Don't forget to vote and komen!
Happy readingJeno terbangun di pagi hari. Ia tidak mendapati seseorang yang semalam tidur bersamanya. Siapa lagi jika bukan Ravena. Raut wajah pemuda itu nampak bingung. Beranjak dari ranjang ia berjalan keluar kamar mencari orang yang tiba-tiba memenuhi isi pikirannya. Tidak mungkin Ravena berangkat sekolah lebih dulu karena ini hari Minggu.
Melihat sosok punggung sempit dengan rambut panjang sedang berkutat di dapur Jeno bernapas lega. Ravena tengah menyiapkan sarapan dengan tenang. Diam-diam Jeno memperhatikan gadis itu. Langkah Jeno mendekati Ravena. Entah apa yang ada di dalam isi pikiran pemuda itu, dengan mudah ia memeluk tubuh mungil itu dari belakang membuat sang empu yang tengah terdiam terkejut tanpa mengeluarkan suara.
"Gue kira Lo kabur ninggalin Gue." Jeno berucap sembari menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu. Aroma feromon alami menguar dari tubuh Ravena. Akhir-akhir ini aroma tubuh gadis itu selalu berhasil membuat Jeno merasa lebih tenang.
Ravena tak dapat berkutik sedikit pun. Bahkan ia tak berani menolak perlakuan Jeno. Tangan Ravena yang awalnya memegang pisau perlahan terlepas. Dengan pelan Jeno membalikkan tubuh gadis itu. Jemari Jeno mengangkat dagu gadis mungil yang tingginya di bawah dadanya. Pandangan keduanya bertemu. Jeno menarik senyum tipisnya memandang wajah cantik yang tampak menatapnya dengan bingung.
"Kak Jeno kenapa?" tanya Ravena sebelum akhirnya Jeno mempertemukan dua bilah bibir mereka. Mata Ravena memejam kaget. Ia tidak tahu harus membalas ciuman Jeno atau tidak. Mulutnya terasa kaku, hanya membiarkan Jeno mengobrak abrik bibirnya. Tangan kiri Jeno turun mencubit kecil pinggang ramping Ravena hingga mulut yang awalnya bungkam terbuka. Aksi Jeno semakin berani, lidahnya membelit milik Ravena hingga gadis itu mau tak mau harus membuka lebih lebar lagi mulutnya. Pipinya merona saat Jeno semakin menarik dirinya lebih dekat dengan pemuda itu. Jeno menundukkan badannya agar ciumannya semakin dalam. Suara decapan lidah Jeno yang dominan memenuhi isi ruang dapur.
Napas Ravena semakin berat. Tangannya perlahan memukul pundak Jeno beberapa kali. Beruntung Jeno mau melepaskan ciuman sepihaknya. Kedua bilah bibir Ravena mengkilat karena salivah Jeno yang mendominasi membuat gadis itu terlihat sangat seksi di pagi hari. Kedua tangan Jeno memegang pundak Ravena. Pandangannya jatuh pada kedua buah dada gadis itu yang masih terbungkus tshirt rumahan yang nampak kebesaran. Ravena meneguk ludahnya berkali, ia tahu pandangan dan kemauan Jeno.
"Kak, ayo sarapan dulu." Gadis itu menolak dengan halus sebelum Jeno melakukan sesuatu yang lebih dari ciuman. Semalam bahkan Jeno kembali menghisap kedua asetnya sampai pria itu benar-benar terlelap. Ravena masih bisa membayangkan rasanya. Ada perasaan geli dan merasa bersalah. Sejujurnya, Ravena selalu dibayangi perasaan takut. Takut jika orangtua mereka memergoki perbuatan Jeno yang semakin hari semakin intim dengan dirinya.