38. Mother

1.9K 149 53
                                    

Sepanjang hari, Ify masih mendiami Rio. Dari pagi hingga kini waktu sudah menunjuk angka empat sore. Kenapa bisa sampai selama itu? Karena Rio juga tak ada pergerakan untuk membujuk atau merayu Ify.

Pagi tadi selesai sholat subuh Rio  memeriksa keadaan Ify yang ternyata gadis itu sudah bangun. Bahkan Ify terlihat habis sholat dan juga mandi. Rio bertanya kenapa Ify mandi padahal keadaannya belum sepenuhnya membaik. Tapi tidak mendapat jawaban dari Ify. Karena gadis itu mengabaikannya. Seolah tak melihat Rio atau bahkan mendengar suara pemuda itu.

Rio yang melihat Ify langsung bersembunyi di balik selimut di banding menjawab pertanyaanpun hanya tersenyum kecil lalu turun ke bawah. Berniat  olahraga sebentar bersama Gabriel mengitari komplek. Setelah selesai, keduanya sarapan dengan makanan yang di kirim oleh Shella melalui sopirnya pagi itu.

Selesai mandi, Rio menghampiri Ify di kamarnya membawa makanan untuk gadis itu sarapan dan minum obat. Sementara Gabriel berangkat ke kantor. Kegiatan Rio seharian ini hanya mengontrol Ify untuk tetap makan dan minum obat. Selebihnya semua omongan Rio hanya di anggap angin lalu bagi Ify.

"Marahnya lama banget."

Malam ini Rio berniat pulang karena keadaan Ify memang sudah cukup baik. Dan tidak mungkin dia berlama-lama menginap mengingat status mereka yang belum di sahkan.

"Malam ini mas pulang. Tapi besok mas jemput. Kita pergi, mas mau ajak kamu ke suatu tempat."

"Emang siapa yang mau pergi sama situ?" Sinis Ify sebal. Pokoknya dia masih kesal karena Rio masih terlihat tidak merasa bersalah sama sekali.

"Jadi nggak mau?"

Ify diam sambil berpikir keras. Sebenernya dia penasaran Rio mau mengajaknya pergi kemana. Tapi egonya masih terlalu gengsi untuk mengakui itu. "Nggak!"

Rio mengangguk paham. "Ya udah," katanya santai.

"Ih kok yaudah. Harusnya mas rayu aku dong gimana sih!"

Rio terkekeh dan membatalkan niatnya berdiri. "Mas tahu kamu nggak beneran marah. Cuma pengen di perhatiin, kan?"

"Sok tahu!" Ketusnya.

Rio menghela sejenak. Lalu duduk di pinggir tempat tidur Ify. Di samping Ify yang duduk bersandar sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Tangannya bergerak lembut membelai rambut Ify yang langsung bergerak membelakanginya.

"Nggak apa-apa. Dari belakang juga cantik, kok." Kata Rio seadanya. Sebisa mungkin dia berusaha ikhlas menerima sikap Ify.

Ify yang tadinya tengah membalas pesan grup di WA seketika jarinya berhenti bergerak. Bibirnya berkedut menahan senyumnya yang ingin mengembang. Sungguh, Ify sama sekali tidak berpikir Rio akan berkata seperti itu. Lucu, di tambah bagaimana Rio mengatakan itu dengan nada pasrah.

"Emang seharian ini perhatian mas kurang buat kamu biar nggak marah lagi?"

Ify menggigit bibir bawahnya. Bukan seperti itu maksud Ify. Hanya saja, Rio terlihat santai dan tidak bersungguh-sungguh. Rio seolah menyepelekan rasa kesalnya. Setidaknya itu yang dari semalam Ify pikirkan.

"Dek maaf, ya?" Kata Rio lagi yang membuat Ify seketika tersentak sendiri. Ya, darimana Ify tahu jika Rio tidak bersungguh-sugguh. Itu kan hanya asumsinya sendiri.

"Maaf kalau mas belum bisa jadi seperti yang kamu mau." Lanjut Rio pelan.

Yah kok jadi gini. Ify semakin tak berselera membalas pesan teman-temannya. Kali ini perhatian Ify hanya terpusat pada semua yang Rio katakan. Terdengar bagaimana sikapnya yang egois. Lagipula, kalau di pikir-pikir rasa kesalnya kemarin juga tidak jelas. Ify seperti tidak mengenal saja bagaimana sikap Rio yang memang susah dalam menyampaikan perasaannya. Beda sekali dengan dirinya yang lebih terbuka juga lebih kebanyakan gengsi.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang