16. MARIO 2

973 93 79
                                    

Minggu pagi terasa menyegarkan karena hari ini bisa lepas dari berbagai kegiatan berat. Ya, meskipun tugas kuliah masih menghantui, tapi Ify ingin menikmati hari liburnya ini dengan tenang. Apalagi sudah dua minggu dia kuliah, Ify tidak pernah santai mengerjakan semua tugasnya. Untung saja dia punya suami yang pintar dan bisa di andalkan untuk membantunya. Ify tidak mengeluh akan hal itu karena memang dia harus cepat mengejar nilai agar tidak tertinggal dan bisa mengikuti ujian semester tepat waktu.

Selama dua minggu ini Ify juga tidak lagi mendapat pesan aneh dari nomor itu. Ify belum cerita mengenai hal itu pada Rio. Dan Ify memang berencana untuk tidak akan pernah cerita.

Ting Tong

Ify segera mematikan kompornya lalu berjalan menuju ke arah pintu.

"Bunda!" Sambut Marsya begitu Ify membuka pintu. Di belakang Marsya ada Meisya yang juga tersenyum pada Ify.

"Salam dulu, sayang." Tegur Ify mengusap kepala gadis kecil itu.

"Ups!" Marsya membekap bibirnya dengan kedua tangan mungilnya. Terlihat menggemaskan sekali. Apalagi dua bola matanya yang bulat itu bergerak lucu.

"Maaf Acha lupa. Assalamu'alaikum bunda."

Ify tersenyum seraya mencubit pipi gembil Marsya pelan. "Wa'alaikumsalam sayang. Sekarang ayo masuk."

Kedua tangan Marsya terangkat senang. "Yay! Asik kali ini Acha main sama bunda."

"Acha inget pesen mama, ya? Jangan aneh-aneh." Peringat Meisya yang di angguki putri kecilnya.

"Masuk dulu mbak."

Meisya menggeleng pelan lalu menyerahkan koper kecil Marsya pada Ify. "Nggak bisa, Fy. Gue mesti ke bandara sekarang. Maaf  banget ya jadi ngrepotin lo sama Rio gini."

Ify menatap Meisya tak suka. "Ngrepotin apa. Marsya kan juga anak kita, lagian lebih aman Marsya di sini. Oh ya mbak berapa lagi di LA?"

"Lima hari." Meisya menjawab tak enak.

Ify tersenyum senang seraya mengusap kepala Marsya yang berdiri di depannya. "It's oke, mbak. Weekdays Marsya bisa sama Mama malamnya kita jemput."

"Beneran Ata nggak perlu ikut?"

Ify menggeleng yakin. "Nggak. Gue sama mas Rio mau nikmatin waktu sama Marsya. Tapi Ata mbak suruh aja ke rumah mama. Nanti bisa bantu kalau Marsya di sana."

Meisya megangguk setuju. Itu ide yang bagus. "Oke nanti mbak telepon dia. Udah ya, mbak mesti berangkat. Sekali lagi makasih banget."

"Iya mbak."

Meisya tersenyum lalu berjongkok di depan Marsya. "Mama pergi dulu ya sayang. Jangan nakal-nakal di sini. Nurut sama papa sama bunda juga, oke?"

Marsya mengangguk patuh. "Oke, ma. Siap laksanakan!" hormatnya. Meisya tersenyum lembut lalu memeluk Marsya dan menciumi putri kecilnya.

Melihat pemandangan ini, Ify tanpa sadar mengusap perut ratanya. 'Cepat tumbuh di sana ya, nak?' bisik Ify dalam hati berharap dia bisa segera hamil.

"Meisya!"

Tepat ketika Meisya berdiri seseorang tampak terengah memanggil namanya. Terlihat sekali dia sedari tadi berlari.

"Mar-marshell?" gumam Meisya kaget.

"Acha ayo masuk." Bisik Ify membungkuk. Lalu menarik Marsya dan koper gadis itu kedalam. Tanpa kata, Ify langsung menutup pintu apartemennya.

"Yes!" seru Ify sendiri karena rencananya berhasil. Semalam ketika Meisya menelponnya dan mengatakan jika Marsya ingin menginap Ify langsung menyetujui akan hal itu. Meisya juga mengatakan jika dia harus pergi ke LA karena ada project di sana. Dan pagi tadi, tiba-tiba Ify mempunyai ide untuk memberitahu sang kakak ipar bahwa Meisya akan ke apartemennya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang