Hal pertama yang Rio lakukan saat membuka pintu apartemennya adalah mencari keberadaan Ify.
"Di mana?"
Seperti yang Rio katakan tadi bahwa dia tidak akan menutup teleponnya sebelum melihat wajah Ify. Istrinya.
"Kamar." Ify menyahut pelan dari seberang teleponnya. Rio lantas menatap ke arah pintu kamar mereka. Kemudian melangkah lebar ke arah sana dan membukanya dengan cepat ketika pintu itu tergapai oleh tangannya.
Masih dengan earphone yang menyala, Rio mendesah lega melihat Ify duduk di karpet bawah tempat tidurnya. Masih memegang ponsel yang menempel di telinga, istrinya itu menoleh. Tak lama berdiri dan berjalan mendekat padanya.
Rio tidak ingin mengatakan apapun sekarang selain menarik tubuh mungil Ify ke dalam pelukannya. Rio benar-benar tidak ingin mengatakan apapun selain merasakan hangat tubuh Ify yang ia kurung dengan erat. Hanya ini, hanya ini yang Rio butuhkan untuk meredam perasaan khawatir dan cemasnya. Menghilangkan juga rasa takut memikirkan keadaan Ify yang tengah sendiri dengan perasaan sedang tidak baik.
"How do you feel?" Bisik Rio tanpa melepas pelukannya. Menghirup aroma rambut Ify untuk menambah ketenangan hatinya.
"Better. Berkat mas." Ify menjawab tulus. Kedua matanya bahkan sampai berkaca-kaca karena terlalu bahagia memiliki Rio di saat-saat seperti ini. Ify merasa sangat terlindungi dan tidak akan takut lagi menghadapi hari esok.
"Maaf, mas. Aku pasti di anggap nggak sopan ya tadi main pergi gitu aja."
"Salah."
Ify terdiam mendengar sahutan Rio yang terkesan tidak nyambung. Dia sedikit bergerak untuk melonggarkan pelukannya lalu mendongak.
"Kok salah?"
"Iya salah." Rio menunduk membenturkan kening mereka dengan cepat dan pelan.
"Harusnya kamu minta maaf karena udah pergi tanpa mas tahu. Bikin mas khawatir dan nyaris gila mikir takut kamu kenapa-kenapan sendirian di jalan." Lanjut Rio sengaja menunjukkan sedikit kemarahannya ketika mencari Ify tadi. Rio sengaja melakukan itu agar Ify tidak mengulang hal ini. Rio ingin jika Ify dalam keadaan serapuh apapun nanti, dia menjadi satu-satunya tempat tujuan istrinya ini.
Ify tersenyum lalu menjinjit untuk memberi kecupan manis di bibir Rio. Suaminya.
"Iya. Maaf juga udah bikin mas khawatir tadi."
Rio tersenyum samar kemudian menundukkan lagi kepalanya. Menyatukan kening mereka dan berusaha menghapus jarak yang ada.
"Mas lanjut, boleh?" tanyanya setengah berbisik. Hembusan nafas Rio menerpa wajah Ify. Hembusan yang semula seperti terpaan angin lembut, perlahan menjadi angin kencang yang seolah ingin mengguncangnya.
Ify tersentak ketika dirinya tak di beri kesempatan Rio untuk bicara. Rio dengan cepat menunduk untuk mengecup bibirnya. Lalu Rio diam tidak lagi bergerak dan membiarkan saja bibir mereka saling menempel.
Hal yang tentu saja membuat Ify gugup sendiri karena tidak tahu harus melakukan. Layaknya patung, Ify tak bergerak sama sekali kecuali dua bola matanya yang berputar menghindari tatapan Rio. Sungguh, Rio seperti sengaja menggodanya sekarang karena dapat Ify rasakan bibir Rio yang masih menempel di bibirnya sedikit bergerak. Bergerak yang mungkin saja suaminya itu sedang tersenyum geli menikmati kegugupannya.
Tapi Ify enggan untuk bersuara atau menjauh dan menunggu sentuhan Rio dengan jantungnya berdebar tak karuan.
Sampai akhirnya, kedua mata Ify reflek terpejam ketika Rio mulai melumatnya pelan, lembut dan sangat lembut. Satu tangan Rio sudah bergerak naik. Memberi usapan lembut di sisi wajahnya. Sementara satu tangan Rio menahan pinggang Ify agar tidak jatuh karena kakinya mulai melemah. Ify tanpa sadar melepas ponselnya yang langsung terjatuh di atas karpet.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...