34. Shocked

1.9K 155 69
                                    

Jika sebelumnya Ify duduk di sofa saat Rio tengah di periksa oleh Andin, maka lain halnya sekarang. Dengan setia Ify berdiri di kiri tepat di seberang Andin yang tampak serius melihat dua luka di perut Rio secara bergantian. Terlalu serius sampai matanya itu mau keluar saja. Ify jadi ragu jika Andin sebenarnya tidak begitu memperhatikan luka Rio melainkan perut kekasihnya yang Ify akui terlihat seksi itu. Segera Ify menggeleng. Menghapus pikirannya yang super aneh itu. Sabar, Fy. Tidak boleh suudzdon.

"Seminggu lagi lo kontrol ya, buat lepas jahitannya." Kata Andin tersenyum manis pada Rio. Hanya pada Rio dan tak sedikitpun menoleh ke arah Ify.

"Udah nggak sakit kan kalau gerak?" Tanya Andin setelah menulis sesuatu. Dan mendapat anggukan dari Rio, membuat Andin tersenyum lagi.

"Suster duluan saja. Saya masih ada keperluan sedikit di sini." Perawat itupun mengangguk kemudian keluar dengan membawa semua peralatan yang ada.

Ify jelas mendengar hal itu. Keperluan apa? Jangan-jangan Andin berusaha mendekati Rio. Di depannya gitu? Wah nantangin. Tentu saja Ify tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Yo, boleh gue ngobrol sama lo. Berdua." Ujung mata Andin melirik pada sosok Ify yang mengernyit. Berani sekali wanita ini mengusirnya.

"Nggak boleh berduaan. Bukan mahram. Dosa!" Sahut Ify sedikit menyentak karena Ify memang paling anti jika harus bersikap sok baik pada orang yang tak di sukainya.

"Lantas kalian?" Balas Andin pura-pura bingung.

"Kita kenapa?" Ify langsung duduk di samping Rio seraya mengamit lengan pemuda itu. Membuat Andin membulat kaget akan tindakan seorang gadis yang menurutnya masih sangat bocah itu.

"Sebentar lagi juga jadi mahram. Tenang aja nanti setelah kita jadi suami istri bakalan ibadah terus biar banyak dapet pahala."

Andin menatap Ify tak percaya. "Lo tuh masih kecil. Ngomongannya gitu banget." Andin menatap Ify seolah Ify adalah makhluk yang paling menjijikan.

Sedangkan Rio reflek menutup matanya sesaat. Dia tidak mempermasalahkan apapun yang Ify lakukan sekarang. Hanya saja, kenapa harus berkata seperti itu?

"Gitu banget gimana? Lho emang bener, kan? Gue pernah denger kalau suami istri saling natap kayak gini aja bisa dapet pahala." Sahut Ify santai seraya menatap Rio dengan senyum manis andalannya. Sementara Rio reflek mencubit hidung Ify sambil terkekeh pelan. Merasa bersalah karena menuduh pikiran Ify yang selalu iya-iya. Andin melengos melihat itu.

"Terus pegangan tangan gini juga dapet pahala." Ify mengangkat tangan kanannya yang sudah ia tautkan dengan jemari Rio.

"Ah apalagi gini. Makin banyak deh pahalanya." Ify mencium punggung tangan Rio.

"Tapi bukannya kalau pacaran itu malah jadi dosa?" Tanya Andin sinis.

Ify mendengarnya langsung manyun. Dia mengangguk sambil menatap Rio yang menaikkan sebelah alisnya.

"Tuh denger mas. Makanya ayo cepet halalin aku. Biar dosa kita nggak makin menggunung." Ify lantas melepas tangan Rio dan menengadahkan tangannya. Jujur saja ucapan Andin itu memang benar. Dan Ify tahu akan hal itu. Makanya dia tidak mengelak. Lalu dengan segenap hati Ify memanjatkan doanya.

"Ya Allah ampuni Ify dan mas Rio, ya? Kita janji kita pasti nikah secepatnya. Dan semoga setelah kita menikah, engkau menghapus semua dosa kami ya Allah. Amin amin ya robbal alamain!" Ify membasuh wajahnya lalu tersenyum menatap Rio dan beralih ke Andin yang hanya bisa bengong melihat tingkahnya. Lain halnya dengan Rio yang tersenyum kecil seraya mengaminkan dalam hati. Ya Allah ada-ada saja tingkah gadisnya ini.

"Jadi gimana mas kapan kita nikah?" Iseng Ify bertanya guna memberitahu pada Andin bahwa hubungannya dengan Rio tidak main-main.

"Minggu depan." Jawab Rio seadanya. Tentu saja Rio masih ingat kapan rencana pernikahan mereka akan di laksanakan. Selain itu, Rio juga tahu bahwa hari ini undangan pernikahan mereka tengah di sebar ke berbagai alamat yang sudah di tentukan.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang