4. Jealous?

2.9K 212 55
                                    

Rio mengingkari janjinya. Janji untuk menemani Ify seharian penuh itu terpaksa batal karena Rio harus pergi ke Jepang bersama sang papa. Guna mengunjungi salah perusahaan mereka yang ada di sana. Sekalian memperkenalkan Rio sebagai satu-satunya penerus yang akan memimpin WJ group kelak.

Ify memberi ijin Rio tanpa adanya drama di antara mereka. Seperti misalnya Ify marah atau merajuk pada kekasihnya itu karena sudah membatalkan janji seenaknya. Itu tidak Ify lakukan karena sehari sebelumnya Rio sudah berhasil membuat perasaannya membaik. Jika sabtu kemarin Ify tidak melihat sosok Rio pagi hari di rumahnya, mungkin drama merajuknya pasti akan lebih drama. Terlebih sikap Ify yang sebenarnya gampang sekali terbawa emosi jika Rio selalu menyepelekan dirinya. Dan jangan lupakan juga hal yang paling Ify benci ketika Rio pergi keluar kota atau keluar negeri. Entah berapa lama Rio pergi, mau satu hari atau satu minggu, satu kali telepon, satu pesanpun tidak Ify dapatkan jika bukan dia sendiri yang berniat menghubungi Rio. Ya, secuek itu sikap Rio. Tidak mengerti jika Ify setiap detiknya menunggu bagaimana kabar pemuda itu yang jauh dari jangkaunnya.

"Itu bibir lama-lama bisa kakak kuncir dek. Panjang bener, manyun mulu daritadi. Nggak seneng ceritanya kakak ajak makan di sini?"

Ify berdecak, kemudian menghela. Memasukkan ponselnya ke dalam sling bag. Setelah dari tadi berpikir, Ify memutuskan untuk tidak menghubungi Rio terlebih dahulu. " Bukannya nggak seneng kak, gue tuh lagi kesel aja sama Rio."

"Kesel kenapa lagi, bukannya kemarin udah baikan, ya?" Tanya Rio mengamati ekspresi Ify yang memang tampak mendung. Bukan baru ini sebenarnya Gabriel melihat kegelisahan adiknya. Meski di tutupi dengan mulutnya yang ngomel terus sepanjang waktu. Di rumah, Ify tak hentinya mengomelinya dengan wajah jutek abis. Entah Gabriel yang jorok karena makan kripik hingga membuat karpet di ruang santai menjadi kotor. Atau Gabriel yang habis makan piring kotornya tidak si cuci. Padahal biasanya, Ify tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Pokoknya seharian tadi, apapun yang Gabriel lakukan selalu salah di mata sang adik.

Karena itulah, malam harinya Gabriel berinisiatif mengajak Ify pergi keluar. Sekedar makan dan nongkrong di cafe purnama. Yang letaknya tak jauh dari komplek perumahan mereka. Cafe ini termasuk baru dan memang di khususkan untuk para anak muda.

"Ya abis, Rio gitu sih, kak. Masa dari dulu nggak pernah berubah. Dari awal pacaran sampai sekarang sikapnya masih gitu-gitu aja. Cueknya itu lho kebangetan banget!" Cerita Ify mengungkapkan kedongkolan hatinya.

"Sibuk kali dia, dek."

"Halah masa cuma semenit doang ngasih kabar aja nggak sempet."

"Ya udah sabar aja."

Kurang sabar apalagi coba Ify ini? Udahlah percuma curhat ke Gabriel. Karena pasti tidak akan  membuat Ify menemukan jawaban.

"Oh ya, kerjaan lo gimana? Nyaman nggak di sana?" Ify bertanya. Mengalihkan topik seraya menyuap lagi pastanya yang tinggal setengah. Sementara makanan dan minuman Gabriel sudah habis daritadi.

Gabriel mengangguk, seraya meraih gelas Ify yang masih terisi penuh, ice lemon tea. "Lumayan, masih menyesuaikan diri sih."

"Kenapa nggak coba ngelamar di perusahaan Rio aja, kak? Kali aja cocok." Entah sedang bersama Rio ataupun Gabriel, Ify memang selalu menjadi wartawan dadakan. Pasalnya, kedua orang itu memang jarang suka berbicara. Hanya saja, kalau kakaknya memang harus di pancing baru bisa di ajak ngobrol. Beda hal dengan Rio yang walau Ify sudah mengeluarkan seluruh kosa kata dalam KBBI pun Rio hanya akan memjawab dengan satu kata sederhana. Itu pun masih lebih baik daripada hanya sebuah tatapan yang kadang di tujukan Rio untuk menanggapi Ify.

Gabriel tersenyum tipis sambil menggeleng. "Nggak nyaman rasanya kalau kerja sama temen dek."

Ify mengangguk setuju, mulutnya penuh dengan pasta dan terus mengunyah. Terlihat lucu sekali dia kalau seperti itu. "Kenapa ketawa, lu?" Tanyanya melihat Gabriel terkekeh.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang