Don't forget vote and komen..
Aila membuka matanya. Sinar matahari pagi menyilaukan pandangannya, matanya mengerjap beberapa kali. Gadis itu mendesah saat pusing melanda kepalanya. Sisa mabuk semalam terkumpul menjadi rasa pusing yang teramat sangat.
Mendudukkan dirinya perlahan sembari menatap sekeliling. Ia sudah berada di kamarnya. Perut Aila mual tiba-tiba, ini sudah biasa terjadi. Setelah mabuk ia akan tidur dan bangun setelahnya mual dan muntah-muntah.
Hueeeek!
Hueeeek!Alkohol semalam keluar semua dari perut Aila. Gadis itu hanya mampu memejamkan mata dan mengeluarkan semuanya sembari menahan pusing di kepala dan perih di perut dan tenggorokannya. Setelah puas muntah, ia segera melepas semua bajunya dan membersihkan diri dengan air hangat.
Selesai berpakaian, Aila melangkah menuju dapurnya. Rumah besarnya yang kelewat sepi sudah menjadi pemandangan sehari-hari baginya. Namun keningnya mengerut kala mencium sebuah aroma masakan yang menggoda. Aila melanjutkan langkahnya menuju dapur.
Sampai di depan pintu dapur, gadis itu berhenti sejenak. Memikirkan apa yang sedang ia lihat sekarang. Pemandangan dimana ibunya menyiapkan sarapan. Aila terdiam seribu bahasa namun tetap acuh dan melanjutkan langkahnya memasuki dapur. Masa bodoh, ia sangat lapar.
"Kamu udah bangun Ai," sapa Ibunya dengan senyuman. Aila tak memperhatikannya, gadis berusia SMA itu membuka kulkas dan segera meminum susu langsung dari botolnya. Ibu Aila menghela napas melihat itu. Sejak kapan ia pernah sempat mengajari anaknya itu cara minum susu yang baik dan benar.
Mau bagaimana pun sikap Aila dan perilaku gadis itu juga merupakan resiko yang harus ia tanggung karena tak pernah memperhatikan putri bungsunya dengan baik.
"Sarapan dulu, Aila. Kamu suka nasi goreng kan?"
Aila memicingkan mata. "Ibu gak ngurus perusahaan? Nanti bangkrut loh."
Sang ibu menghela napas. "Ibu hari ini libur sayang."
Aila hanya mengangguk. Duduk di kursi kemudian menyantap sarapannya tanpa berbasa-basi. Sang ibu yang melihat Aila masih mau memakan masakannya bernapas lega.
"Biar ibu aja yang cuci piringnya." Sang Ibu menahan tangan Aila saat gadis itu hendak membawa piring ke wastafel.
Aila menggeleng. "Gue bisa cuci piring sendiri."
Baiklah, sang ibu memang harus lebih melebarkan hatinya lagi. Ia harus menanggung rasa sakit hatinya setiap kali Aila berucap kasar. Ia harus bisa menahan semuanya. Ia tidak boleh marah dan menginterogasi gadis itu lagi. Karena gadis seumuran Aila semakin liar ketika ia merasa terancam.