Octagon 3 - 550 : Pecah Pt. 5

171 20 20
                                    

Ada satu tarikan napas panjang, di antara waktunya menunggu, untuk menatap dan berhadapan dengan seseorang, yang sejak tadi diam untuk mendengar seluruh penjelasan dan permintaan maafnya. San menjelaskan keadaan tapi tak membuatnya sebagai defense untuknya. San berusaha semampunya untuk memberitahu Micha, sosok kedua yang ditemuinya, bahwa ia sangat menyesal atas perbuatannya.

Memang, jika tak ada Gahyeon, San tahu akan ditolak lagi.

Namun kali ini, mereka bisa masuk, dan San bisa berhadapan dengan sosok yang pernah disakitinya.

Gahyeon kala itu tak ikut campur untuk bicara lagi.

Seluruh keputusan ada di tangan Micha, untuk menerima atau tidak.

San sendiri siap, berusaha berlapang dada. "Bukan masalah sama sekali kalau lo gak bisa nerima permintaan maaf gue. Walau gitu, gue bakal terus berusaha dan nunjukin, kalau gue benar-benar menyesal. Semisal ada yang lo ingin gue lakuin, depan teman-teman kita dulu, gue bakal datangi mereka dan perbaiki keadaan."

Saat itu Micha beralih, untuk melihat ke arah Gahyeon terlebih dahulu. "Kalian masih pacaran?"

"Kami?" Gahyeon terkesiap, lalu melirik ke arah San, meminta ia yang menjawabnya.

Tanpa ragu, San menggelengkan kepala. "Gak. Gue pacaran sama cowok sekarang, seperti yang gue bilang. Itu bukan bualan sama sekali. Gue bisa... ngenalin dia ke lo, kalau lo mau."

"Pacar lo sekarang tau tentang ini?"

"Tentang gue keluar sama Gahyeon?" San mencari konfirmasi.

Micha menggeleng, mengedik sedikit ke arah bawah. "Tentang lo, dulu, bikin gue, Olso dan Nero... diketawain teman-teman. Diejek, diledek... padahal mereka juga gak benci kami, tapi mereka ingin kelihatan ada di pihak lo. Anak-anak di kelas, atau sekolah sekalipun, pengikut lo. Sadar, 'kan?"

Di posisinya duduk, Gahyeon melirik San dengan khawatir.

Lagi, tanpa keraguan, San mengangguk. "Gue sadar, sangat aware. Semua yang gue lakukan atau katakan, berpengaruh pada sekitar. Mereka bakal iyain apapun yang gue omongin, demi ada terus di radar gue... sebagai anak popular di sekolah."

"Lo tau ternyata..." Micha membalas, sudut bibirnya sedikit terangkat, menertawakan keadaannya.

San menelan ludah, dengan perasaan bersalahnya. "Pacar gue tau, Micha. Pacar gue benar-benar marah setelah tau tentang ini..."

"Terus lo bilang apa?"

"Gue akui semua..." San menjawab, tipis, sebelum kemudian mendesah pelan. "Gue benar-benar ignorance waktu dulu. Gue dikelilingi banyak orang dan berpikir, satu ucapan gak mungkin nyakitin siapapun sedalam itu. Dan gue benar-benar nyesal karena semua itu..."

Sesaat Micha diam, sebelum dirinya kembali bersuara. "Lo minta maaf karena butuh restu biar gak tiba-tiba ada surat cinta dari kami yang pernah lo sakiti, atau lo memang udah sadar?"

"Gue udah sadar." San menjawab, mengeraskan rahang untuk menguatkan diri. "Semisal lo mau sebarin ini ke teman-teman kita saat SMP, atau mungkin lo mau bikin seisi kampus gue tau kalau gue pernah nyakitin kalian bertiga, lo bisa lakuin itu. Gue datang bukan karena takut suatu hari nanti kebongkar. Gue datang karena gue yakin, kalian butuh permohonan maaf dari gue, sampai kapanpun itu, buat bikin hati kalian jadi nyaman."

Lagi, Micha tak menjawab.

Namun Micha menarik napasnya perlahan, sebelum menatap San dengan lekat, di matanya. Menjadi pihak yang lebih berani, dari pada San, ketika menghinanya.

:-:-:-:-:

Begitu keluar dari hotel, menuju halaman parkir luar, di mana motornya diparkir, Mingi melihat bagaimana Lisa dalam balutan hoodie yang masih sama sejak pagi, namun ditambah topi baseball di kepalanya, terkekeh begitu melihatnya. Kedua tangannya berada di dalam saku, berdiri dengan santai, melihatnya seperti itu.

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang