35. Deep Talk

2.5K 149 44
                                    

Mungkin terdengar berlebihan tentang apa yang Rio lakukan. Tapi, Rio sama sekali tidak peduli. Dia hanya tidak ingin kecolongan seperti halnya Angel kemarin. Rio tidak ingin jika sesuatu yang buruk terjadi pada Ify karena dia telat dalam bertindak. Untuk masalah Dea saja, Rio sudah turun tangan. Dengan cara, memberinya modal usaha dan menyuruh salah satu karyawannya untuk membimbing gadis itu.

Tujuannya, agar Dea tidak lagi menyalahkan atau mengusik hidup Ify. Membuat gadis itu sibuk bekeja agar lupa akan segala permasalahannya.

"Wey santai dong!" Seru Ify kaget. Dia hampir saja kejengkang ke belakang jika tidak segera menguasai diri. Andin tiba-tiba berlari keluar hingga tak sengaja menabrak bahunya karena terburu-buru.

"Mas apain anak orang. Kenapa nangis gitu? Ah mas tolak, ya?"

Rio tak menjawab. Memilih berjalan ke arah sofa lalu duduk di sana dengan mata tak lepas dari i-padnya.

"Kerja teros! Haus dah gue jadinya." Sindir Ify duduk samping Rio. Mengintip apa yang menarik di mata Rio saat ini di banding dirinya. Kepala Ify pusing karena hanya ada kurva beserta angka dan kata-kata yang sama sekali tak ia mengerti.

"Mau minum apa?" Tanya Rio menoleh sekilas yang langsung membuat Ify cengo.

"Haus belaian, mas." Bisiknya mendekat kemudian tertawa. Sementara Rio diam di tempatnya yang tanpa sadar menahan nafas. Gadisnya ini benar-benar. Tak mau menanggapi agar imannya tetap kuat Rio berusaha fokus melihat laporan dari salah satu karyawannya. Tentang pejualan produk bulan ini ternyata mengalami cukup peningkatan.

"Hih di cuekin." Dumel Ify meraih ponselnya dan berniat untuk menonton lagi. Setelah dapat, Ify segera mengubah posisinya.

"Jangan di biasain nonton sambil tidur." Peringat Rio menepuk pelan kening Ify yang saat ini merebahkan kepala di pahanya.

Ify manyun menatap Rio sengit lalu bangun. Dia beranjak dari tempatnya lalu duduk di single sofa seberang Rio.

"Kenapa pindah?" tanya Rio merasakan Ify sudah tak ada di sampingnya.

Ify ingin menjawab dengan merajuk manja. Tapi niat itu terurung karena ternyata Rio tidak sedikitpun menatap ke arahnya. "Nggak enak banget ya ternyata. Selain di duain sama cewek di duain juga sama pekerjaan. Huh! Sabar Fy sabar."

Rio mendongak. Tentu saja dia harus bereaksi. Di duain sama cewek gimana maksudnya? "Kapan mas duain kamu?"

"Itu tadi!" Seru Ify menurunkan kedua kakinya dari atas sofa. "Mas nggak mikir apa kalau tadi aku sempet salah paham lihat kalian berdua deket-deketan gitu?" lanjutnya menggebu. Bahkan Ify rasanya ingin sekali menampol bibir Rio yang kini tersenyum miring. Tampol pake bibir maksudnya. Eh, gimana?

"Masih salah paham?" tanya Rio santai lalu fokus lagi menatap i-padnya. "Mas cuma bahas soal kerjaan tadi." Lanjutnya tanpa menoleh.

Ify meniup menghembuskan nafas kasar. "Nggak! Ngapain aku salah paham. Yang ada dia entar besar kepala aku cemburuin. Sorry-sorry aja, ya!" Padahal dalam hati, Ify sangat penasaran sebenarnya apa yang mereka bahas tadi.

"Lagian tadi aku lihat dia nangis pasti karena mas tolak, kan?" tebaknya percaya diri.

"Yaudah." Tanggap Rio tenang. Sudah sampai di situ saja Rio bicara. Yang kini berganti memeriksa email dari Obiet. Ada banyak yang memang harus Rio kerjakan sebelum menikah. Supaya nanti saat mereka sudah menikah, Rio tidak akan lagi pusing dengan pekerjaannya.

"Ih mas nggak peka banget, sih? Nggak peka apa pura-pura nggak peka?"

Rio menghela lalu mendongak. Menatap Ify yang sudah berdiri berkacak pinggang. Mukanya dalam mode galak tapi tetap lucu di matanya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang