33. MARIO 2

791 108 120
                                    

PLAK

Deva langsung memegang pipinya dan menatap Ify kaget. Mengabaikan rasa perih di sana. Karena saat ini Deva jauh lebih ingin tahu kenapa Ify tiba-tiba menamparnya. Awalnya Deva merasa aneh karena Ify tiba-tiba menghubunginya dan meminta untuk bertemu di tempat ini. Di rooftop cafe yang letaknya tepat di sebelah kampus. Tidak ada orang di sini, dan itu menandakan ada hal penting yang ingin Ify sampaikan. But, kenapa Ify menamparnya?

"Kaget kenapa gue tiba-tiba nampar lo?" tanya Ify menatap Deva tajam.

Deva yang merasa ini adalah hal serius, dia hanya mengangguk lalu menurunkan tangan dari wajahnya. Dia menatap Ify dengan sorot mata bingung tapi terlihat serius.

"Ini-" Ify menunjukkan sesuatu di ponselnya. Deva langsung menatap itu dan detik berikutnya, Deva tekejut lalu menatap Ify panik.

"Maksud lo apa ngelakuin ini semua sama gue?" tanya Ify pelan tampak berusaha sabar.

"Fy gue bisa jelasin. Lo deng-"

Ify menganga tak percaya. Dia berharap Deva akan mengelak tapi ternyata. "Jadi ini beneran lo? Lo-" Ify perlahan melangkah mundur.

"Bukan gitu, Fy." Deva mulai bingung harus bicara apa.

"Awalnya gue ngerasa aneh tiba-tiba lo pindah. Dan lo inget? Setelah gue pikir-pikir, di hari pertama lo masuk kampus ini, gue dapet pesan dari seseorang yang mencurigakan. Lalu, waktu gue keluar kelas buat ngejar orang itu, tiba-tiba lo muncul, bahkan waktu mas Rio celaka dan di bawa ke rumah sakit, gue nggak sengaja lihat lo di sana-"

"Fy, beneran gue bisa jelas-"

"Dan ini-" Ify menunjukkan sebuah foto yang menjadi gambar profil di nomor whatsapp yang ia kenal. Nomor yang selama ini menerornya. "Gue tahu gambar di foto ini, cuma lo dan gue yang tahu." Ify mulai menangis karena tidak menyangka Deva melakukan semua hal ini. Dari tadi Ify berusaha denial akan semua pikiran buruknya tentang Deva. Tapi saat melihat bagaimana ekspresi Deva sekarang, keraguan Ify seakan terasa sia-sia. Tidak seharusnya dia mempercayai Deva. Tapi, meski kenyataannya seperti ini, Ify masih berharap bahwa Deva bukanlah pelakunya.

"Deva-" Ify menunduk kemudian menggeleng sambil menangis. Dia masih sulit menerima hal ini. Sangat sulit sekali.

"Dan yang paling buat gue nggak percaya lo udah ngebunuh orang, Deva." Lirih Ify bergetar.

"Gue bener-bener nggak nyangka Deva. Kenapa lo jadi gini? Apa tujuan lo sebenernya? Kenapa lo harus libatin Marsya Deva? Dan kenapa lo harus sampai bunuh orang?!"

"Fy, lo tenang dulu makanya biar gue jelasin semuanya! Kalau gue pelakunya nggak mung-"

"Jelasin apa? Jelasin secara rinci gimana lo bisa jadi sejahat ini?" Ify menangis tergugu. Dia masih tidak terima sahabat yang selama ini ia kenal sangat baik ternyata adalah seorang monster.

"Lo beneran Deva sahabat gue bukan, sih? Lo tuh sebenernya seperti apa, Deva? Apa selama ini lo cuma pura-pura baik sama gue? Heh? Gue salah apa sama lo? Dan Mas Rio-" Ify menghapus air matanya kemudian pandangannya menajam.

"Kenapa lo mau nyelakai dia? Kenapa, Deva? Kenapa?" Ify menangis lagi. Teringat ketika Deva yang selalu ada untuknya. Selalu menemaninya dan menjadi penenang tanpa dia harus mencurahkan segala perasaannya. Lalu teringat ketika dia tahu tentang perasaan Deva selama ini padanya. Teringat bagaimana saat dulu Deva pernah menemaninya berlari di tengah lapangan upacara karena terlambat.

Deva meringis merasakan perih di hatinya melihat sikap Ify. Perasaannya sakit karena penilaian buruk Ify tentangnya saat ini. Tapi di banding semua itu, Deva lebih terluka karena dia membuat Ify menangis. Untuk pertama kalinya Deva menjadi penyebab Ify menangis. Dia melukai Ify. Dia gagal melindungi Ify.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang