Octagon 3 - 549 : Pecah Pt. 4

175 22 30
                                    

San masuk kembali ke dalam mobilnya, bersama dengan Gahyeon, dalam keadaan ternganga tak percaya. San benar-benar masih belum bisa menyangka hal yang baru saja terjadi, yang bahkan membuatnya merasa seluruh rasa kantuk dan lelahnya tak terasa lagi.

Setelah menutup pintu, Gahyeon yang menarik sabuk pengamannya sendiri melihat ke arahnya, kemudian terkekeh--ikut senang. Gahyeon menyalakan mesin mobilnya, selagi San sendiri masih berada di fase terkejutnya.

"That's what you get, kalau lo datang dengan niat bagus." Gahyeon berucap, melirik, untuk tersenyum kembali. "Lo dapat maaf dari Olso--good for you. Lo juga hebat akui keadaan lo sekarang--itu yang bikin dia terbuka dan mau maafin lo pada akhirnya, gue rasa."

"Gak, ini berkat lo..." San membalas, merasa begitu senang tapi juga kecewa pada dirinya sendiri.

Gahyeon berhenti sejenak, untuk menatapnya dengan lekat. "Iyo--Desan. Sorry, kebiasaan karena terakhir kita ketemu saat SMA pun, gue masih manggil itu sebelum putus. But, mungkin ini sakit buat mereka, pasti. Tapi lo berani akui semua, lo berani gak beralasan lagi tentang di mana dulu lo sekolah zaman SD. Lo mau akui semuanya, dan lo bisa bilang kalau lo sekarang pacaran sama cowok. Itu cukup untuk sekarang, gue rasa."

"Tetap, rasa bersalah gue masih besar..."

"Wajar." Gahyeon menjawab, dan kembali pada mesin mobil milik San tersebut. Gahyeon pun mulai mengalihkan tatapannya ke arah spion, untuk memundurkan mobil, agar mereka bisa pergi dari sana. "Gini, yang penting, lo udah dapat kontaknya secara proper. Sebisa mungkin lo gak putus kontak sama Olso. Tunjukin kalau lo memang mau berteman sama dia."

"I will." San mengangguk cepat, dan menyentuh dadanya secara tak sadar. "Gahyeon... ini, hati gue serasa lebih ringan sedikit."

Tanpa melihatnya, Gahyeon tersenyum--ikut senang mendengarnya. Setelah memposisikan arah keluarnya, Gahyeon mulai membelokkan arah setirnya. "Oke, sekarang mending kita ke Micha dulu. Biar Nero terakhir. Karena kayaknya, paling pe-er itu ke Nero--karena kayaknya rasa sakit hatinya sampai bikin dia pindah sekolah, dan lihat lo malah diludahi, 'kan?"

San mengangguk, mempersiapkan diri. "Gue bakal berusaha."

"Alright, Jagoan. Pasang seatbelt-nya, jangan lupa."

San terkekeh, baru sadar karenanya. Jadi San meraih sabuk pengamannya, kemudian mengenakannya pelan, sembari memperhatikan sang perempuan dari samping. Tak bisa menahan, senyuman San menjadi melunak, seiring dengan ia mengatakannya. "Thanks... Gahyeon..."

"Gue udah bilang, ke gue terakhir aja."

:-:-:-:-:

"Seonghwa..."

Sentuhan lembut itu terasa di pipinya, menuju bawah matanya, yang mana perlahan menarik Seonghwa ke dalam kesadarannya secara hati-hati. Seonghwa merasa masih berat, untuknya membuka mata, di posisinya berbaring, dalam pelukan Yunho, di kamar sang lelaki yang lebih muda.

Setelah pertemuan beberapa jam lalu itu, Yunho mengajaknya beristirahat di kamarnya, dan Seonghwa mengikutinya.

Namun jam baru menunjukkan pukul empat sore, Yunho sudah membangunkannya.

Seonghwa tak berucap, hanya mencoba melihat sosoknya yang juga terlihat lelah--kurang tidur, atau mungkin juga ditambah lelah pikiran. Seonghwa menatapnya dengan sayu, tak menyadari maksud dari Yunho membangunkannya.

Sampai Yunho yang menunjukkannya sendiri. "You're crying in your sleep..."

"Huh?" Seonghwa terkejut, lalu menyentuh tangan Yunho yang masih berada di wajahnya, untuk menyadari ada jejak lengket di sana. Seonghwa kemudian melihat ke arahnya kembali, tak mengerti mengapa, selain satu hal. "Gue mimpi... buruk. Gue kira gue nangis dalam mimpi..."

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang