9. MARIO 2

1.1K 109 54
                                    

"Beneran?" Ify menatap suaminya tak percaya.

Rio yang sudah tahu reaksi Ify akan seperti ini, mengembangkan  senyum tipisnya. Lalu mengangguk memberikan jawaban seraya mencium tangan Ify yang sedari tadi di genggamnya.

"Tapi emang mas nggak kerja?" tanya Ify menampilkan wajah seriusnya. Jujur saja dia senang rencana Rio yang mempersiapkan liburan ini untuknya. Tapi, Ify juga tidak ingin menganggu pekerjaan suaminya.

Rio baru ingin menjawab keresehan Ify, tapi terpotong oleh ponselnya yang bergetar di atas meja.

"Bentar." Kata Rio meraih ponselnya. Ify yang mengerti seketika begerak turun dari pangkuan Rio. Tapi Rio  langsung menahannya hingga membuat Ify tersenyum geli lalu menyandarkan kepalanya di bahu suaminya yang lebar itu. Nyaman sekali rasa. Di tambah dengan satu tangan Rio yang kini mengusap lembut punggungnya.

Rio sontak menoleh ketika merasakan Ify tiba-tiba mencium pipinya. Membuat pandangan mereka bertemu dengan jarak yang sangat dekat. Ify tersenyum manis sementara Rio tetap menampilkan wajah datarnya. Masih berusaha fokus mendengar Obiet yang berbicara di seberang telepon Rio mengalihkan pandangannya dari Ify. Membuat Ify gemas dan mencium pipi Rio lagi. 

"Mas." Lirih Ify kaget hampir memekik karena tangan Rio bergerak nakal masuk ke dalam bajunya. Merasa menang, Rio tersenyum miring tanpa menoleh.

"Ya udah. Lo atur aja. Jangan lupa cari-" Rio terdiam sebentar saat teringat sesuatu. Tapi kemudian menggeleng pelan. "Gue pulang nanti. Penggantinya udah ada."

Rio lantas mematikan ponselnya lalu meletakkannya lagi di atas meja. Dan kini, perhatian Rio, seluruhnya tertuju pada Ify. Dengan satu gerakan, Rio mengangkat tubuh Ify dalam gendongannya. Lalu berjalan menuju tempat tidur mereka.

"Mas. Aku mau nanya." Kalimat Ify menghentikan Rio yang baru saja ingin mencium leher Ify. Tanpa mengubah posisi, Rio mengangkat wajahnya menatap Ify yang berada di bawahnya.

"Tanya apa?"

"Soal orang yang nusuk aku."

Wajah Rio sontak mengeras. Tapi Rio berusaha tenang dengan menampilkan wajah datarnya.

"Kenapa?" Rio bertanya dengan lembut. "Ada yang ganggu pikiran kamu tentang itu?"

Ify mengangguk pelan.

"Apa?" Tanya Rio tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya.

"Udah ketangkep sama polisi tapi kenapa sampai sekarang aku nggak di mintai keterangan? Ya, maksud aku buat mastiin kalau orang itu beneran yang nyelakai aku."

Rio menatap Ify lembut. Menikmati wajah cantik istrinya yang selalu berhasil menenangkan hatinya. Peralahan Rio mendekatkan wajahnya lalu mencium kening Ify, kemudian turun ke hidung dan berakhir di bibir Ify. "Nggak perlu," ucapnya kemudian.

"Dia sendiri udah ngakuin kesalahannya. Jadi, kamu nggak perlu mikirin lagi soal itu. Dan mas juga nggak akan biarin kamu buat ketemu dia lagi."

"Tapi mas, sebenernya ada hal yang aneh waktu itu."

Kali ini Rio tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya yang terkejut. "Aneh gimana?" tanyanya cemas.

"Waktu dia nusuk aku, dia kayak lagi ngomong sama orang. Tapi ngomong apa nggak terlalu jelas." Ify tampak berusaha berpikir keras untuk mengingat. Tapi tidak berhasil sama sekali karena hal itu justru membuatnya ingat saat perutnya merasakan sakit yang luar biasa.

"Udah." Rio mengusap kepala Ify dengan sayang. "Nggak usah kamu pikirin. Toh dia udah di tangkap. Jadi, nggak ada yang perlu kamu khawtirin lagi. Oke?"

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang