"Gimana, kak?" Tanya Ella pada Marshell yang saat ini sedang berusaha menghubungi Rio. Mereka semua tengah berada di ruang tamu. Ella juga baru saja kembali ke dalam rumah setelah mengantar dokter yang tadi memeriksa keadaan Ify.
"Nggak di angkat." Jawab Marshell setelah tujuh kali berusaha menghubungi adiknya. Dia tidak tahu jika ponsel Rio tertinggal di dalam mobil.
Marvin sedang memeriksa cctv untuk melihat sejak kapan Rio pergi dari rumah. Rina duduk di sofa sambil memegang tangan Ify. Dia tak lepas menatap menantunya yang sejak tadi tidak mau bicara. Ah bukan, bukan tidak mau tapi tidak bisa. Bahkan Ify juga tidak mau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Setiap kali di tanya tentang Rio pergi kemana, Ify hanya menggeleng sambil menangis. Membuat semua tidak tega sekaligus bingung menanggapi situasi yang ada.
"Rio keluar sekitar jam sepuluh malam lebih. Kamu tahu dia pergi?" Marvin beralih dari ponselnya lalu menatap Ify. Tatapan yang terlihat menenangkan dan tidak menuntut.
Ify mengangguk untuk itu. Sedang air mata Rina mengalir lagi melihat reaksi Ify. Reaksi yang tidak seperti putrinya, putrinya yang selama ini banyak bicara.
"Dia bilang kemana mau pergi, nak?" Tanya Marvin lagi dan kali ini terdengar lebih lembut. Kedua matanya memerah karena tak tega melihat keadaan putrinya.
Dan kali ini Ify tampak ragu untuk menjawab. Rio memang mengatakan pergi kemana dan bertemu siapa. Tapi semua itu bohong! Rio membohonginya. Jadi, Ify harus menjawab bagaimana? Sedangkan Ify tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya terjadi. Dia memang kecewa pada Rio. Tapi juga tidak mau jika nama suaminya menjadi buruk di mata orang tua dan saudaranya.
"Cerita sayang, apa yang sebenarnya terjadi?" Bujuk Rina. "Apa yang buat kamu terkejut sampai jadi seperti ini?" Rina menatap Ify sedih. Teringat pada penjelasan dokter penyebab Ify tiba-tiba tidak bisa bicara.
Ify menggeleng pelan. Lalu menghapus air mata Rina. Meminta mamanya agar tidak menangis saat ini. Tapi itu tidak berhasil karena Rina justru semakin terisak melihat sikap putrinya.
"Gimana mama nggak sedih lihat kamu kayak gini." Tangis Rina kembali pecah. Hingga wajahnya menunduk dan menutupnya dengan kedua tangan.
Suara isakan Rina membuat semua yang ada menoleh. Marshell berhenti menghubungi Rio. Marvin menatap Rina yang kini duduk di seberangnya.
"Fy, ini semua karena kak Rio?" Ella berjalan mendekat dan duduk di sisi kiri Ify. Dia menatap Ify serius. Memperhatikan luka di wajah Ify yang tampak masih belum mengering. Keadaan Ify memang tidak ada yang tahu karena saat sampai di rumah tadi, Ify hanya di kamar.
"Ella! Apa maksud kamu? Rio nggak mungkin-"
Ify segera bertindak menatap Rina yang tampak marah. Dia menggeleng lalu beralih menatap Ella. Mencoba bicara tapi masih saja mulutnya yang terbuka. Akhirnya Ify menggeleng untuk menjelaskan Rio tidak akan pernah berbuat kasar padanya.
"Bukan, sayang. Luka di wajah Ify itu bukan karena kakakmu." Jelas Marvin yang memang sudah tahu kejadian di kantor tadi.
"Tapi lo jadi gini gara-gara kak Rio, kan?" Tuntut Ella. Kepalanya ingin sekali meledak karena terlalu bingung menghadapi situasi saat ini.
"Ella kamu keterlaluan! Kakakmu nggak mungkin setega itu!" Sentak Rina marah. Tidak terima jika putranya di tuduh seperti itu.
"Terus apa, ma?" Ella balas membentak sambil menangis. "Nggak mungkin Ify jadi kayak gini tanpa sebab." Suara Ella perlahan menghilang karena tertelan oleh isakannya sendiri.
"Dan cuma Kak Rio yang paling berpengaruh buat Ify!" Ella berusaha melanjutkan kalimatnya dengan lebih tajam. "Jawab, Fy! Jelasin ke kita gimana kak Rio nyakitin lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...