Niat awal mereka yang akan menetap di Bali selama lima hari ke depan, harus terpaksa di batalkan. Itu karena tengah malam, Rio mendapat kabar dari Rina kalau Oma masuk rumah sakit. Oma jatuh terpeleset di kamar mandi sehingga membuat pergelangan kakinya retak. Niat Rina hanya ingin memberitahu Rio. Bukan meminta mereka untuk pulang. Tapi karena saat Rio mengangkat telepon ada Ify di sebelahnya membuat Ify jadi tahu akan hal itu.
Ify langsung minta keesokan harinya untuk pulang saja dan menjenguk Oma di rumah sakit. Rio yang memang susah menolak keinginan Ify pun langsung meminta Obiet untuk segera memesankan tiket.
"Nggak mau pulang dulu? Istirahat sebentar baru ke rumah sakit." Rio berusaha memberi saran pada Ify. Keduanya sudah berada di mobil dengan sopir Rina yang memang di beri tugas menjemput mereka siang ini.
"Nggak ah mas. Aku nggak enak santai-santai di rumah sementar Oma lagi sakit."
"Nggak gitu juga, dek. Mereka juga pasti ngerti kalau kita capek."
Ify menoleh untuk memperthatikan wajah suaminya. "Mas capek, ya?" tanyanya seraya menyentuh menempelkan telapak tangannya di sisi wajah Rio.
"Ya udah mas pulang aja. Aku ke rumah-"
"Mas nggak segila itu dek biarin kamu ke rumah sakit sendirian." Sela Rio meraih tangan Ify dari wajahnya untuk ia genggam.
Ify menunduk lesu. "Ya gimana, mas. Aku bener-bener nggak enak kalau pulang. Nanti kesannya di mata keluarga besar kamu, aku nggak peduli sama Oma."
"Siapa yang punya pikiran kayak gitu? Coba aja bilang sama mas, nanti mas bedah otaknya."
Ify terkekeh geli mendengarnya. "Nggak lucu, mas."
"Mas juga nggak ngelucu." Sahut Rio datar. Dan Ify memperhatikan itu. Tapi Ify tidak percaya jika Rio bisa membedah otak seseorang hanya karena berpikir buruk tentangnya. Jika iya, suaminya itu pasti sudah gila.
"Udah ah. Mending kita tidur sekarang. Nyampe di rumah sakit mungkin lebih seger."
"Ya udah sini." Rio menepuk pahanya. Menyuruh Ify agar tidur di sana. Tak ingin berdebat lagi, Ify menurut dan langsung merebahkan kepalanya di paha Rio. Kemudian memutar tubuhnya miring membelakangi perut Rio. Sementara satu tangan Rio ia peluk dan satunya lagi Rio gunakan untuk membelai rambut Ify. Memberi sentuhan lembut di sana agar istri kecilnya bisa terlelap.
"Ini langsung ke rumah sakit, den?" Tanya sang sopir yang sedari tadi menjadi obat nyamuk pasangan baru itu.
Rio melihat Ify yang sudah tertidur pulas. Lalu berpikir untuk membawa Ify pulang saja. Tapi, jika itu dia lakukan, Ify pasti marah dan berujung mendiaminya. Tidak! Membayangkan saja sudah membuat Rio tak tahan.
"Iya, mang." Jawab Rio mencari aman. Akhir-akhir ini perasaan Ify mudah sekali turun. Rio berpikir keras bagaimana caranya membuat perasaan Ify kembali seperti dulu. Kuat dan tidak mudah untuk di patahkan. Rio akui, sejak kepergian bunda, Ify memang lebih sering terbawa perasaan mengenai sesuatu. Ify seolah kehilangan jati dirinya.
Padahal, tujuan Rio menikahi Ify selain untuk ibadah adalah ingin membuat gadis ini bahagia. Tapi, Rio merasa gagal karena dari kemarin selalu menangkap kesenduan di mata Ify. Bahkan di hari pertama mereka menjadi suami istri Ify sudah menangis. Rio benar-benar harus memutar otak untuk membuat Ify tertawa lagi.
"Udah sampe, den." Rio yang matanya terpejam pun terbuka. Dia tidak tidur, hanya memejamkan matanya karena lelah sedari tadi kepalanya tak berhenti berpikir.
"Mang pulang aja. Sekalian suruh bibi taruh semua koper di kamar saya."
"Baik, den."
Rio lantas membangunkan Ify dan keduanya pun keluar dari mobil. Masuk ke rumah sakit menuju tempat di mana Oma di rawat. Satu yang membuat nafas Ify tercekat adalah, ternyata tempat rumah sakit Oma di rawat sama dengan tempat di mana Rio di rawat saat terluka waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...