Octagon 3 - 457 : Hari Orientasi Kampus Satu Pt. 2

179 26 28
                                    

Memasuki 1 Agustus.

Sembari memakan sarapannya bersama, Mingi mendengar bagaimana Hongjoong sudah mengomel padanya. Mingi mencoba untuk tetap diam lagi, tak menjawab apapun setelah tahu kejadian sebenarnya yang menimpa sosok tersebut lewat Yunho--lantaran ia tak ikut pembicaraan. Kemarin pun penuh dengan diam. Jika Mingi tak memaksanya sarapan untuk minum obat juga, tampaknya Hongjoong takkan berada di sini.

Walau Mingi tahu, Hongjoong tengah kesal sekarang. Namun ia berusaha mengabaikannya.

"Lo ngasih tau semuanya?" Akhirnya Hongjoong buka suara dengan tak terima.

Mingi masih menikmati santapannya--yang ia pesan secara online sebenarnya--dengan tenang, tanpa melihatnya di seberang meja. "Don't be so dramatic."

"Seonghwa juga?"

"Bahkan Seonghwa titip pesan." Mingi menelan makanannya, meraih gelas di sampingnya dan meneguknya sedikit, kemudian hendak melanjutkan makannya kembali. "Seonghwa bilang, setidaknya update jurnal lo? Kata dia, ternyata yang lebih nyakitin bukan lihat lo sama orang lain, tapi gak tau kabar lo dan gak bisa lihat lo setiap hari."

Seketika itu Hongjoong terdiam beberapa detik, meresapi, sebelum tersenyum getir. "Yang dia bilang, dia suka lihat gue tersiksa dan menderita."

"Yang pasti lo berdua sakit jiwa." Mingi membalasnya.

Sehingga Hongjoong berhenti untuk mengambil suapannya. "You think so?"

"Tapi gue gak sepenuhnya nyalahin--dunia ngerusak kalian berdua. Benar-benar rusak. Satu karena trauma, satu karena tekanan." Merasa tak nyaman dengan makannya secara tiba-tiba, Mingi menaruh sendoknya. Barulah, Mingi menatapnya dengan serius. "Sejak gue tau kalau Seonghwa dan Yunho ngewe lagi, gue cuma bisa mikir, sehancur apa sebenarnya kita semua dari dalam?"

"Untuk pertanyaan itu, rasanya lo tau jawabannya." Hongjoong tersenyum lurus.

"Dan lo rela?"

"Gue udah pernah relain Seonghwa bertahun-tahun, dan..." Hongjoong terhenti dalam dua detik, seperti menertawakan jalan hidupnya. "Dan... mungkin gue hidup di masa lalu, Gi. Seonghwa bikin energi gue kekuras, setiap harinya, tapi setiap gue lagi sendirian, yang gue lihat adalah dia yang dulu, di kepala gue."

Hal itu membaut Mingi mengangguk, seperti memahami. "Gue cuma mahasiswa Ilmu Sosial, gue gak pelajari ilmu tentang manusia, tapi tentang lingkungannya. Cuma gue sangat percaya, Hongjoong, jiwa lo sakit, lo perlu diobati."

"Setahu gue, sejauh orang-orang punya penyakit mental, mereka gak akan pernah sembuh. Itu luka yang gak bisa disembuhkan."

"Setidaknya sedikit memberikan kedamaian buat lo." Mingi tampak begitu khawatir, bernada memohon. "Oke, gue paham, setelah ini lo gak bakalan sama Seonghwa, right? Lo pernah tau, biasanya orang yang dapat perlakuan gak adil dari pasangannya sebelumnya, cenderung bakal ngelakuin hal itu, ke pasangan barunya, bahkan secara sadar?"

Hongjoong menatapnya dalam kekehan--tentu tahu akan hal itu. "Seperti orang yang diselingkuhi cenderung akan menyelingkuhi ketika berada dalam hubungan baru?"

Tanpa menjawab, Mingi membuka kedua tangannya--tapi mengiyakan.

Dengan helaan napas lelah, Hongjoong mengambil sendok dari dalam mangkuknya kembali. "Apa yang Seonghwa lakuin ke gue? Terus minta gue tanggung jawab atas traumanya? Sekalipun udah gue lakuin, dia sekarang puas buat terus nyakitin gue karena merasa dengan itu, gue gak akan pernah ninggalin dia. Padahal faktanya, bertahun-tahun, gue gak lakuin itu sama sekali. Apa hal itu bisa gue terapkan ke Winter? Nah."

"Winter? Right. I know."

Hongjoong seolah telah menegaskan sesuatu, membuatnya menunduk dan mengaduk makanannya. Tipis, Hongjoong berbisik. "Gue beneran ngerasa... rileks sama dia..."

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang