6. MARIO 2

1.8K 129 48
                                    

Rio baru saja mengakhiri sambungan teleponnya dengan Obiet. Membahas tentang beberapa pekerjaan yang tadi ia tinggal. Obiet hanya melaporkan jika proyek mereka di Surabaya sudah hampir selesai. Obiet juga mengingatkan Rio agar menyiapkan diri untuk meresmikan hotel yang telah di bangunnya di kota itu. Selesai membahas pekerjaan, Rio meminta Obiet segera mengurus visa untuk dirinya dan juga Ify. Ya, Rio berencana mengajak istrinya itu terbang ke negara yang selama ini Ify impikan.

"Dek." Panggil Rio seraya naik ke atas tempat tidur. Meminta perhatian pada Ify yang tampak asik membalas chat lewat obrolan grup di whatsapp-nya. Sudah sejak mereka selesai sholat isya' bersama tadi Ify berkutat dengan ponselnya. Membuat Rio mengalah dan memilih untuk menghubungi Obiet. Tapi saat kembali, ternyata Ify masih sibuk dengan dunianya sendiri.

"Iya, mas." Sahut Ifu tanpa menoleh. Membuat Rio berdecak kesal karena merasa bahwa teman-teman istrinya itu lebih penting.

Ify menghela pasrah. Mengalah tanpa berniat menyerukan protesannya saat Rio dengan asal mengambil ponselnya. Lalu meletakkan ponselnya di atas nakas.

"Sini." Rio lebih dulu merebahkan diri. Lalu merentangkan tangan kanannya agar Ify merebahkan kepalanya di sana.

"Oke." Kata Ify tersenyum lalu melakukan apa yang Rio perintahkan tadi.

"Udah ngantuk belum?" tanya Rio setelah Ify berada dalam pelukannya. Ia hirup wangi rambut Ify yang kini membuat perasaannya membaik.

"Belum terlalu. Kenapa?"

"Mas mau cerita. Mau denger?"

"Cerita apa? Dongeng?" Tanya Ify mendongak dengan wajah serius.

Rio tergelak lalu mencium hidung Ify untuk menyalurkan rasa gemasnya.

"Kok ketawa, aku kan nanya serius!" Sungut Ify tak terima melihat reaksi Rio yang menurutnya berlebihan sampai harus tertawa seperti itu.

Rio menghela panjang sebelum membuka suaranya untuk memulai bercerita. Menyiapkan hatinya untuk membagi hal ini bersama istrinya.

"Mas, katanya mau cerita?

"Beberapa minggu yang lalu, mas nemuin Satria di rumah sakit."

Ify tentu saja menatap Rio dengan wajah kagetnya. Namun tak berlangsug lama karena Rio langsung memeluknya erat. Membenamkan kepala di ceruk lehernya. Membuat Ify reflek mengusap punggung suaminya dengan lembut.

"Gimana perasaan, mas?" Sebenarnya Ify penasaran apa alasan Rio yang akhirnya bersedia menemui ayah kandungnya itu. Tapi untuk saat ini, Ify lebih ingin tahu bagaimana perasaan suaminya. Sepertinya kurang baik karena Rio yang kini memeluknya seakan mencari ketenangan.

"Entahlah." Rio mendesah pelan. Dan itu Ify rasakan bagaimana hembusan nafas Rio menerpa lehernya. Ify semakin yakin jika perasaan Rio saat ini sedang gelisah. Membuat Ify harus berhati-hati dalam mengontrol emosi dan juga perkatannya.

"Mas nggak tahu, dek. Rasanya mas masih belum bisa maafin dia. Tapi waktu lihat keadaan dia sakit dan nggak ada satupun orang yang nemenin, mas ngerasa-" Rio berhenti sejenak seakan berat dan tidak ingin melanjutkan ucapannya sendiri.

"Nggak tega?" Tanya Ify berusaha menebak. Suaranya terdengar pelan. Seakan berusaha sehati-hati mungkin agar tidak melukai perasaan suaminya. Apalagi membahas tentang hal yang masih sangat sensitif untuk suaminya itu.

"Hm." Rio mengangguk pelan yang masih betah membenamkan wajahnya di leher Ify. Reaksi Rio ini membuat Ify lega karena dia tidak salah bicara.

"Mas sedih lihat keadaan papa?" tanya Ify lagi. Berusaha mencari tahu bagaimana perasaan Rio yang sebenarnya. Dan Ify bisa menebak jika jawaban Rio pasti iya. Karena pelukan Rio semakin mengeratkan tubuhnya sekarang.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang