Hello gaes...
How are you?Jangan lupa vote dan komennya ya :)
Biar inspirasi ku jadi lancar hehe :)
Thanks :)
Happy reading :)Renjun menghela napas panjang setelah pertemuan Ayahnya dengan Ayah temannya itu berakhir. Pria itu berjalan menyusuri restoran milik perusahaan Lee Corp. Langkahnya terhenti ketika seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Renjun berbalik, didapatinya Mark yang tersenyum.
"Lo kenapa cepet-cepet? Gak mau reuni dulu sama gue?"
Renjun terkekeh.
Mereka berdua sampai di bar yang ada di pinggiran kota Seoul. Bar itu tampak sepi, hanya ada beberapa orang yang mampir. Kedua pria berjas dengan nuansa mahal itu menikmati wine nya.
"Mark, lo yakin mau di jodohin?"
Mark mendesis saat wine nya masuk ke dalam tenggorokan. "Gue heran sama lo, dari tadi kayak ragu banget. Emang kenapa?"
Renjun memejamkan mata, ia benar-benar takut jika Mark kaget dengan tabiat adik perempuannya itu. Apalagi Mark adalah orang yang baik, sabar, dan religius. Renjun benar-benar merasa bersalah. Apakah Mark bisa melalui perjodohan ini dengan lancar? Renjun tidak tahu bagaimana ia memulai pembicaraan ini. Mengenai tabiat adiknya dan semuanya. Mungkin jika Mark menerima adiknya bahkan bisa merubah sifatnya itu, Renjun akan sangat bahagia. Namun jika sebaliknya? Renjun benar-benar overthinking sekarang.
"Lo gak usah khawatir Njun. Singkirkan semua negatif thinking dan kekhawatiran lo. Besok gue sekeluarga bakal nemuin adek lo dan membahas rencana perjodohan ini. Ayah gue udah ngebet banget. Padahal gue juga masih muda banget."
Jemari tangan Renjun memijat pelipisnya, kepalanya terasa pusing. Ia hanya bisa berdoa yang terbaik sekarang. Semoga Mark mampu melaluinya.
*:..。o○ ○o。..:*
"Kayak gini bukan bu?"
Ibu tersenyum melihat hasil dimsum yang dibuat Aila. Kedua ibu dan anak itu kini tengah berkutat di dapur untuk membuat makanan. Meski Aila masih terlihat sangat canggung, Ibunya tetap senang karena anaknya itu tidak menolak ajakannya memasak bersama.
"Ibu, aku mau coba buat kuahnya ya."
Sang ibu tersenyum dan mengangguk, ia melihat bagaimana Aila berusaha membuat kuah dimsumnya dengan hati-hati. Setelah dipastikan Aila bisa melaluinya, sang ibu beranjak untuk membuat sausnya.
Aila sebenarnya masih merasa canggung. Tapi perkataan Haechan kemarin benar-benar membuat otaknya berisik tiap malam. Mungkin ia harus membiasakan semua ini. Tidak bisa dipungkiri jika Aila takut dirinya menyesal suatu saat nanti. Harusnya ia juga banyak bersyukur karena keluarganya masih lengkap.