4. MARIO 2

1.3K 102 41
                                    

"Udah mau dengerin penjelasan, mas?"

Ify menatap Rio sengit. "Emang aku ada pilihan lain?" ketusnya tak bisa bergerak.

Rio berhasil membawa Ify untuk duduk di atas sofa. Kedua kaki Ify di angkat naik dengan lutut yang tertekuk. Posisi yang tak jauh beda dengan Rio yang kini mengapit kedua lutut istrinya. Tidak lupa, Rio menggenggam kedua tangan Ify kuat sehingga membuat Ify benar-benar tak bisa menggerakan tangan dan kakinya.

"Maaf, kalau nggak kayak gini kamu pasti kabur." Jelas Rio tak ingin membuat istrinya berpikir bahwa dia senang melakukan hal ini.

Ify membuang muka. Menoleh ke samping untuk menghindari tatapan Rio yang sewaktu-waktu dengan mudah meluluhkannya.

"Mas nggak pernah mata-matain kamu, dek. Sekalipun mas mau, mas nggak akan lakuin itu karena mas tahu kamu pasti bakal marah kalau sampai tahu. Dan kemarahan kamu itu-" Rio menghela sejenak memperhatikan sisi wajah Ify yang karena tak mau menatapnya. "Kemarahan kamu itu adalah hal yang sebisa mungkin mas hindari."

Ify menoleh dan tersenyum kecil. "So sweet." Sinisnya kemudian.

Rio tersenyum tipis lalu mencium punggung tangan Ify yang masih dalam genggamannya. Seolah memberi tahu bahwa respon apapun yang Ify berikan tidak akan membuatnya kesal.

"Mas dapet foto itu dari seseorang yang berusaha buat bikin mas salah paham sama kamu. Mas lupa siapa namanya, tapi yang jelas dia kakak tingkat kamu di kampus."

"Cewek?" Tanya Ify reflek. Ekspresi wajahnya masih terlihat kesal dan tidak menunjukkan tanda-tanda ingin mengibarkan bendera perdamaian.

"Iya." Rio mengangguk seadanya.

Ify berdecak tak suka. "Paling fans mas tuh."

Rio menunduk menatap tangan Ify yang ia genggam. Di usapkan dengan lembut ibu jarinya di sana. "Tapi mas nggak percaya sama dia. Mas lebih percaya sama kamu. Istri mas yang saat itu tengah berjuang buat sadar."

Perlahan Rio mendongak dengan seulas senyum getir. Teringat bagaimana dia hampir kehilangan Ify, perasaan tersiksa itu masih menyerangnya tanpa henti. "Dan untuk foto yang kamu dapet itu. Mas cuma mau kamu lebih percaya sama mas di banding foto yang nggak ngejelasin apa-apa."

Ify menatap Rio tak suka. Apa yang Rio katakan itu terkesan menyalahkan dirinya.

"Nggak ngejelasin apa-apa gimana? Jelas-jelas mas gendong dia. Bukan mas banget yang biasanya cuek sama cewek." Sentak Ify kesal.

Rio mengangguk pelan. Berusaha sabar. "Dia Ajeng. Salah satu anak panti dulu. Dan mas nggak sengaja nabrak dia waktu itu. Kakinya sakit, dia nggak bisa jalan. Makanya mas gendong."

Ify diam. Meski terdengar masuk akal. Tetap saja Ify tidak suka. Rio menggendong cewek lain. Itu adalah fakta yang tak bisa di ubah.

"Tetep aja mas nyentuh perempuan lain. Aku nggak suka." Gumam Ify kembali mengalihkan wajahnya dari tatapan Rio.

Rio tersenyum samar melihat ekspresi Ify yang sangat ia rindukan. "Iya maaf. Nggak lagi-lagi, deh. Janji."

"Nggak usah janji-janji. Toh mas mau cerain aku."

Rio meringis, merasakan nyeri di pernafasannya. Ify mengingatkan Rio pada hal paling bodoh yang pernah dia lakukan. Lantas di ciumnya tangan Ify berulang kali. Lalu di usapnya dengan pelan.

"Kamu tahu, dek. Waktu kamu tiba-tiba pingsan terus mas lihat perut kamu penuh darah, rasanya hidup mas hancur detik itu juga." Rio tersenyum kecil. Enggan mendongakkan kepalanya dan tetap menunduk pada punggung tangan Ify yang kini di usapnya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang