41. MARIO 2

952 123 162
                                    

"Mas, nanti siang aku ke kantor, ya?"

Rio yang baru saja selesai merapikan kemejanya berjalan mendekat. Lalu menyerahkan dasinya pada Ify. Dia lantas duduk di atas kasur seraya menarik pinggang Ify agar mendekat.

"Mau ngapain?" tanyanya mendongak.

Ify mulai memasangkan dasi di leher Rio. "Hari ini aku mau masak buat mas. Terus mau bawain mas makan siang."

Rio menggeleng tegas. "Mas aja nanti yang pulang."

Ify tak suka mendengar jawaban Rio. Membuat bibirnya mengerucut tanpa sadar. Melihat tingkah Ify yang seperti ini tentu tidak membuat Rio diam saja. Dia lantas memanjang lehernya kemudian mendaratkan kecupan singkat di bibir Ify.

"Mikir apa?" tanya Rio kemudian.

Ify mendengus lalu duduk di satu paha Rio. Tugasnya memasang dasi Rio sudah selesai.

CUP

"Satu sama." Kata Ify bangga. Puas karena berhasil membalas kecupan singkat Rio tadi.

Rio terkekeh. "Lagi aja, biar dua satu. Mas kalah nggak apa-apa," katanya.

"Ih mas Rio." Merajuk kesal. Tapi kekesalan itu tidak selaras dengan sikapnya yang kini justru melingkarkan kedua tangannya di bahu Rio. Bersambut Rio yang memeluk pinggangnya.

"Kenapa, hm?"

"Kenapa aku nggak boleh ke kantor? Mas takut ya kalau aku ketemu sama mbak Ajeng terus kita nanti berantem di sana."

Sudah Rio duga. Terlalu gemas dengan jalan pikiran Ify, Rio menyalurkan perasannya itu pada pipi Ify untuk di ciumnya. Rio sama sekali tidak berpikir ke arah sana. Karena toh dia sudah memecat Ajeng.

"Boleh, sayang. Boleh banget kalau kamu mau ke kantor. Ya udah, nanti mas jemput kalau kamu udah mau berang-"

"Ish aku kan mau nemuin mas kerja. Kalau gitu aku gangguin mas kerja dong." Potong Ify.

"Mas tahu, tapi mas nggak bisa biarin kamu pergi ke kantor sendiri, dek."

"Suruh Obiet aja yang jemput. Kalau mas masih ngerasa nggak aman, minta Obiet ajak mbak Fatma juga." Terang Ify semangat.

Baiklah, sepertinya Rio sudah tidak bisa menolak keinginan istrinya ini.

"Iya udah iya. Nanti siang biar Obiet yang jemput kamu. Tapi inget, ya? Jangan pernah jauh dari Fatma atau Obiet sebelum ketemu sama mas. Oke?"

Ify mengangguk patuh. "Iya mas ku sayang. Siap laksanakan!"

Rio mencium pipi Ify lagi. Dan Ify membalas dengan mengeratkan pelukannya.

"Mas Rio."

"Hm."

"Mas udah nggak sedih, kan?" tanya Ify. Pelan dan terdengar hati-hati sekali dia menanyakan hal itu.

"Nggak. Ada kamu. Mas nggak mungkin sedih lama-lama."

Ify tersenyum senang mendengar jawaban Rio. Sudah satu minggu berlalu sejak kematian Satria. Dan selama itu, Rio bolak-balik dari rumah ke rumah tinggal Satria mengurusi segala keperluan yang di butuhkan untuk acara tujuh hari mendoakan mendiang sang papa. Rio tidak mengajak Ify karena tidak mau sampai Ify kelelahan. Hanya saat acara saja Rio menjemput Ify kemudian berangkat bersama dengan semua keluarga.

Selama tujuh hari ini, Rio juga jarang mengajaknya bicara. Tapi, sikap Rio tidak sepenuhnya cuek pada Ify. Karena pada malam hari, Rio senantiasa memeluk istrinya saat tidur. Dan hari ini, Rio sudah mulai kembali bekerja. Sementara Ify masih tidak di ijinkan Rio untuk pergi ke kampus.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang