rio masih menatap Ify dengan sorot mata memohon. Berharap jika istrinya bisa sedikit saja melunakkan hati untuknya. Berharap Ify mau mendengar semua hal yang kini berkecamuk dalam benaknya. Semua hal yang terasa kacau karena dia bingung harus dari mana mulai bercerita. Rio ingin Ify tahu bahwa sekarang dia tengah membutuhkan istrinya. Sangat. Rio sangat membutuhkan Ify untuk bisa menenangkan kegundahan hatinya.

"Atau sebenernya selama aku nggak sadar ada perempuan lain?"

Tuduhan Ify membuat mata Rio sontak tertutup. Meredam ego agar tidak menyulut emosinya. Rio tertawa miris dalam hati. Perempuan lain? Bagaimana bisa Rio memikirkan perempuan lain di saat dirinya ketakutan setengah mati melihat keadaan Ify. Istri yang saat ini menuduhnya mempunyai simpanan. Tapi, di balik rasa kecewanya akan tuduhan Ify, Rio berusaha mengerti. Berusaha mengerti jalan pikiran Ify yang saat ini sama sekali tidak salah. Ify berhak menuduhnya seperti itu. Ify berhak meragukan kesetiannya. Sebab Rio sendiri yang membuat Ify sulit untuk mempercayainya lagi.

"Kalau beneran ada. Mas bisa urus percerain kita secepatnya." Lanjut Ify kembali mengalihkan pandangannya dari Rio. Tidak ingin menunjukkan bagaimana wajahnya yang saat ini terluka di hadapan suaminya itu. Ah ya, suami yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan suami. Menyadari kenyataan itu, hati Ify menjerit tidak terima. Ingin marah, tapi semua terasa percuma. Karena Ify tidak mungkin memaksa Rio yang tak ingin lagi bersamanya.

"Udah malem. Tidur, ya?" Kata Rio pelan. Dia mulai lelah berpikir. Terlebih menghadapi semua yang Ify pikirkan tentangnya saat ini. Rio paham. Rio mengerti. Mengerti akan sikap Ify yang pintar sekali menyudutkannya. Terlebih di tambah dengan masalah mereka. Rio yakin, semua hal tentang dirinya pasti menjadi sangat buruk di pikiran istrinya saat ini. Karena itu, Rio memilih untuk mengakhiri perdebatan mereka. Rio tidak ingin lepas kendali dan menciptakan pertengkaran yang membuat keadaan mereka menjadi semakin rumit.

"Ngehindar?" Ify terkekeh pilu. Suara tawanya perlahan berubah menjadi isakan kecil. "Berarti jawabannya iya." Lanjut Ify kemudian mengigit kuat bibir bawahnya. Meski air matanya sudah lebih dulu mengalir tapi Ify tidak mau Rio mendengar tangis kehancurannya sekarang.

Rio yang awalnya ingin berdiri, kembali duduk lagi. Menatap Ify yang tengah berusaha menghapus air matanya. Air mata yang tak bisa berhenti membasahi wajah istrinya. Rio menghela berat. Kesedihan Ify di ciptakan olehnya saat ini. Tapi, Rio merasa bodoh karena tidak tahu harus melakukan apa selain tetap menemani istrinya menangis.

"Mas nggak tahu harus ngomong apa sekarang. Mau membela diri juga kamu pasti nggak mudah buat percaya. Tapi, kalau kamu masih mau bahas hal ini, jawabannya nggak, dek." Rio mengatakan semua kalimat itu dengan nada yang cukup pelan. Tatapannya tak lepas dari Ify yang masih berusaha menghapus aliran air matanya.

"Nggak ada perempuan lain. Dari dulu, kemarin, sekarang dan seterusnya, cuma kamu satu-satunya perempuan di hati mas, dek."

Rio menunduk seraya mengapit pangkal hidungnya yang sedikit berair. "Mas nggak nuntut kamu buat percaya. Karena mas mengerti kamu masih kecewa sekarang. Mas tahu kamu masih terluka karena kebodohan mas kemarin. Tapi, dek-"

Rio menarik nafas panjang. Menatap Ify lekat yang ternyata masih menangis karenanya. Membuat dada Rio sesak karena otaknya yang kini tak bekerja. Sama sekali tak bisa bekerja untuk menemukan cara bagaimana menciptakan senyum di wajah istrinya. "Mas bersumpah, mas nggak pernah sedikitpun punya pikiran buat hianatin kamu. Mas cuma bingung harus gimana sekarang, dek. Mas butuh kamu. Tapi mas cukup tahu diri karena terlanjur nyakitin kamu."

Semua yang Rio katakan tidak membuat perasaan Ify membaik. Sakit itu justru semakin terasa karena sekarang dia merindukan suaminya. Rio tepat di hadapannya tapi terasa jauh untuk di sentuhnya. Rasanya, Ify ingin sekali memeluk Rio sekarang. Tapi, jika mengingat apa yang Rio katakan kala itu, membuat hati Ify lebih sakit. Entah saat itu Rio sadar atau tidak, tapi kenyataannya Rio mempunyai pikiran untuk berpisah dengannya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang