1. Give Me Kiss

9.8K 290 104
                                    

BRAK!

Sebuah pintu di tutup dengan bantingan yang cukup kencang. Seorang gadis dengan pakaian seragam putih abu-abunya melangkah anggun dengan gayanya yang bar-bar. Rambut panjangnya di ikat asal hingga beberapa helai jatuh bebas di sekitar wajahnya. Gadis itu berjalan geram dengan emosi yang ingin sekali dia ledakkan. Matanya tajam tak lepas dari sosok yang tadi menyambutnya hanya dengan kernyitan heran. Lalu kembali fokus pada dokumen yang sedang di telitinya.

"Lo lihat gue atau gue sobek semua berkas di meja ini!!" Ancamnya tanpa mau di lawan. Sang lawan bicara tampak menghela, kemudian menutup map berisi beberapa lembar kertas yang cukup penting. Dia lantas mendongak, menampilkan senyum yang sangat terlihat di paksakan.

"Sayang, bisa ketuk pintu dulu nggak sebelum masuk?" Tanyanya dengan nada kaku.

Gadis itu menggeleng sinis. "Nggak bisa. Gue maunya gitu."

"Kalau gitu, bisa tutup pintunya pelan-pelan?"

"Nggak bisa. Gue maunya gitu." Tersenyum miring seraya melipat kedua tangannya di dada. Kemudian duduk di depan meja kerja orang yang saat ini menatap datar padanya.

Pemuda berusia dua puluh tiga tahun itu berdiri. Lalu menyandarkan pantatnya di tepi meja. Tepat di depan gadis yang sudah mengganggu jam kerjanya.

"Jadi, kenapa pulang sekolah lo bisa nyasar ke sini?"

Pertanyaan itu di sambut sang gadis dengan delikan tajam. Wajahnya merah menahan kesal yang sepertinya akan segera meledak.

"Gue mau minta pertanggung jawaban lo!"

"Siapa yang hamilin lo?" tanyanya santai. Kedua tangannya bertumpu pada tepi meja. Wajahnya kaku, dan tak menunjukkan ekspresi apa-apa.

"Mulutnya." Gify Anastasya, gadis berumur tujuh belas tahun itu melayangkan tinjuan pelan di perut kekasihnya.

Senyum kecil tercipta dari bibir pemuda itu. Nyaris tak terlihat. "Kenapa?" tanyanya lagi. Lebih kalem meski wajahnya masih seperti papan. Datar.

"Masih aja nanya kenapa? Lo kan udah janji mau jemput gue. Tapi mana buktinya? Lo nggak ada waktu gue pulang tadi."

Mario Dwi Saputra. Rio lebih terdengar akrab jika ingin memanggil namanya. Pemuda ini menaikkan sebelah alisnya. Pertanda dia heran dengan omelan gadis di hadapannya ini.

"Bukannya udah ada sopir yang jemput lo tadi?" Rio jelas masih ingat mendapat laporan dari sopirnya bahwa sudah menjemput Ify di sekolah.

Ify melotot galak. "Gue maunya lo, bukan sopir lo. Emang pacar gue siapa? Lo apa sopir lo?! Heran deh, jadi orang sibuknya ngalahin presiden. Udah sering di tinggal keluar kota buat kerjaan. Sekalinya janji mau jemput tahunya cuma php!"

Rio menegakkan kedua kakinya yang berbalut sepatu hitam pantofelnya. Tampak elegan di padukan dengan setelan jas mahalnya. Rio memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana. Sambil berjalan, Rio mengusap bahu Ify.

"Relax."  Ujarnya tanpa nada.  "Mau minum apa?" Berlalu menuju lemari es yang ada di pojok ruangan.

"Nggak mau minum. Gue mau lo anterin gue pulang sekarang."

Tak terusik dengan omelan Ify, Rio membuka minuman kaleng bersoda yang baru di ambilnya. Lalu berjalan mendekat lagi ke arah Ify.

"Minum."

Rio meraih tangan kanan Ify, ia letakkan minuman kaleng tadi di sana. Meski dengan tampang super dongkol, Ify menegak juga minuman Itu. Sementara Rio kembali berjalan menuju kursi kerjanya.

"Gue ada rapat sekarang. Lo pulang aja, nanti gue minta Obiet-"

"Nggak." Potong Ify meremas kaleng yang ternyata sudah ia habiskan isinya. Ia remas sambil menatap Rio tajam. Ia remas seolah kaleng itu adalah kepala Rio. Tapi, kekesalan Ify tak kunjung mereda karena tak ada reaksi apapun dari Rio selain wajah datarnya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang