Di sebuah cafe yang terletak di tengah kota Seoul, dua orang gadis sedang memandang layar masing - masing dalam genggamannya sesekali menikmati es kopi yang mereka pesan.
Brak!
"Maksud lo apa?" kesal Rara menatap tajam Viola sementara gadis di sebelahnya mengerutkan kening bingung.
"Kenapa? Ada masalah?"
Rara memijat keningnya. "Kenapa lo ngasih nomor HP gue ke anak kampret itu?"
Gelak tawa Viola mengudara di cafe yang sepi membuat beberapa barista menatap heran. Apakah gadis itu kesurupan.
"Apa salahnya lagian kan dia mau berteman."
Rara mengepalkan tangan. "Berteman? Mata lo! Anjing, dia ngajakin gue war muluk di room chat. Jadi gue blok aja sekalian," ujarnya dengan uap yang mengepul di kepalanya.
Benar - benar lucu tingkah gadis emosi di sebelah Viola itu. Yang hanya Vio lakukan hanya tertawa, perlahan ia berusaha menutup luka di hatinya. Life is goes on. Apa yang harus dipertahankan dari hubungan yang tidak jelas. Dari pada hatimu sakit termakan luka lebih baik jalani hidup dengan bahagia.
Setelah Rara puas membacot dan mengeluarkan sumpah serapah, akhirnya kedua gadis itu pulang. Malam ini gantian Viola yang menginap di rumah Rara. Kata Rara mumpung Kak Doyoung perjalanan bisnis jadi rumah sepi. Mereka bebas melakukan apapun tanpa mata super pengintai Kim Doyoung.
"Ra, mending makan diluar aja yuk." Viola mengajak saat Rara bingung menatap banyak bahan makanan di kulkas. Akui saja bahwa setiap hari Doyoung lah yang memasak untuknya. Gadis itu tidak pernah menyentuh dapur kecuali makanan yang sudah tersedia.
Rara tersenyum, peka sekali sahabatnya ini. Jadi ia tidak perlu lagi berbacot ria mengakui betapa ia tidak tahu bahan - bahan dapur yang setiap hari di jelaskan oleh Doyoung sampai pria itu berbusa.
"Kamu pesan soju?" kaget Viola saat Rara mengangkat dua botol besar nan tinggi berwarna hijau lumut di depan mukanya. Gadis itu mengangguk.
"Sekali - kali lah ya mumpung gak ada Kak Doyoung, duh aku jadi merinding kalau tiba-tiba dia datang terus ngomelin aku pake mata melotot nya hahaha."
"Ayo mabok, makan dulu tapi." Rara menyiapkan daging panggang yang telah ia pesan untuk dirinya dan juga Viola. Kedua gadis itu menikmati makanan sembari larut dengan obrolan.
Tak terasa satu botol sudah habis tak bersisa. Rara menatap gadis di hadapannya yang sudah tampak pusing. Terlihat sekali banyak beban dalam pikirannya.
"Udah Vi, lupain Renjun. Masih banyak cowok yang lebih baik dari pada dia."
Viola menggeleng dengan muka yang sudah memerah karena mabuk. "Tapi, aku maunya Renjun. Huang Renjun, huaaaaaaaa."
Dengan cepat Rara merangkul tubuh Viola yang sempoyongan dengan susah payah. Jika tidak segera pergi dari tempat ini pasti Viola akan semakin menjadi.
"Anjir, berat banget loh makan apaan?"