3. MARIO 2

1.5K 121 60
                                    

Kaki panjangnya melangkah lebar menyusuri lorong rumah sakit yang baru pertama kali ia kunjungi. Meski masih merasa enggan, tapi dia berusaha mengesampingkan egonya. Karena ada hal yang jauh lebih penting untuk ia utamakan sekarang. Dia harus mencari banyak petunjuk agar segera menemukan seseorang. Dan bertanya adalah salah satu hal penting yang harus dia lakukan sekarang.

Bertanya pada orang yang tepat. Karena itulah, Rio memaksakan dirinya untuk bertemu dengan Satria. Ayah kandungnya. Alasan Rio menemui Satria karena kemarin ketika dia keluar dari ruangan Ify, Marshell menelponnya. Memberitahu Rio bahwa Marco telah meninggal karena gantung diri di dalam sel tahanan. Hal yang tentu saja membuat Rio terkejut bukan main. Saat itu juga Rio langsung bergerak ke TKP. Melihat Marco yang memang sudah tidak bernyawa dengan keadaan mata melotot dan bibirnya terbuka tampak kesakitan. Rio tidak percaya jika Marco bunuh diri. Karena terakhir kali Rio menemui Marco, ada satu permintaan Marco padanya.

Permintaan untuk bisa melihat putri kecilnya dari jauh sebelum dirinya di nyatakan bersalah dalam persidangan. Bukankah itu cukup menjadi alasan kuat untuk Marco bisa tetap bertahan hidup?

Tapi, dari hasil forensik di nyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda bahwa Marco melakukan perlawanan. Yang mengartikan jika Marco memang secara suka rela mengantung dirinya. Tidak ada juga jejak kekerasan yang mereka temukan dari tubuh Marco selain serangan dari Rio saat itu.

Karena itulah, Rio berpikir untuk menyelidiki orang terdekat Marco selama ini. Di mulai dari Satria dan mantan istrinya. Rio bertindak sendiri, sebab dari pihak kepolisian menutup kasus Marco dengan kasus bunuh diri.

Rio berdiri di depan sebuah ruangan yang menjadi tempat Satria menjalani pengobatannya. Ruangan yang tentu saja bukan ruang inap biasa. Dia mengangguk kecil merespon dua bodyguard yang berjaga di depan pintu. Lalu tak lama Rio melangkah masuk ketika salah satu dari mereka membukakan pintu untuknya.

"Ma-mario-" Suara itu terdengar lemah dan serak. Langkah Rio yang sempat melemah berusaha ia kuatkan melihat keadaan Satria yang kini terbaring lemah dengan beberapa alat medis menempel di tubuhnya. Dan satu hal yang membuat hati Rio tak tenang adalah suara Satria tidak selantang dulu.

"Ya, pak Satria. Saya Mario." Rio mengangguk formal.  Menekankan suaranya saat menyebut nama pak Satria. Di sana, Rio seolah menegaskan jika dia tidak menganggap laki-laki di hadapannya ini adalah ayah kandungnya. Melainkan orang asing yang berusaha di ajaknya kerja sama.

Satria berada di ruangan ini seorang diri. Menandakan bahwa pria tua ini memang sudah hidup sendiri. Tak ada satupun keluarga yang Satria punya. Karena seingat Rio, Satria memang tumbuh di panti asuhan dulu. Hal itulah yang membuat keluarga dari sang ibu tidak merestui hubungan mereka. Rio berusaha mengeraskan hatinya saat ini. Biar bagaimanapun, Satria tetap ayah kandungnya. Terlebih hanya dia yang Satria miliki saat ini. Itu sebabnya Rio tidak ingin melemah untuk bisa memaafkan Satria dengan mudah.

"Kamu masih marah rupanya." Kata Satria tersenyum lemah. Terdengar kecewa bagaimana sikap Rio saat ini. Tapi, Satria berusaha mengerti. Tidak mudah baginya untuk mendapatkan maaf dari putra yang dulu selalu ia siksa tanpa hati.

"Pak Satria, boleh saya bertanya sesuatu pada anda?" Seperti halnya Rio yang tidak suka berbasa-basi. Dia langsung mengatakan maksud dan tujuannya ke tempat ini.

Satria mengangguk saja. Dia sudah bisa menebak jika pasti ada hal penting yang ingin putranya ketahui. Rio tidak mungkin datang karena sengaja ingin melihat keadaannya. Meski begitu, Satria tetap bahagia karena Rio bersedia menemui dirinya dengan alasan apapun itu. Sungguh, Satria merasa senang karena tidak perlu lagi memperhatikan putranya secara diam-diam. Hal yang tidak bisa dia lakukan selama membawa tubuhnya saja tidak bisa.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang