"Terimakasih," ucapku saat mobil Jaemin sudah sampai di depan rumah. Pria itu berjalan dulu keluar mobil membuka pintu bagasi, mengambil kursi roda ku kemudian membuka pintu mobil.
Jaemin berjongkok didepanku dengan posisi siap menggendongku. Ia bahkan melakukan hal seperti ini sebelumnya saat di parkiran kampus tadi. Aku sempat kaget, tapi karena memang kondisiku seperti ini ya bisa apa?
Punggung pria itu, sangat nyaman dan hangat. Aku jadi teringat ayah. Beliau meninggalkan dunia saat aku naik ke jenjang SMP. Sakit jantung yang dideritanya tidak bisa dipungkiri.
Dulu, ayah sering menggendongku saat aku lelah jalan - jalan atau jogging. Dan aku adalah seorang gadis yang suka sekali digendong. Seakan aku benar-benar dilindungi dan di sayang. Aku merindukan ayah.
"Kenapa kau menangis?" heran Jaemin memergoki air mataku yang turun tanpa izin selesai ia memperbaiki posisiku di kursi roda. Aku tersenyum tipis dan menggeleng.
"Apa aku menyakitimu?" tanyanya lagi.
Kuhapus sisa air mata dengan jemariku kemudian menarik napas. "Aku hanya merindukan ayah, karena dulunya ayah sering menggendongku di punggungnya." Pada akhirnya aku berucap jujur. Jarang - jarang Jaemin menanyakan sesuatu seperti ini.
"Maaf," ucap Jaemin dengan tangan terulur mengusap kepalaku. Aku terdiam membeku menerima perlakuannya.
Ia kembali mendorong kursi rodaku sampai didepan teras rumah.
"Terimakasih Jaemin," ujarku saat ia memberhentikan tepat di depan pintu rumah. Pria bersurai hitam itu mengangguk, meski tanpa senyuman anggukan nya membuatku tersenyum. Aku tidak pernah menemui pria yang pendiam, tampan, dan baik seperti dirinya.
"Kalau begitu aku pulang dulu, permisi." Jaemin berucap sopan kemudian berjalan meninggalkan rumahku menuju mobilnya lagi. Aku melambaikan tangan ke arahnya tanpa suara tidak peduli juga ia yang melangkah menjauh tanpa menengok ku lagi. Tak lama setelah punggung pria itu menjauh aku memutar kursi rodaku menghadap pintu kemudian membukanya.
Author POV :
Di ujung gerbang rumah, seorang pria memberhentikan langkahnya ia berbalik. Melihat wanita berkursi roda iti telah memasuki rumahnya, pria itu tersenyum manis. Hanya angin yang dapat melihat senyumnya. Menyihir setiap elemen disekitarnya, hingga angin berhembus karena terpesona dengan nuansa senyumannya.
Jglek!
"Nana, kau sudah pulang?" tanya seorang wanita anggun yang terlihat awet muda, menyambut kedatangan anak semata wayangnya yang ia kandung selama 9 bulan dan berhasil ia lahirkan meski dalam keadaan cesar.
Jaemin tersenyum lembut, ia melangkah kemudian memeluk erat sang ibu.
"Aigooo aigoo, Jaemin iee kiyowok. Ibu sudah masakkan daging kesukaanmu," ucap sang ibu sambil mengelus punggung anaknya.
Jaemin melepaskan pelukannya kemudian berlagak lucu. Menghirup aroma masakan ibu yang sangat ia suka. "Woaww, sepertinya sangat enak. Jaemin ganti baju dulu ya bu," pamit pria itu kemudian berlari menuju kamarnya di atas.
Sang ibu hanya bisa tersenyum melihat tingkah sang anak. Di matanya, Jaemin masih sosok Jaemin kecil yang ia rawat sejak bayi. Kadang ia tak sadar bahwa anaknya sudah bertumbuh menjulang tinggi menjadi seorang pria yang tampan, pandai, sopan, dan bersahaja.
Sementara di sisi lain, seorang gadis masih setia membuka mata. Sulit untuknya tidur. Otaknya terus memutar kejadian yang menimpanya.
"Argh pliss, harusnya aku tidak memikirkan hal yang harusnya tidak kupikirkan." Gadis itu mengacak rambutnya sendiri.