20. MARIO 2

1K 102 160
                                    

"Obat, vitamin kamu udah di bawa semua?"

"Udah, mas."

"Jam tangannya selalu pake, ya? Jangan di lepas."

"Iya, mas."

"Gas air mata?"

"Udah aku taruh di tas."

"Stun gun?"

"Udah di tas juga." Ify menghela berusaha sabar. Ini sudah ketiga kalinya Rio bertanya tentang semua yang harus dia bawa. Pertama saat akan berangkat. Kedua di dalam mobil. Dan ketiga di tempat ini.

"Tapi emang nggak apa-apa aku bawa semua ini ke kampus, mas?" Tanya Ify kemudian.

"Siapa berani larang kamu?"

Ify mencebik. Dia kan cuma nanya. Tapi Rio menjawabnya tidak santai sekali.

Rio menghela panjang. Setelah mengetahui Ify hamil, Rio menjadi lebih waspada. Rio bahkan merasa berat mengantar Ify ke kampus. Ify tidak mau resign dulu dari kampusnya karena dia merasa masih kuat. Dan Rio, tidak ingin menciptakan pertengkaran di antara mereka sehingga memutuskan untuk mengalah saja.

"Mas aku cuma di kampus lho. Banyak orang juga di sini." Kata Ify memperhatikan Rio yang tampak gelisah. Rio terlihat sangat tidak rela membiarkannya pergi.

Tapi di sisi lain, Ify juga merasa bersyukur karena semalam Rio tidak mengetahui ketakutannya. Dan sejak pagi tadi, Ify berusaha menguatkan dirinya untuk tetap tenang. Berusaha melupakan hal mengerikan yang ia lihat untuk kedua kalinya.

"Justru itu. Karena banyak orang kita jadi nggak tahu mana yang bahaya dan enggak. Di Mall waktu itu juga banyak orang, kan?" Rio terlihat belum bisa tenang. Dia menatap Ify serius seraya memegang kedua bahu istrinya. "Kamu jangan pernah kemana-mana sendiri. Harus selalu sama temen kamu. Oke?"

"Iya, mas." Ify memilih menurut karena tidak ingin membuat Rio khawatir. Bahkan Rio masih terlihat sangat khawatir sekarang. Ify sampai bingung harus bagaimana menenangkan suaminya ini.

"Jangan keluar area kampus sebelum mas telepon. Nanti mas minta Dika buat nemenin kamu kalau mas telat jemput."

"Iya." Jawab Ify pasrah.

Rio kembali memeriksa keadaan Ify. Dari ujung rambut hingga kaki, Rio amati dengan teliti. "Langsung telepon-"

"Iya mas. Udah, ya? Aku masuk sekarang. Mas juga harus berangkat ke kantor, kan?" Potong Ify mulai tak nyaman karena beberapa mahasiswa lain mencuri pandang ke arahnya dan Rio. Sekarang mereka sudah berada di depan kelas Ify karena Rio nekat ingin mengantarnya tadi.

Rio mengangguk lemah. Jujur saja, Rio masih belum bisa tenang. "Ya udah. Mas pergi, inget semua pesen, mas."

Ify mengangguk patuh. Lalu meraih jemari Rio dan di usapnya dengan lembut. "Jangan khawatir. Kita akan baik-baik aja." Ify menampilkan senyumnya kemudian menunduk seraya mengusap perutnya yang masih rata. Menempelkan tangan Rio yang tadi ia genggam di sana.

Rio tidak menampilkan senyumnya. Tapi pandangannya mengikuti Ify. Ibu jarinya bergerak lembut di atas permukaan perut Ify yang berbalut kemeja.

Sejenak Rio mengambil udara sebanyak-banyaknya lalu ia hembuskan. "Mas pergi dulu." Rio bergerak mendekat mencium kening Ify. Tak lama Rio melepas ciumannya dan bergerak mundur.

"Mas hati-hati juga di jalan. Fokus nyetir jangan sambil mikirin aku." Di akhir Ify terkekeh berusaha mencairkan suasana. Agar wajah Rio tidak terlalu tegang dan juga serius.

Dan hal itu cukup berhasil karena Rio tersenyum kecil sekarang. Rio lalu mengangguk dan berjalan menjauh. Karena semakin lama bersama Ify, Rio akan semakin susah untuk pergi. Hah, padahal mereka tidak berpisah selamanya. Bahkan tidak sampai satu hari.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang