30. MARIO 2

938 103 151
                                    

Arya tak bisa berhenti mengembangkan senyumnya. Dia sangat bahagia sekarang. Karena apa? Karena dia satu kelompok dengan Ify untuk mengerjakan tugas presentasi. Bahkan ketika namanya di sebut dengan Ify membuatnya langsung beteriak heboh tanpa tahu malu.

"Udah kali Ar senyumnya. Mau kering tuh gigi." Tegur Dika menggeleng prihatin.

Dan Arya tidak peduli. Dia tetap tersenyum sambil terus menatap Ify yang duduk di seberangnya tampak serius membaca. Dika menggeleng prihatin lalu melanjutkan bermain game-nya.

"Gue doain moga lo cepet dapet wahyu Ar biar sadar." Kata Beby dengan santainya. Membuat Dika mendelik sementara Arya tertawa kecil.

"Hidayah, yang. Kalau wahyu itu cuma di turunkan buat Nabi dan Rasul." Kata Dika menjelaskan.

Beby langsung nyengir sambil menggaruk pelipisnya. "Iya itu maksudnya."

"Lagian Wahyu nama bokap gue anjir."

Kali ini Beby dan Arya kompak tertawa. "Oh iya bener." Ucap Beby. Lalu menatap Arya serius.

"Tapi beneran, deh. Lo mesti inget Ar. Nggak ada harapan buat lo lagi. Ify udah punya suami dan mereka itu saling bucin yang nggak akan pernah bisa di pisahin sama jamet macem lo. Ya Allah sampe capek gue ingetin lo hal ini." Beby yang duduk di samping Ify menghela panjang. Dia lelah dan harus memakai bahasa apalagi untuk menasehati Arya.

"Gue tahu kali, gue juga cuma berusaha jujur aja kok. Lagian lo kenapa jadi ribut dah. Orang Ify aja nggak keberatan."

"Ya karena Ify kan nggak rasa sama lo. So, fine-fine aja dia mah temenan sama lo. Yang jadi masalah di sini kan lo." Beby menatap Arya serius.

"Lo itu nggak jelek-jelek amat Ar. Anak satu-satunya dan orang tua lo juga bukan pengusaha abal-abal. Pasti gampanglah buat lo nyari cewek."

"Gue maunya Ify gimana dong?" sahut Arya tanpa beban sambil terus menatap Ify. Lalu dia tertawa saat merasakan kepala di getok Beby menggunakan sumpit.

"Tapi tengyu sih lo udah perhatian banget sama gue. Bilang-bilang kalau bosen sama Dik awh iya ampon!" Arya langsung berteriak karena Dika tiba-tiba memiting lehernya.

"APAAN NIH?"

Dika langsung melepas Arya. Beby mencari sumber suara. Dan Ify beralih dari materi yang sedari tadi di bacanya. Hingga pandangan mereka lantas tertuju pada meja makan yang berjarak dua tempat dari mereka duduk. Bahkan semua pengunjung kantin pun menatap pada sumber suara tersebut. Ada apa?

"Punya mata nggak sih, bu?" Dia tampak seperti mahasiswa senior. Dari caranya berpakaian, terlihat sekali dia berasal dari kalangan berada. Dari caranya menatap terlihat sekali bagaimana kesombongannya.

"Namanya Vina. Denger-denger dia anak dekan. Sombong lagi orangnya. Mentang-mentang cantek. Tapi kasihan deh, dia nggak punya temen di kampus." Cerita Beby yang memang tidak pernah lewat untuk tahu mengenai mahasiswa-mahasiswi penting di kampus ini.

Dika dan Arya hanya mengangguk. Sedang Ify menatap seseorang yang kini berhadapan dengan si gadis sombong itu. Pandangan Ify saat ini saat sulit sekali di artikan.

"Maaf mbak maaf. Tadi kaki ibu tiba-tiba sakit." Seorang perempuan berusia lima puluh tahun itu menunduk meminta maaf. Ibu-ibu adalah penjual dari salah satu kios di kantin ini.

"Maaf-maaf lo nggak lihat celana gue jadi basah." Bentaknya tanpa merasa malu jika kini dia sudah menjadi bahan tontonan. Dia berdecak kesal melihat keadaan celana putihnya jadi basah karena ketumpahan jus mangga yang tadi dia pesan. Ya, dia pesan di kios tempat ibu itu.

Ibu itu menangis sambil terus menunduk dan menggumamkan kata maaf.

"Makanya kalau sakit jangan kerja! Jadi nyusahin orang, kan? Ini celana mahal, ya? Emang lo bisa ganti?" Tudingnya mendorong kening ibu itu tak tahu etika.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang