Happy Reading
"Tapi ma?"
"Gak ada tapi-tapian Jisung!"
Seorang Park Jisung tidak mungkin mendebat mamanya sendiri. Pada akhirnya ia hanya akan kalah telak dan menerima segala keputusan Mamanya. Jisung menghela napas panjang sembari merebahkan dirinya di atas ranjang. Ia memejamkan mata sejenak kemudian berpikir tentang apa yang akan terjadi ke depannya.
Terlalu larut dalam pikirannya sendiri, akhirnya Jisung memutuskan untuk tidur.
Bulan telah berganti menjadi matahari yang bersinar terang. Hari Minggu adalah hari yang paling membahagiakan bagi sebagian orang yang mendamba tidur seharian seperti seorang gadis yang masih terbaring diatas ranjang.
Ting!
Ting!Suara bel apartmennya membuat gadis itu terusik. Akhirnya, ia bangkit dari tidurnya dengan muka bantal udara yang sangat dingin membuatnya enggan melepas selimut. Hingga ia pun berjalan dengan selimutnya yang terseret di lantai.
Jglek!
Lily melebarkan mata saat tubuhnya tertarik tiba-tiba. Ia tenggelam di pelukan Jisung yang mendadak ia rasakan. Dengan senang hati Lily membalas pelukan Jisung meski sebenarnya dirinya masih berusaha mengumpulkan nyawa.
"Kamu kenapa, Jisung?" bingung Lily. Keduanya pun akhirnya berjalan beriringan menuju ruang tamu. Jisung menggenggam erat tangan Lily seakan tidak mau kehilangan.
Lily duduk di sebelah Jisung, raut wajahnya masih nampak kebingungan. "Kamu kenapa sih? Kok aneh, lagi ada masalah?"
Jisung menghela napas panjang. Ia merebahkan dirinya di sofa dengan kepala yang ditidurkan di atas paha pacarnya itu. Lily terkekeh, tangannya otomatis mengelus surai hitam milik Jisung.
"Kamu kenapa, sayang." Lily berusaha sabar menghadapi kerandoman Jisung. Ini bukan sekali atau dua kalinya pemuda itu berlagak seperti ini. Selalu, setiap ada suatu hal yang membuatnya bingung Jisung akan memeluk erat Lily kemudian terdiam tanpa mau melepaskan gadis itu meski hanya ke kamar mandi.
Helaan napas Jisung kembali terdengar. Ia membalikkan posisi kepalanya menghadap perut rata Lily kemudian menenggelamkannya. "Mama nyuruh aku kuliah di luar negeri."
Lily tersenyum. "Bagus dong, kamu jadi semakin berkembang. Lagian juga kamutu udah dewasa, saatnya mencari kesuksesan ditempat yang lebih luas lagi."
Sontak Jisung langsung bangkit dari posisinya. "Kamu gak marah atau sedih aku bakal ninggalin kamu dalam waktu yang lama?"
Lily menggeleng. "Kalau itu baik buat kamu kenapa harus marah, kenapa nangis? Aku bukan anak kecil lagi ya, Park Jisung. Aku akan selalu dukung kamu, dimana pun kamu berada."
"Tapi aku gak suka LDR- ran sayang. Kamu gak tau betapa tersiksanya aku." Jisung berucap sedih.
"Kalau kita udah saling percaya, kenapa harus sedih. Justru itu jadi tolak ukur untuk membuktikan seberapa kuat kita bertahan."
Jari kelingking Jisung terulur di depan muka Lily. "Kamu janji kan, gak bakalan berpaling dari aku?"
"Emang sejak kapan aku suka sama cowok lain? Bukannya dari awal kamu ya, yang gak peka sama aku!" Lily mendengus kesal, ia bangkit dari sofa meninggalkan Jisung dengan langkah berdentum kesal.