Chapter 83 : Taruhan Antara Putri Duke

7 2 0
                                    


"Yang kalah akan mengikuti kemauan yang menang. Dan kita akan melakukan taruhan dengan berduel di pertandingan harian," ucap putri Amelia.
"Pertandingan harian ? Apa itu berarti kamu menantangku untuk berduel, putri Amelia ?," tanya Irene.
"Itu benar, karena kamu tidak jadi ikut ~Matchmaking Battle~, aku jadi tidak punya kesempatan untuk duel melawanmu. Jadinya aku memilih pertandingan harian ini untuk melawanmu," ucap putri Amelia.
"Hmmm baiklah, tapi kemauan yang kita mau jika menang dalam pertandingan ini, bisakah kita saling memberitahunya sekarang ?," tanya Irene.
"Baiklah, aku setuju. Oke dimulai dari aku dulu. Jika aku menang, kamu harus memutuskan pasanganmu itu dan mengikuti ~Matchmaking Battle~ kembali, putri Irene," ucap putri Amelia.
"Kenapa kamu ingin sekali agar aku mengikuti acara itu, putri Amelia ? Jika aku tidak mengikuti acara itu, otomatis kamu yang akan menjadi satu-satunya kandidat untuk menjadi pasangan pangeran. Kamu tidak perlu berduel lagi denganku untuk mendapatkan pangeran," ucap Irene.
"Kamu memang benar, jika kamu tidak mengikuti acara itu otomatis aku akan langsung menjadi pasangan pangeran. Tapi aku tidak menyukai itu. Aku mau mendapatkan pangeran melalui pertandingan di acara itu. Dan jika aku menang dalam pertandingan itu, rasanya akan lebih memuaskan karena berhasil mengalahkanmu di tengah banyaknya bangsawan-bangsawan yang hadir untuk menonton acara itu," ucap putri Amelia.
"Jadi begitu alasanmu, putri Amelia," ucap Irene.
"Ya, makanya jika aku menang di pertandingan harian nanti, aku mau kamu untuk mengikuti acara itu lagi," ucap putri Amelia.
"Baiklah, aku tidak keberatan dengan kemauanmu itu apabila kamu menang. Dan sekarang untuk kemauanku apabila aku menang......aku ingin kamu dan anak buahmu untuk berhenti berkontak denganku dan asistenku selama di akademi ini. Mau itu mengobrol, mendekati atau membuntuti, aku mohon kamu dan anak buahmu tidak melakukan itu lagi terhadapku dan asistenku. Apa kamu setuju ?," tanya Irene.
"Apa dia menyadari selama ini kalau anak buahku membuntutinya dan anak buahnya makanya dia mengajukan ini ? tapi kemauan apapun itu yang ingin kamu ajukan jika menang, kemauanmu itu tidak akan terkabul," pikir putri Amelia.
"Baiklah, aku setuju," ucap putri Amelia sambil menawarkan jabat tangan ke Irene.
Irene pun menanggapi jabatan tangan itu.
"Pertandingan hariannya akan kita lakukan nanti saat selesai pembelajaran. Aku tidak keberatan untuk menggunakan arena tahun pertama dan saat selesai pembelajaran bisakah kita bertemu disini lagi ?," tanya putri Amelia.
"Baiklah," ucap Irene.
"Oke kalau begitu, aku ingin istirahat terlebih dahulu. Aku sarankan kamu untuk menikmati waktumu dengan pasanganmu itu sampai pertandingan nanti tiba, putri Irene," ucap putri Amelia yang langsung pergi meninggalkan Irene.
".....," Irene hanya terdiam mendengar perkataan putri Amelia.
-
Aku mengikuti Charles menuruni tangga dan akhirnya kami berhenti di tempat latihan kelas A.
"Sepertinya ini tempat yang cocok untuk bicara berdua," ucap Charles.
"Apa yang ingin kamu bicarakan, Charles ?," tanyaku.
"Tentang hubunganmu dengan putri Irene ? apakah itu memang benar terjadi ? atau hanya sebuah pura-pura ?," tanya Charles.
Sepertinya dia menyadari kalau hubungan ini aslinya adalah pura-pura, namun mana mungkin kalau aku bilang 'iya' kepadanya.
"Apa maksudmu Charles ? apa mungkin karena aku bukan bangsawan seperti Irene makanya kebenaran hubunganku dengannya dipertanyakan seperti ini ?," tanyaku.
"Tidak, maksudku bukan begitu," ucap Charles.
"Lalu apa ?," tanyaku lagi.
"Tidak, tidak jadi. Ini salahku karena menanyakan tentang ini. Izinkan aku untuk menanyakan hal lain. Hubungan kalian memang baru dipublikasikan hari ini, namun sebenarnya sudah berapa lama kamu berkencan dengan putri Irene ?," tanya Charles.
"Kira-kira sudah 2 minggu," ucapku.
"Begitu ya, apa saat kamu mengobrol dengan putri Irene dia ada membahas tentang perjodohan atau semacamnya ?," tanya Charles.
"Tidak ada, kenapa kamu menanyakan hal seperti itu ?," tanyaku.
"Normalnya, anak bangsawan selalu dijodohkan oleh orang tua mereka untuk kepentingan politik keluarga mereka tapi aku tidak menyangka kalau putri Irene sendiri yang menembakmu dan akhirnya kalian berkencan," ucap Charles.
"Begitu ya, yah dengan Irene yang menembakku itu menjadi bukti kalau tidak ada perjodohan di keluarganya. Dia bebas memilih pasangannya sendiri," ucapku.
"Ya, kamu benar," ucap Charles.
"Maafkan aku kalau salah menebak, tapi apakah kamu bertanya seperti ini karena kamu memiliki perasaan kepada Irene, Charles ?," tanyaku.
"Tidak, tidak. Aku tidak memiliki perasaan apapun kepada putri Irene........Cuma ya aku sedikit terkejut mendengar kalau putri Irene berkencan denganmu Rid. Putri Irene itu orangnya pendiam dan bahkan tidak banyak bergaul ketika perkumpulan anak bangsawan. Jadi aku tidak menyangka kalau dia sekarang memiliki pasangan. Mungkin ada hal yang special dari dirimu yang membuat putri Irene sampai akhirnya membuka hatinya untukmu Rid," ucap Charles.
"Membuka hati apanya ? padahal hubungan ini hanya pura-pura saja," pikirku.
"Aku mendukungmu Rid untuk menjadi pasangan putri Irene, mungkin hanya kamu satu-satunya yang bisa mengerti dia," ucap Charles.
"Terima kasih, Charles," ucapku.
"Dan aku juga ingin meminta maaf karena terlalu banyak bertanya tentang hubunganmu dengan putri Irene," ucap Charles.
"Tidak apa-apa, aku tidak mempermasalahkannya," ucapku.
"Ya sudah kalau begitu bagaimana kalau kita kembali ke kelas, yang lain juga sepertinya sudah kelaparan dan ingin segera makan," ucap Charles.
"Baiklah," ucapku.
Lalu kami pun kembali ke kelas dan sesampainya di kelas kami tidak menemukan mereka disana. Alhasil kami berdua langsung menuju ke kantin dan bertemu mereka yang sedang makan dengan nikmatnya, terutama Noa.
-
Kelas pun berakhir.
Irene langsung meninggalkan kelas dan pergi entah kemana, disusul oleh Leandra dan Lily.
"Kemana pacarmu pergi, Rid ?," tanya Noa.
"Entahlah, mungkin sedang ada urusan," ucapku.
"Apa kamu tidak menyusulnya ?," tanya Noa.
"Irene bilang meskipun kita berdua pacaran, kita tidak perlu untuk selalu pergi berdua. Aku diizinkan untuk selalu bersama dengan teman-temanku," ucapku.
"Heeee, ternyata putri es orang yang pengertian juga. Bahkan dia tidak mengekangmu," ucap Noa.
"Yah begitulah, mungkin nanti aku akan mengajaknya untuk pergi bermain bersama kita juga," ucapku.
"Tunggu, kalau kamu lakukan itu, kami semua malah jadi fokus untuk melihatmu yang bermesra-mesraan dengannya," ucap Noa.
"Lebih baik kamu beli cermin, Noa. Kamu sendiri juga mesra-mesraan saat mengajak Lillian main bersama kita," ucapku.
"Ta-tapi kan aku tidak menjalin hubungan dengan Lillian," ucap Noa.
"Itu tinggal menghitung waktu saja. Sudahi dulu obrolan kita berdua ini, yuk kita berdua ke arena untuk melakukan pertandingan harian," ucapku.
-
Aku pun selesai melakukan pertandingan harian.
"Yang benar saja, dari awal masuk sampai sekarang si Rid itu belum sekalipun kalah di pertandingan harian,"
"Putri es juga belum kalah di pertandingan harian selama ini,"
"Dan sekarang mereka menjadi pasangan kekasih, mereka menjadi pasangan yang tidak terkalahkan," ucap murid-murid yang menonton pertandinganku.
Setelah dari arena, aku menuju ke bangku penonton.
"Selamat, Rid," ucap Chloe.
"Terima kasih, Chloe, sekarang giliran Charles ya ?," tanyaku.
"Iya," ucap Chloe.
Aku melihat ke arah Chloe dan dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
"Ada apa Chloe, sepertinya ada yang kamu pikirkan," ucapku.
"Ah, tidak ada kok," ucap Chloe.
"Begitu ya," ucapku.
Lalu aku pun duduk di bangku penonton di samping Noa.
"Hei, Rid," ucap Noa yang tiba-tiba berbisik kepadaku.
"Ada apa ?," tanyaku.
"Karena kamu sudah berpacaran dengan putri es dan sudah diketahui publik juga, apa kamu memutuskan untuk tinggal 1 asrama dengannya ? Lagipula akademi ini juga memperbolehkan," ucap Noa.
"Hmmm entahlah, lagipula aku tidak terlalu memikirkan soal itu," ucapku.
Tiba-tiba, arena terasa seperti bergetar.
"Apa kamu merasakannya Rid ?," tanya Noa.
"Iya," ucapku.
"Sepertinya getaran ini diakibatkan oleh seseorang yang bertanding di arena lain," ucap Noa.
"Sepertinya begitu," ucapku.
Aku merasakan aura Irene di lantai atas, sepertinya dia yang sedang bertanding disana. Tapi aku juga merasakan aura lain yang terasa familiar.
-
Lalu Charles pun juga sudah selesai melakukan pertandingan harian dan sudah kembali ke tempat kami duduk menonton.
"Karena Charles sudah selesai, yuk kita melakukan hal seperti biasa," ucap Noa.
"Apa itu ?," tanyaku
"Tentu saja, membeli makan," ucap Noa.
"Keseharian yang tidak berubah," ucapku.
Ketika mengobrol, tiba-tiba arena ini kembali bergetar namun getarannya lebih kuat dari sebelumnya.
"Ada apa ini ?!?!," ucap salah satu murid yang terkejut karena bangunan yang bergetar.
Lalu setelah beberapa saat getarannya pun berhenti.
"Getaran yang barusan sangat kuat, apa sumber getarannya sama dengan getaran sebelumnya ?," tanya Noa.
"Sepertinya iya," ucapku.
Lalu kami pun pergi menuju tangga dan disana banyak sekali murid-murid yang bergegas untuk pergi ke lantai atas.
"Oh itu Rid, aku kira kamu menonton putri es bertanding," ucap salah satu dari murid tersebut.
"Tidak, aku baru saja menyelesaikan pertandingan. Memangnya ada apa ? biasanya kalian tidak seantusias ini ketika melihat Irene bertanding," tanyaku.
"Yah normalnya memang begitu, tapi kali ini berbeda. Putri es saat ini sedang bertanding dengan putri Amelia di arena lantai 5," ucap murid tersebut.
Kami semua yang mendengar itupun terkejut.
"Ternyata aura familiar yang aku rasakan itu berasal dari putri Amelia," pikirku.
Kami yang penasaran pun juga bergegas pergi ke lantai 5. Saat kami sampai di lantai 5, tidak ada suara apapun disana, arena itu sangat hening. Bahkan mereka yang menonton juga tidak bersuara. Aku penasaran dengan apa yang terjadi dan langsung melihat ke arah arena. Aku terkejut, arena itu sangat kacau balau. Arena itu dipenuhi oleh bunga-bunga mawar dan disertai duri-durinya yang tajam. Beberapa dari bunga mawar itu juga nampak membeku. Tapi sepertinya alasan penonton menjadi hening adalah karena mereka terkejut melihat seseorang yang terbaring disana. Mereka terkejut melihat Irene yang terbaring dengan dipenuhi oleh banyak luka.
-Bersambung

Peace HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang