Octagon 3 - 520 : Kepastian Kekurangan

190 23 30
                                    

Dengan tatapan lelah, di posisinya duduk bersandar, dengan keadaan seluruh tubuhnya terasa kaku, nyeri, namun juga lemas sekaligus, Hongjoong menatap Jihyun yang mencoba untuk menyuapinya puding susu. Hongjoong, yang sejak tadi memohon, tetap tak mendapatkan jawabannya. Selagi dirinya kebingungan, bukankah sekarang sudah sore?

Hongjoong mengeraskan rahang, melirik ke arah jendela terbuka, dan kemudian kembali lagi pada sang ibu. "Bu, jam berapa sekarang?"

"Kamu di rumah sakit, tak perlu jam sama sekali." jawab Jihyun, mencoba tak terdengar dingin tapi sepertinya gagal. Jihyun mencoba menyuapinya lagi, tetapi Hongjoong langsung memalingkan wajahnya.

"Seenggaknya kasih Rafa ponsel Rafa."

"Buka dulu mulutnya."

"Bu, Rafa punya urusan--"

Tak disangka, Jihyun menekan sendoknya agak kasar ke dalam mangkuk tersebut.

Sampai membuat Hongjoong terkesiap, terlebih setelahnya Jihyun berdiri dan menaruh mangkuknya di meja samping, kemudian meantap sang anak dengan terengah--tiba-tiba. Hongjoong langsung bungkam seketika, karena hitungan sang ibu marah benar-benar terhitung jari.

"Kamu kalau memang lebih suka mati di luar sana, silahkan." Jihyun langsung menunjuk ke arah pintu keluar, di mana dalam ruangan tersebut, hanya terdapat mereka berdua, dan satu orang laki-laki yang tak Hongjoong kenali--tapi posisinya kurang lebih sama seperti Sohee, atau Shownu jika Hongjoong bisa menebak. "Adik kamu kemarin masuk rumah sakit. Baru beberapa hari keluar, lalu kamu di rumah sakit. Sekarang kamu ingin jadi apa? Hm? Ingin membuktikan apa?"

Hongjoong menggertak giginya, tak sengaja.

Selagi Jihyun benar-benar nyaris meledak, tapi masih menahannya sekuat tenaga. "Bisa kamu berdiri? Bisa? Coba berdiri dan lari ke pintu dalam lima detik, kalau kamu sanggup, kamu boleh keluar."

"Bu, Rafa seenggaknya butuh--"

"Ayo, kalau kamu bosan hidup, cepat berdiri." Jihyun memulai lagi. Sadar bahwa dirinya bisa kelepasan, Jihyun langsung memalingkan wajah dan menarik napas panjang, yang terdengar kasar. "Astaga... hh..."

"Nyonya Besar, apakah butuh bantuan--"

Jihyun langsung memberikan gestur ke arah sang lelaki tersebut, memintanya untuk berhenti. Selagi Jihyun mencoba semampunya menetralkan napas, untuknya perlahan menatap Hongjoong kembali. "Kamu itu nyaris dibunuh, Rastafara. Jangan banyak tingkah selagi--"

"Lalu Shownu ke mana?" Hongjoong yang paham perasaan khawatir ibunya, tapi masih tak menerima keadaan pun, malah bertanya menantang. "Orang yang menjaga Nagyung ke mana? Kenapa bisa-bisanya semua kecolongan--"

"Orang yang menjaga Nagyung berkhianat, dan Ayah kamu tak bisa percaya siapapun, bahkan orang pilihan Ibu. Jadi Ayah kamu, di hari kemarin meminta Shownu mengawasi Cecilia karena dia pergi ke kampus, dan semua ini terjadi. Bisa paham kamu?" Jihyun menjawabnya dengan cepat, seolah tak berjeda sama sekali.

Saat itu Hongjoong dibuat bungkam kembali.

Terlebih saat Jihyun benar-benar tak tahan melihatnya. "Ibu sekarang bingung mau marah pada siapa. Pada agensi kita yang tak becus, Ayah kamu, atau kamu sendiri."

Hongjoong juga menahan napasnya sampai memalingkan wajah.

Sang Ibu melihatnya dengan tak percaya, seolah kekhawatirannya disepelekan. "Kamu itu hampir mati, astaga... mungkin belum terasa untuk kamu karena tidak melewati masa kritis--tapi kamu mau demikian, hah? Kamu sudah bosan hidup? Kamu mau meninggalkan Ibu, Ayah dan adik kamu? Apa kamu tidak sayang--"

"Ibu, udah..." Hongjoong mengerang, merasa tertekan.

Jihyun benar-benar terengah, nyaris menangis.

Sang laki-laki berpakaian rapi itu mendekat ke arah Jihyun, untuk menanyakan keadaannya, tapi lagi, Jihyun memintanya untuk tak memikirkannya. 

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang