18. Strange

1.9K 167 47
                                    

Rio menatap deretan nomor dalam daftar panggilan masuk di layar ponsel Ify. Dia seperti tidak asing dengan pemilik nomor ini hingga muncul satu nama dalam benaknya. Masih mengatur emosinya agar tetap stabil, Rio berusaha tenang ketika mendengar cerita Ify tentang apa yang di katakan oleh penelpon tersebut. Dan dugaan Rio semakin menguat jika Angel-lah yang pasti menelpon kekasihnya. Kepala Rio terasa seperti ada yang mencengkeram. Hingga membuat Rio ingin membenturkannya saja.

Menghela pelan, Rio meletakkan ponsel Ify di atas nakas samping tempat tidur gadis itu. Rio sekarang memang ada di kamar Ify. Dan Ify tengah mandi saat ini. Mereka baru saja pulang dari mal dan Rio memutuskan untuk mampir sebentar. Rio bingung, dia benar-benar bingung harus melakukan apa. Jika jujur, Rio tak tahu darimana dia harus memulai. Jika diam, Rio takut Ify akan tahu dari orang lain terutama Angel. Jika pasrah, Rio tidak sanggup menghadapi kemarahan Ify. Kemarahan seperti apa yang akan Ify tunjukkan, Rio tak sanggup membayangkannya. Sekarang, setiap tarikan nafasnya terasa seperti bom waktu yang membuatnya terus teringat akan kenyataan hidupnya.

Lagi, Rio menghela panjang lalu memutuskan untuk keluar dari kamar Ify. Di sana, Rio langsung di sambut oleh Gabriel yang baru saja keluar dari kamarnya. Mereka saling menatap, Rio dengan ekspresi andalannya, sementara Gabriel lebih hangat dengan senyum manis yang membuat pipinya berlubang kecil.

"Ke belakang, Yo. Ada yang mau gue bicarain." Kata Gabriel menghampiri Rio lalu berjalan lebih dulu menuju taman belakang rumah.

"Apa?" tanya Rio membuka obrolan mereka. Duduk di kursi panjang depan Gabriel yang tampak nyaman di atas ayunan.

"Lo sama Meisya nggak ada hubungan apa-apa, kan?"

Rio tak menyangka Gabriel menanyakan hal itu padanya. Mau berusaha setenang apapun, Rio tetap kaget dan tak bisa menjawab langsung pertanyaan Gabriel.

"Nggak." Rio memilih kata itu untuk menjawab.

"Dulu?" tanya Gabriel menyelidik. Rio menampilkan wajahnya semakin datar untuk menyembunyikan ketegangan hatinya.

"Gue nggak maksud ngeraguin lo, Yo." Tambah Gabriel merasa tak enak hati.

"Cuma, Ify itu adik gue satu-satunya. Dan cuma gue satu-satunya laki-laki yang tinggal di rumah ini. Yang itu artinya, Ify masih jadi tanggung jawab gue sebelum dia resmi nikah sama lo." Gabriel mengatakan itu dengan intonasi yang cukup tenang.

"Gue nggak mau aja. Ada hal yang bisa buat adik gue terluka. Dan kayaknya Ify nggak suka banget lihat lo sama Meisya. Karena itu gue nanya, lo beneran nggak ada hubungan apapun kan sama dia? Soalnya, waktu kuliah gue sering lihat kalian pulang atau bahkan jalan bareng. Karena itu juga kan gue sama Alvin kenal dia. Meski dia kakak tingkat kita."  Gabriel menjeda kalimatnya.

"Gue sebenernya ngerasa ada yang aneh sama kalian, apalagi saat tiba-tiba Meisya cuti kuliah padahal dia udah tingkat akhir. Lo jadi kelihatan sibuk banget. Kumpul sama kita aja hampir udah nggak pernah." Gabriel menatap Rio yang menengadahkan pandangannya ke atas.

"Terus setahun setelah lulus kuliah, lo tiba-tiba nembak adik gue." Gabriel terkekeh. "Sejak kapan lo suka Ify aja gue nggak tahu. Karena selama ini gue selalu nebak lo bakal sama Meisya."

"Meisya itu, orang yang selalu ada buat gue, dulu." Kata Rio pelan. "Cuma itu arti dia buat gue." Lanjut Rio tersenyum tipis.

"Iya, gue percaya sama lo. Jagain bener-bener adik gue, ya? Dia emang bawel anaknya. Tapi kalau udah diem jadi serem banget."

Ya, Rio sangat setuju akan hal itu.

"Pernah gue lupa nggak beliin kado ulang tahun buat dia yang ke-" Gabriel mencoba mengingat, "Tiga belas kalau nggak salah. Padahal gue udah janji mau beliin dia boneka beruang tapi nggak tahu kenapa gue lupa aja waktu itu. Ya udah deh di diemin gue dari pagi sampe pagi lagi. Mukanya jadi dingin abis kalau lihat gue."

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang