46. MARIO 2

843 107 140
                                    

"Kak Lio! Kak Lio agi apain?" Tanya seorang anak laki-laki berusia empat tahun. Pertanyaan itu di ajukan pada seorang anak laki-laki yang tujuh tahun lebih tua darinya.

"Baca." Jawab anak laki-laki itu tanpa menoleh dan tetap fokus pada bukunya. Dia bernama Mario Eka Pradiptya, anak dari pemilik panti yang baru tinggal di tempat ini satu bulan lalu.

"Oh. Imo uga mau aca ah." Anak laki-laki bernama Bimo itu duduk di sebelah Mario. Kemudian mengikuti kegiatan Mario. Dia menatap buku gambarnya seolah tengah serius membaca. Meski baru mengenal, tapi Bimo sangat suka mengikuti semua kegiatan Mario ini.

Mario melirik kegiatan adik pantinya itu dengan ekor matanya. Dia tersenyum kecil lalu mengusap kepala Bimo sebagai bentuk kasih sayangnya. Dua anak laki-laki beda usia itu menghabiskan waktu sore mereka di taman panti dengan membaca.

"Mario!" Panggilan itu membuat Mario menoleh dan tersenyum. Dia lantas berlari menyusul wanita paruh baya yang sangat berarti dalam hidupnya.

"Ibu."

Wanita itu tersenyum menyambut pelukan putranya. "Lagi belajar apa?" tanyanya kemudian setelah mencium kening Mario.

"Nggak belajar. Cuma baca aja."

Shelli terkekeh. "Mau makan, nggak? Ibu buatin spaghetti kesukaan kamu."

Mario mengangguk tanpa ekspresi. Meski sebenarnya hatinya sangat bahagia. "Mau."

"Oke. Kita ke dapur sekarang. Ibu bikinnya cuna buat kamu jadi, kamu harus diam-diam makannya. Jangan berisik. Oke?"

Mario tersenyum tipis seraya mengangguk. Shelli memeluk lagi putranya. Kali ini lebih erat. Shelli tengah mengutarakan perasaan syukurnya karena telah di berikan kesempatan bertemu putranya. Di beri kesempatan untuk bisa merawat putranya.

"Bu."

"Ya, nak?" Sahut Shelli berusaha menahan air matanya yang ingin jatuh. Teringat saat pertama Mario datang ke panti. Shelli tidak bisa menyembunyikan tangis harunya. Tangis haru yang berujung pada tangis kesakitan saat mendapati banyaknya luka di sekujur tubuh putra satu-satunya. Hati Shelli hancur. Sangat hancur. Hati seorang ibu mana yang tidak hancur mengetahui anaknya di siksa seperti ini? Hal itu, membuat kebencian Shelli pada mantan suaminya semakin meluap. Mereka memang belum bercerai, tapi secara agama mereka sudah tidak bisa di katakan sebagai suami istri lagi.

"Jangan sedih." Kata Mario membalas pelukan sang mama lebih erat lagi. Seolah hanya di sanalah dia bisa menemukan perlindungan.

"Iya. Ibu nggak sedih kok. Ibu cuma bahagia karena ada kamu di sini sekarang."

Tanpa mereka tahu, dua pasang mata jernih menatap ke arah ibu dan anak yang sedang berpelukan. Tatapan itu terlihat polos. Tapi, tidak ada yang tahu apa yang saat ini di pikirkan oleh anak itu.

❤❤❤❤❤❤

Ify langsung meletakkan ponselnya di dalam laci nakas. Dia, masih belum bisa terlalu lama melihat Rio. Belum bisa bertemu dengan suaminya. Karena setiap kali melihat wajah Rio, bayangan tentang Rio menyentuh bahkan berciuman dengan perempuan lain langsung menyerang pikirannya. Dan Ify tidak sanggup jika terus-terusan melihat bayangan itu dalam benaknya.

Ify percaya pada Rio. Ify juga yakin Arya pasti melakukan sesuatu pada Rio, sehingga suaminya bisa seperti itu. Tapi, semua hal itu tidak cukup membuat Ify bisa melupakan apa yang sudah di lihatnya. Dan perasaan ini jauh lebih menyakitkan di banding jika dia salah paham. Karena jika memang Ify hanya salah paham, luka itu akan sembuh saat dia mendengar penjelasan suaminya. Tapi ini, Ify mengerti. Sangat mengerti, namun dia tidak sekuat itu untuk melupakan apa yang sudah terjadi.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang