7. Doubt

2.4K 185 42
                                    

"Yo, dingin." Ify merengek manja saat mereka baru saja selesai bersalaman dan turun dari podium.

Rio menatap Ify sejenak, seolah berbicara tentang baju Ify yang tak layak pakai itu. Tapi, Rio tidak mengeluarkan omelannya yang pasti berujung pada perdebatan. Seperti biasa, Ify tidak akan mau di salahkan. Gadis itu akan menimpali omelannya hingga membuat Rio jadi merasa terpojok. Maka, untuk menghindari masalah kecil ini, Rio hanya melepas blazer-nya lalu ia sampirkan di kedua bahu Ify.

"Masa gini? Baju aku nggak kelihatan dong." Protes Ify melihat penampilannya yang kini tertutup oleh blazer putih Rio. Terlihat besar sekali di tubuh mungil Ify.

Rio sudah melakukan hal yang benar, bukan? Itu saja masih di salahkan. "Mau kedinginan?" Tanya Rio tenang.

Ify hanya mencebik seraya membenarkan letak blazer Rio di bahunya. Sementara Rio menggeleng pelan. Tak mengerti bagaimana jalan pikiran gadis itu.

Apa yang terjadi di atas adalah perbincangan kecil antara Rio dan Ify sebelum Rio pergi ke toilet. Membiarkan Ify bersama Gabriel dan Alvin untuk menikmati makanan yang di sediakan.

Rio baru saja keluar dari toilet dan berjalan melewati lorong sebelum sampai di ballroom. Kaki panjangnya tetap melangkah tenang, meski sempat melihat seseorang yang memang sedang menunggunya sedari tadi. Rio bahkan tidak sedikitpun melirikkan matanya pada Angel yang menyandarkan tubuhnya di dinding seraya bersedekap.

Mau tak mau Rio menghentikan langkah saat Angel tiba-tiba berdiri tepat di depannya. Hanya berhenti melangkah, tanpa sedikitpun merubah ekspresinya yang memang selalu datar. Kedua tangannya masih tersimpan di saku celana.   Membalas senyum Angel dengan wajah dinginnya yang sama sekali tak bisa gadis itu sentuh.

"Lupa sama gue, Mario?" Tanya Angel tersenyum miring. Pertanyaan yang sudah pasti tak mendapatkan respon apapun dari lawan bicaranya.

"Atau-" Angel terkekeh saat tangannya mengambang di udara. Gerakannya yang ingin menyentuh dada Rio gagal karena pemuda itu lebih tanggap untuk bergerak mundur.

"Pura-pura lupa." Lanjut Angel menyeringai. Perlahan senyumnya menghilang dan berubah dengan sebuah tatapan penuh ancaman.

Sebagaimana Rio, pemuda itu bertahan dalam diamnya. Raut wajahnya tetap tenang, sedikitpun tak merasa terpancing dengan perilaku Angel saat ini. Dan apa yang gadis itu pikirkan, Rio sama sekali tidak peduli.

"Gimana kabar, Meisya?" Tanya Angel seraya memutar tubuhnya. Mengikuti langkah Rio yang berjalan melewatinya tanpa beban. Sekuat tenaga, Angel menahan emosi karena sikap dingin Rio yang susah sekali untuk ia goyahkan.

"Atau gimana reaksi Ify saat dia tahu siapa sebenarnya Meisya?" Angel tersenyum puas karena pancingannya berhasil.

Rio berhenti melangkah lalu menoleh tajam pada Angel. Membuat senyum Angel semakin mengembang sempurna.

"Oh iya, gimana juga kabar Mar-" Angel terkesiap melihat Rio memutar tubuhnya penuh. Hingga kini mereka saling berhadapan. Pandangan mata Rio semakin menajam hingga rasanya mampu mengubah Angel menjadi abu detik itu juga.

"Santai, Yo." Angel tertawa kecil melihat Rio yang mulai terpancing juga emosinya.

"Gue masih bisa nyimpen rahasia. Tapi-" Angel mengedikkan bahunya santai.

"Ya, sepintar-pintarnya nyimpen bangkai pasti akan kecium juga baunya." Angel lagi-lagi menampilkam senyum manisnya yang menjijikkan.

"Ah, kalau Ify tahu kira-kira gimana, ya?" Semakin puas Angel saat tak sengaja menangkap  rahang Rio sedikit mengeras.

"Tapi, tenang aja, gue bakalan tutup mulut serapat mungkin, toh lambat laun juga semua orang emang harus tahu." Angel melangkah maju, dan berhenti sejenak di samping Rio.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang