27. MARIO 2

977 111 131
                                    

Marshell mulai lelah berpikir. Terutama tentang teka-teki yang berusaha ia pecahkan bersama Rio. Sampai sekarang, Marshell belum menemukan titik terang untuk segera menebak siapa sebenarnya orang yang ingin menyelakai adiknya. Tapi, berkatnya dan Rio tadi memeriksa apartemen Nico, mereka berhasil menemukan sesuatu.

Marshell menemukan sebuah kertas kecil yang terseli di jendela. Sedang Rio menemukan sebuah liontin. Dan di dalam liontin itu terdapat foto yang cukup tidak asing bagi Rio. Ini adalah petunjuk penting. Meski baik Rio ataupun Marshell masih belum bisa menebak apa motif orang ini. Tapi, setidaknya mereka bisa melanjutkan penyelidikan ini tanpa harus tersesat.

Sayang, mengenai tempat yang kata Cakka sering Nico kunjungi ternyata sudah tutup. Tempat itu ternyata adalah sebuah cafe yang menyediakan permainan bilyard di dalamnya. Dan yang membuat Rio sekaligus Marshell terkejut adalah saat mengetahui pemilik cafe itu dulu. Ya, dia Marco.

"Kalau capek kenapa nggak pulang aja?"

Marshell tersenyum lalu menegakkan kepalanya yang semula ia sandarkan ke belakang sofa. Dia menatap Meisya yang kini sudah duduk di sampingnya serata meletakkan secangkir teh untuknya.

"Perasaan aku minta kopi, deh." Gumam Marshell menatap Meisya.

Meisya mendengus, "Muka kamu tuh kelihatan banget kurang tidur."

Jawaban sederhana Meisya membuat Marshell langsung tersenyum lebar. Tanpa kata, Marshell meraih cangkir itu dan langsung meminumnya. Mengabaikan Meisya yang tampak kaget melihat tingkahnya.

"Aw-"

"Awh panas."

"Was." Lirih Meisya melanjutkan seruannya yang tadi tidak di dengar.

"Ah panas." Keluh Marshell seraya mengipas lidahnya yang kini sepertinya sudah melepuh.

"Tunggu, aku ambil air dingin dulu." Meisya segera bangkit dari duduknya.

Tapi tangannya langsung di cekal oleh Marshell. Hingga membuatnya kembali duduk di samping laki-laki itu. Meisya tidak mengerti harus bagaimana ketika saat ini, detik ini, Marshell meraih wajahnya mendekat. Sangat dekat. Meisya bahkan bisa merasakan deru nafas Marshell menerpa wajahnya. Meisya semakin diam dengan tubuhnya mulai menegang. Jantungnya berpacu dengan sangat kencang ketika merasakan sesuatu menyentuh sudut bibirnya. Ibu jari Marshell berada di sana dan bergerak pelan memberinya usapan.

Meisya terbuai dengan sentuhan Marshell hingga tanpa sadar membuat kedua matanya tertutup. Dan hal itu menciptakan senyum kecil di bibir Marshell. Dia kemudian menggerakkan wajahnya semakin mendekat.

Ketika bibir mereka bertemu, Marshell diam sejenak menikmati momen yang sudah sangat ia rindukan. Sementara Meisya merasakan jantungnya hampir keluar karena terlalu gugup harus berbuat apa. Bibir mereka masih menempel. Hanya menempel karena Marshell belum bergerak sedikitpun. Hal itu membuat Meisya frustasi sendiri karena merasa di permainkan.

Meisya segera bergerak mundur. Tapi Marshell jauh lebih cepat menahan punggung Meisya lalu mulai menggerakkan bibirnya dengan lembut. Meisya langsung lupa akan rasa kesalnya dan membalas ciuman Marshell. Membuat Marshell semakin bersemangat dan bahkan kini tubuh Meisya sudah terbaring di bawahnya. Keduanya mulai lupa tempat, keadaan dan juga status hubungan mereka yang masih mengambang. Tapi di balik semua itu, baik Marshell atau Meisya mulai saling menyadari jika perasaan mereka masih sama.

"Udah nggak panas." Bisik Marshell melirih dengan nafas putus-putus. Tepat di depan wajah Meisya yang kini masih di bawahnya.

Meisya tak menjawab apa-apa. Dia hanya memalingkan wajahnya dari Marshell yang kini terus menatapnya. Malu. Ah Meisya merasa seperti anak remaja saja saat ini.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang