Beberapa saat sebelum Nico meninggal
Nico meletakkan ponselnya dengan sembarang di sampingnya duduk. Dia baru saja menghubungi petugas kebersihan langganannya untuk datang besok. Karena keadaan apartemennya sudah sangat berantakan. Dan Nico malas untuk membereskannya sendiri.
Sejak sampai di Indonesia kemarin, Nico belum keluar dari apartemennya. Nico juga tidak memesan makanan dari luar. Karena dia di larang dan semua kebutuhannya sudah di penuhi oleh seseorang.
Nico menoleh. Layar ponselnya menyala dengan menampilkan nama yang dia kenal. Nico lantas menegakkan duduknya lalu meraih ponselnya untuk ia angkat.
"Ya, halo." Sahut Nico lalu berjalan menuju ke dalam kamarnya. Melanjutkan pembicaraannya dengan orang yang baru saja menelponnya.
Selang dua puluh menit, Nico keluar kamar karena mendengar bell pintu apartemennya berbunyi.
"Thanks." Kata Nico santai lalu menerima sebungkus plastik berisi makanan dari orang yang kini di hadapannya.
"Mau masuk?" tanya Nico dan di angguki orang itu.
Nico masuk terlebih dahulu kemudian di susul orang itu. Nico berjalan ke arah dapur untuk menyiapkan makanannya. Sementara orang itu berjalan pelan seraya mengamati keadaan apartemen ini.
"Nico." Panggil orang itu. Suaranya pelan, bahkan tak ada nada emosi di sana. Tapi terdengar cukup menyeramkan. Terlebih orang itu tak lama tersenyum miring.
"Ya." Nico menoleh gugup.
"Gue tahu dan selalu tahu."
Gerakan Nico yang ingin menyuap nasi gorengnya terhenti. Lalu meneguk ludahnya menatap orang itu waspada.
"Gu-gue bisa jelasin soal itu." Nico berusaha tenang dan memaksakan senyumnya. Perutnya yang sedari tadi lapar kini mendadak terisi penuh dan membuatnya kenyang.
Orang itu terkekeh menatap Nico. Tersenyum kecil yang terlihat sedikit menyeramkan karena tatapan orang itu perlahan menajam setiap detiknya. "Oke. Gue tunggu penjelasan lo." Dia mengangguk santai.
"Makan aja." Suruhnya kemudian seraya berjalan mendekat. Kedua tangannya ia masukkan dalam saku hodie. Orang itu terlihat mengambil sesuatu di dalam sana.
Nico menyadari hal itu. Karena tatapannya sesekali mengarah pada orang itu dengan perasaan gelisah dan waspada. Nico hanya berpura-pura menunduk mengaduk makanannya dengan asal. Seperti ada bom dalam jantung Nico yang setiap detiknya berbunyi. Seiring dengan orang itu pula berjalan mendekat ke arahnya. Kedua mata Nico bergerak tak tentu. Kedua kakinya yang gemetar ingin ia gerakkan untuk segera bangkit dari duduknya.
"Ini."
Dan saat itu, Nico menghela lega. Nafas yang sedari tadi ia tahan langsung ia keluarkan begitu saja sehingga membuatnya sedikit tersenggal. Nico menatap serbuk kesukaannya yang terbungkus dalam plastik kecil. Serbuk yang di kenal banyak orang dengan sebutan narkoba. Seakan melihat berlian, Nico tersenyum senang lalu menatap orang itu.
"Thanks. Thanks banget." Nico tertawa senang menatap barang haram tersebut. Dan dia sudah tidak sabar untuk memakainya.
"Oke." Orang itu mengangguk saja. Lalu menatap jam di tangannya yang baru menunjukkan pukul dua belas malam.
"Lanjutin makannya." Kata orang itu lalu berjalan menuju sofa untuk duduk di sana. Dengan tenang orang itu menyalakan TV untuk menonton drama kesukaannya. Ah bukan, tapi kesukaan gadisnya.
❤❤❤❤❤❤
Rio menatap Ify yang masih memejamkan matanya. Ify sudah di pindahkan ke ruang inap setelah tadi mendapat penanganan di UGD. Rio bersyukur tidak terjadi apa-apa pada Ify. Keadaan kandungan Ify juga dalam keadaan baik-baik saja. Kata dokter, Ify hanya kelelahan dan terlalu banyak pikiran. Dokter menyarankan agar Ify bisa istirahat total. Juga menyarankan Rio untuk membuat istrinya tenang. Karena dalam keadaan Ify yang tengah hamil muda seperti ini, sangat bahaya untuk keadaan janin dalam kandungan Ify jika ibunya terlalu stres.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...