61. MARIO 2

1.2K 125 201
                                    

"Shilla."

Mereka sedang dalam perjalanan pulang. Pulang dari makan malam bersama Rio, Leon dan Alvin beserta pasangan masing-masing. Sekarang, Gabriel tengah mengendarai mobilnya dengan tujuan mengantar Shilla pulang. Tapi, entah kenapa Gabriel jadi enggan mengantar Shilla ke rumahnya. Bukan tidak mau mengantar. Melainkan Gabriel enggan berpisah dalam keadaan Shilla masih marah padanya. Marah yang sebenarnya, Gabriel merasa itu bukan salahnya.

Gabriel baru pertama kali menjalin hubungan dengan seorang perempuan. Jadi, dia belum tahu guys jika hukum mutlak bagi kaum adam yang akan selalu salah bagaimanapun kondisinya.

"Shilla." Gabriel berusaha memanggil lagi karena sejak selesai makan hingga keluar restoran dan bahkan sekarang, Shilla mendiaminya.

Karena masih tak mendapat sahutan, Gabriel menghela gusar. Kemudian mencari tempat untuk bisa menepikan mobilnya. Tapi karena sekarang dia lewat jalan tol, membuat Gabriel tidak akan bisa menepikan mobilnya sekarang. Jadi, Gabriel memutuskan untuk diam. Melalui perjalanan dalam keheningan. Terasa sangat aneh dan asing karena biasanya, Shilla selalu bercerita tentang segala hal. Membahas topik dunia maya yang mungkin sedang booming.

Gabriel tahu, intensitas mereka bertemu tidaklah banyak karena kesibukan masing-masing. Tapi, itu tidak menjadi masalah bagi Gabriel untuk keduanya bisa lebih saling mengenal. Karena kepribadian Shilla sebenarnya tidak jauh dari Ify, sang adik.

Gabriel menghela perlahan ketika sampai di depan area komplek perumahan Shilla. Gabriel tidak langsung masuk ke dalam area, tapi membelokkan mobilnya ke depan sebuah kios toko roti yang sudah tutup.

"Kita ngobrol dulu bentar."  Ucap Gabriel ketika melihat Shilla ingin mengajukan protes.

Shilla kembali menyandarkan punggungnya dan menatap keluar jendela. Entah apa yang gadis ini pikirkan, Gabriel sama sekali tidak tahu.

"Mau marah sampai kapan? Mau di selesein, nggak? Atau mau gini terus?" tanya Gabriel beruntun. Nada bicaranya terdengar tegas layaknya seorang ayah menginterogasi anaknya.

"Shilla."

Dan Gabriel langsung terhenyak, terdiam melihat Shilla mulai duduk tegak lalu menatapnya dengan wajah kesal.

"Kenapa?" tanya Gabriel was-was.

"Kak Gab tuh beneran nggak sih suka sama aku? Ah nggak harusnya bukan sekedar suka. Tapi gimana dengan sayang? Cinta? Gimana di antara tiga itu, coba kak Gab bilang udah sejauh mana perasaan kak Gab sama aku?"

Gabriel menatap Shilla bingung. Tidak mengerti kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu padanya. Dan kenapa pertanyaannya terdengar rumit sekali? Lebih rumit di banding ketika dia tengah membuat kerangka rumah.

"Bingung? Nggak bisa jawab? Itu artinya kak Gab nggak beneran sayang sama aku."

"Sayang, Shilla." Sahut Gabriel cepat. Tapi terdengar pelan dan juga lembut.

Menjadikan Shilla langsung diam seribu bahasa. Sial! Masa di gituin aja langsung luluh? Shilla langsung membuang muka dan menatap keluar jendela. Tidak mau jika Gabriel melihatnya tengah menahan senyum sekarang.

"Suka, cinta juga." Tambah Gabriel semakin melemahkan hati Shilla. Tapi Shilla enggan mengakui itu. Dia masih berusaha mengeraskan hatinya agar tetap kesal pada Gabriel. Berusaha keras mengingat hal yang tadi membuatnya jadi tidak percaya.

"Shilla."

Kuat Shilla, kuat!

"Aku nggak bingung sama perasaanku ke kamu. Sama sekali nggak. Cuma, aku bingung kenapa kamu jadi marah gini sama aku." Kata Gabriel berusaha memancing Shilla agar kembali menatapnya. Tapi ternyata tidak semudah itu.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang