Rio dan Ify sudah berada di rumah orang tua mereka. Dalam keadaan Ify yang masih marah pada Rio. Ify mendiami Rio sejak mereka masih di apartemen hingga Rio pamit ke kantor pun Ify tidak menanggapi dan hanya menampilkan wajah datarnya.
Rio sebenarnya tidak ingin ke kantor, tapi hari ini ada rapat dengan para pemegang saham. Dan kehadiran Rio sebagai direktur utama, tentu sangatlah penting. Karena itu, Rio terpaksa meninggalkan Ify di rumah orang tuanya. Ah tidak juga karena Ify memaksakan diri untuk berangkat kuliah tadi. Membuat pikiran Rio terpecah sedari tadi.
Rio baru saja selesai rapat. Setelah ini ternyata Rio ada meeting dengan perusahaan furnitur yang sudah lama bekerja saja sama dengan perusahannya.
"Ajeng, tolong atur ulang jadwal pertemuan saya dengan pihak Aiki." Kata Rio pada Ajeng lewat sambungan telepon di meja kerjanya.
"Baik, pak."
"Dan kosongkan jadwal hari ini hingga besok. Atur ulang semua jadwal pertemuan saya dengan client penting."
"Baik pak Mario. Tapi kalau boleh saya tahu pak Mario kenapa besok nggak kerja?"
Rio mengernyit, "Saya rasa ini bukan lingkaran kamu untuk bertanya. Tapi, kalau kamu sangat penasaran akan saya beri tahu-" Rio diam sesaat dengan wajahnya yang tenang, datar dan tidak bersahabat. "Saya ingin menjaga dan menemani istri saya."
"Isrti bapak kenapa? Sakit?"
"Ajeng, apakah saya harus berbicara kasar padamu mengenai hal ini?"
"Maksud pak Mario?"
"Kamu bukan orang penting yang harus tahu tentang kehidupan pribadi saya."
"I-iya pak. Maaf kalau saya lancang."
Tanpa kata Rio langsung menutup teleponnya. Dia menghela panjang. Rio berusaha meredam emosinya. Karena sejak kehadiran Ajeng membuat Ify menangis seperti tadi, Rio tidak bisa bersikap baik pada adik pantinya itu. Sedang di sisi lain, Rio merasa bersalah karena kehidupan Ajeng yang ternyata berjalan tidak baik. Dia tidak mungkin bersikap kasar dan juga tidak peduli pada anak yang dulu di rawat oleh ibunya. Yang itu berarti ibunya menyayangi Ajeng seperti anaknya sendiri. Begitu pula yang harus Rio lakukan. Tidak hanya pada Ajeng, tapi semua anak yang pernah tinggal di panti dulu. Hanya saja, yang bertemu dengan Rio saat ini adalah Ajeng.
Rio mengusap wajahnya. Tidak ingin hanyut lagi dalam pikirannya yang semakin rumit. Karena ada hal penting yang harus ia lakukan sekarang. Rio bangkit dari duduknya seraya menyimpan ponsel lalu berjalan keluar.
"Pak Mario, maaf." Ajeng muncul tepat di depan Rio ketika dia baru saja menutup pintu.
"Bagaimana?" Tanggap Rio tak mengerti.
"Maaf soal tadi pagi. Karena saya pak Mario dan-"
"Sudah jangan di bahas. Kamu bekerja saja sekarang dan jangan-"
"Jangan marah, pak. Saya bener-bener minta maaf." Pinta Ajeng memelas. Luka di wajahnya tak terlihat saat ini karena tertutup oleh make up.
Rio menarik nafas panjang. "Saya tidak marah. Dan lanjutkan pekerjaanmu sekarang."
Ajeng mengangguk kaku. Sementara Rio melanjutkan langkahnya menuju ke dalam lift. Dia akan bertemu dengan Marshell sekarang. Rencananya Marshell akan menemani Rio untuk melihat dan memeriksa apartemen Nico. Siapa tahu Rio bisa menemukan petunjuk yang terlewatkan oleh pihak kepolisian.
Tapi Rio yang baru saja ingin melangkahkan kakinya seketika terhenti. Dengan posisi Ajeng tiba-tiba menempel di tubuhnya. Dengan cepat Rio mendorong kedua bahu Ajeng agar menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...