59. MARIO 2

1.1K 128 163
                                    

"Aku sebel deh sama, mas."

Rio menaikkan sebelah alisnya bingung. Sedang kedua tangannya sibuk memasukkan lagi kartu ke dalam dompetnya. "Kenapa?" tanyanya seraya menyerahkan dompetnya pada Ify. Mereka baru saja membeli tiket untuk nonton. Mendadak tadi habis makan malam Ify minta pergi ke mall dan ingin nonton di bioskop.

Dan hari ini adalah tepat dua minggu setelah Meisya meninggal. Marsya semakin hari semakin dekat dan lengket dengan Marshell. Walaupun masih sering manja pada Rio dan Ify, tapi karena usaha Marshell yang terus mendekati Marsya, membuat gadis kecil itu mulai nyaman dengan Marshell. Bahkan sering mencari Papi Asel ketika Marshell belum pulang kerja. Dan hal itu membuat Ify lega, karena secara tidak langsung, kehadiran Marsya menjadi obat untuk luka Marshell yang mungkin masih sulit untuk di sembuhkan.

Ify menerima dompet Rio kemudian ia masukkan dalam tasnya. "Abisnya mbak petugas tiketnya daritadi lihatin mas terus. Aku nggak suka."

Rio tersenyum kecil. Lalu merangkul bahu Ify dan mencium keningnya. "Kenapa nggak kamu marahin aja tadi, hm?" menggesekkan hidungnya di pelilpis Ify.

"Masalahnya hampir semua cewek di sini lihatin mas. Masa aku marahin mereka semua. Yang ada aku di kira orang gila."

Rio terkekeh seraya melangkah dengan Ify yang masih di rangkulnya. "Ya udah sih. Biarin aja kalau gitu. Yang penting kan mas cuma lihat kamu bukan mereka."

"Nggak mempan mas aku sedang tidak ingin mendengar rayuanmu." Tanggap Ify dramatis. Kemudian duduk lebih dulu di kursi tunggu. Tepat di depan teater yang menjadi tempatnya menonton nanti.

Rio duduk di samping Ify. Lalu mengusap kepala istrinya dengan sayang. "Oke." Mengalah adalah hal yang harus Rio lakukan.

"Kok oke?" Ify protes lagi. Dia bahkan memukul lengan Rio yang baru saja memeriksa email lewat ponselnya.

"Terus?" Rio menatap Ify bingung.

"Rayu lagi dong sampe aku luluh terus nggak kesel lagi."

"Katanya tadi nggak mau di rayu." Semakin bingung.

"Namanya cewek tuh lain di mulut lain di hati, mas."

Rio mulai tersenyum kecil lalu menyundul kening Ify dengan keningnya. "Kok ribet, ya?"

"Kalau nggak mau ribet hidup aja sendiri!" ketus Ify bersedekap tak mau menatap Rio. "Mas gitu nggak sayang lagi sama aku.

"Hm keluar deh kalimat ajaibnya." Keluh Rio lalu menyimpan ponselnya di saku jaketnya bagian dalam.

"Lagian kamu nggak mau beli yang VIP kan bisa langsung masuk dan lebih privacy."

"Mau ingetin mas aja kalau istrimu ini masih rakyat jelata." Jawab Ify dengan nada ketus.

Rio tersenyum geli lantas sedikit membungkuk. Memiringkan tubuhnya menghadap Ify. Seraya menekuk sikunya di atas paha, lalu menyangga dagu di kepalan tangannya. Kedua matanya tak lepas menatap Ify yang kini sedang merajuk.

"Mas sampai kapan lihatin aku terus gitu?" Ify melirik sinis.

"Sampai kamu nggak kesel lagi." Jawab Rio tenang. Tanpa sedikitpun menggerakkan kepalnya.

"Dek."

"Apa?" sewot Ify.

"Kamu sadar, nggak?"

"Sadar apa?"

"Kamu tambah gendut."

Ify langsung membulat dan memukul bahu Rio dengan tasnya. "Mas Rio nyebelin! Sebel! Ish mas tidur di luar aja nanti pokoknya!"

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang