Chapter 61 : Tempat Latihan Tahun Pertama

8 2 0
                                    

~Flashback~
Ini terjadi kira-kira saat aku berumur 7 tahun.
"Rid, bagaimana bisa kamu menggunakan kedua sihir itu ?," ucap kakekku.
"Huh ? aku mempelajarinya dari kedua buku ini kek," ucapku.
Kedua buku yang kupelajari adalah kedua buku yang kukeluarkan sebelumnya, buku berwarna putih dan hitam.
"Buku ini ya, aku baru tau kalau orang tuamu juga meninggalkan buku ini. Tapi yah tidak mengherankan kalau kamu bisa menggunakan kedua sihir itu, Rid," ucap kakekku.
Aku pun masih asik mencoba kedua sihir itu.
"Tapi ingat Rid, kamu tidak boleh menggunakan kedua sihir itu di muka umum. Jika kamu lakukan, itu bisa membuat keributan yang besar," ucap kakekku.
~Flashback berakhir~
"Sudah lama sekali ya sejak itu," ucapku.
"Ras Malaikat dan ras Iblis ya, wajar kalau aku tidak tahu rincian tentang mereka. Buku pengetahuan yang tersebar tidak menjelaskan rinci tentang mereka dan buku yang ku dapat dari orang tuaku hanyalah buku-buku tentang teknik dan sihir. Sepertinya aku harus menambah wawasan pengetahuanku tentang dunia," ucapku.
"Dan lagi aku tidak mengira kalau akademi akan menggunakan Artifact pengendali pikiran tipe perintah untuk membuat para murid tidak menceritakan soal ras Iblis dan ras Malaikat yang mereka ketahui tadi ke luar akademi apabila mereka sudah keluar atau lulus dari akademi. Apa mereka hanya ingin agar soal tentang "berapa jumlah sihir elemen dasar yang ada di dunia ini ?," tetap menjadi soal jebakan di akademi ini atau mereka punya alasan lain ?," ucapku.
"Terlebih lagi, jika sihir cahaya hanya bisa digunakan oleh ras malaikat dan sihir kegelapan hanya bisa digunakan oleh ras Iblis, kenapa aku bisa menggunakan keduanya ? padahal aku hanya seorang manusia, aku tidak punya ciri-ciri fisik seperti malaikat dan iblis. Sepertinya ini ada hubungannya dengan orang tuaku, kakek bilang kalo kedua orang tuaku masih hidup. Sepertinya aku harus mencari mereka nanti ketika ingin mendamaikan dunia. Untuk sekarang, aku harus fokus pada akademi terlebih dahulu," ucapku.
-
Keesokan harinya.
Aku bangun jam 5 pagi dan berencana untuk olahraga lagi. Selain olahraga, aku juga membawa pedangku dan berencana untuk melihat tempat latihan di gedung tahun pertama apakah sudah dibuka pagi-pagi begini.
"Tuan Alan memang bilang kalau hari libur boleh untuk berlatih di gedung tahun pertama ataupun di gedung tengah, tapi untuk berlatih sendiri di pagi-pagi begini apakah diperbolehkan ?," pikirku.
Untuk itulah aku akan mengeceknya setelah lari nanti.
Aku pun keluar dari asrama dan melakukan pemanasan. Setelah itu aku lari memutari akademi seperti saat hari pertama.
"Saat hari pertama, aku bertemu dengan nona Nadine di jam segini, apakah aku akan bertemu dengannya lagi hari ini ?," pikirku.
Aku berlari sampai akhirnya mencapai 5 putaran tapi aku tidak bertemu nona Nadine lagi. Mungkin yang kemarin cuma kebetulan saja karena dia sedang membeli bahan makanan. Setelah itu, aku memasuki akademi melewati lobi dan menuju gedung tahun pertama. Gedung tahun pertama ternyata sudah dibuka dengan lampu di dalamnya juga sudah menyala. Aku pun memasuki gedung tahun pertama dan menuju lantai basement 5 tempat latihan kelas A. Setelah sampai tempat latihan, ternyata tempat itu juga sudah dibuka dengan lampu yang menyala. Berarti boleh latihan di jam segini. Tempat latihan itu sangat luas dan juga dilengkapi dengan banyak senjata dan boneka kayu sebagai target. Setelah beberapa saat aku memasuki tempat latihan, aku mendengar suara seseorang.
"~Glacier Strike~," ucap seseorang itu.
"~Glacier Strike~ ? serangan dari sihir es, apakah mungkin orang itu-," pikirku.
Aku pun mendekati sumber suara tersebut dan benar saja ternyata suara itu adalah putri Irene yang sedang latihan. Dia menyerang boneka kayu itu menggunakan sihir esnya. Aku pun memutuskan untuk menyapanya.
"Pagi, putri Irene," sapaku.
"......Rid Archie," ucap putri Irene yang nampak tidak terkejut.
"Apa putri Irene sering latihan disini saat pagi ?," tanyaku.
"Ya. Karena saat pagi tempat latihan ini sangat sepi, jadi aku bisa leluasa. Kamu sendiri, apakah kamu ingin latihan ?," tanya putri Irene.
"Ya, aku baru kesini hari ini sih. Kemarin aku cuma olahraga saja, lari berkeliling akademi," ucapku.
"Begitu ya," ucap putri Irene.
"Kalau begitu, silahkan lanjutkan latihannya, putri Irene. Aku akan berlatih di sisi lain," ucapku.
"Ya," ucap putri Irene.
Aku pun pergi ke sisi lain untuk berlatih. Aku kira putri Irene akan membicarakan sesuatu yang sebelumnya tidak jadi karena terganggu dengan orang lain, padahal saat ini hanya ada kita berdua saja di tempat latihan ini. Mungkin putri Irene lupa untuk membicarakannya jadinya aku tidak terlalu memikirkannya.
Aku mencoba menebas para boneka kayu yang ada di depanku dengan tebasan jarak jauhku. Para Boneka itu pun hancur karena tebasan jarak jauhku. Setelah boneka-boneka itu hancur, boneka-boneka itu memulihkan dirinya sendiri menjadi seperti semula.
"Ternyata di tempat latihan ini juga dipasang Artifact ya, boneka-boneka yang hancur bahkan langsung memulihkan dirinya sendiri. Apakah Artifact ini juga berlaku ke dinding atau lantai tempat latihan ini ?," pikirku.
Aku pun terus menyerang boneka-boneka itu dengan teknik pedangku tanpa menggunakan sihir. Lalu tiba-tiba putri Irene yang sedang latihan di sisi lain, menghampiriku yang sedang latihan.
"Rid Archie, serangan pedangmu benar-benar hebat ya," ucap putri Irene.
"Putri Irene ? ah serangan pedangku biasa saja kok, tidak ada yang special. Apa putri Irene sudah selesai latihannya ?," ucapku.
"Belum. Cuma saat melihatmu latihan membuatku tertarik untuk menontonnya," ucap putri Irene.
"Haha begitu ya," ucapku.
"Ngomong-ngomong, bolehkah aku bertanya sesuatu ?," ucap putri Irene.
"Silahkan putri Irene, mau bertanya tentang apa ?," ucapku.
"Kenapa selama ini kamu bertanding tidak menggunakan sihir dan hanya mengandalkan teknik pedangmu saja ?," tanya putri Irene.
"Hmmm kenapa ya, bukankah menurut putri Irene kita tidak perlu memakai sihir apabila kita bisa melawan musuh tanpa memakai sihir ?," tanyaku.
"Hmm yah kamu benar. Karena memakai sihir juga menghabiskan mana, jika bisa melawan musuh tanpa sihir, akupun juga pasti akan menggunakan metode itu," ucap putri Irene.
"Ya begitulah," ucapku.
"Tapi kenapa kamu saat ini hanya berlatih menggunakan teknikmu pedangmu saja, dan tidak berlatih dengan menggunakan sihir ?," ucap putri Irene.
"Yah aku hanya ingin berjaga-jaga saja apabila di suatu hari nanti aku terkena jebakan dari seseorang yang bisa meniadakan penggunaan sihir kepadaku. Makanya aku berlatih teknik pedang tanpa menggunakan sihir untuk situasi tersebut. Meskipun begitu, aku juga selalu latihan menggunakan sihirku," ucapku.
"Begitu ya," ucap putri Irene.
"Ya. Ngomong-ngomong maaf kalau menyinggung putri Irene, tapi putri Irene daritadi lumayan banyak sekali bicara untuk seseorang yang disebut sebagai putri es. Ah bukan berarti aku tidak suka diajak bicara," ucapku.
"Yah normalnya sih begitu, tapi aku penasaran dengan seseorang yang peringkatnya berada diatasku," ucap putri Irene.
"Hmm begitu ya," ucapku.
"Kalau begitu Rid Archie, apakah kamu mau latih tanding denganku ?," tanya putri Irene.
-Bersambung 

Peace HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang