**
Ayah Dara kembali. Itu yang Jiyong tangkap dari cerita Jjangmae di perjalanan membawa Dara kembali ke rumahnya. Jjangmae tidak membawa Dara ke rumah sakit karena perempuan itu menolaknya saat sadar tadi, jadi Jjangmae akan membawanya pulang dan terpaksa mereka harus membatalkan jadwal Dara hari ini.Jiyong tidak bisa diam. Ia memaksa Jjangmae untuk ikut mengantar Dara pulang. Jadi di sinilah Jiyong, di jok tengah merangkul Dara yang sudah sadar tapi masih terlihat lemah. Perempuan itu bersender pada dada Jiyong, tangannya teulur melingkari pinggang Jiyong. Tubuh Dara benar-benar lemas, Jiyong bisa merasakannya.
Setelah sampai ke rumah, Jiyong membawa Dara masuk sampai ke kamar perempuan itu. Jjangmae memberi isyarat pada Jiyong untuk ikut dengannya sebentar. Jiyong dan Jjangmae pun keluar dari kamar dan mengobrol serius di ruang tengah.
"Apa aku bisa menitipkan Dara kepadamu? Aku harus ke YG sekarang."
Jiyong menganggukkan kepalanya, cerita panjang Jjangmae tadi masih terlintas di pikirannya terus menerus. Membuatnya sedikit tidak bisa fokus.
"Kami akan berusaha menyelesaikannya, tenang saja." Jjangmae menepuk bahu Jiyong, "Kau jaga dia ne?"
"Ne, hyung."
Jjangmae kemudian berlalu pergi meninggalkan Jiyong yang masih berdiri di sana. Cerita Jjangmae kembali terlintas. Ayah Dara yang datang kembali setelah sekian lama pergi meninggalkan keluarga Dara, Ayah Dara yang membuat Dara bekerja dari pagi sampai pagi untuk melunasi semua hutang-hutang Ayahnya, Ayah Dara yang sekarang datang karena ingin merebut hak asuh Park Sanghyun dari Ibunya, Ayah Dara yang sudah hampir dua bulan ini meneror keluarganya.
Jiyong kemudian berjalan ke arah dapur. Ia ingin membuatkan Dara teh hangat untuk menenangkan perempuan itu. Dan sebenarnya ia membutuhkan bir. Astaga. Bagaimana bisa Dara menyembunyikan semua ini? Menyimpan semua masalahnya sendiri? Apa Dara tidak ingin meledak dengan semua masalah yang ada di hadapannya? Kenapa dia tidak pernah ingin berbagi?
Jiyong berusaha tenang, ia membuatkan teh hangat dengan emosi tertahan. Ia tidak boleh emosi, karena Dara sedang sangat rapuh dan emosional. Lagipula ia di sini untuk menemani Dara, untuk menenangkan Dara, dan ia harap Dara mau berbagi sedikit saja masalahnya kepadanya, bebannya kepadanya.
Jiyong membawa teh hangat itu ke dalam kamar dan melihat Dara masih berada di tempatnya sebelum ia meninggalkan kamar. Duduk di tepian ranjang. Tapi kali ini ada yang berbeda. Bahu Dara bergetar hebat. Dara menangis.
Jiyong berusaha secepat kilat meletakkan teh hangat itu di atas meja, lalu duduk di samping Dara dan merengkuh Dara kembali ke dalam pelukannya. Ia usap-usap punggung Dara, mencoba untuk menenangkannya.
Dara terkesiap, tapi ia membiarkan Jiyong memeluknya. Pelukan Jiyong selalu menenangkan, selalu bisa membuat Dara merasa aman dan nyaman. Tapi kali ini tidak. Pelukan Jiyong saja tidak cukup.
"Sshh. Semuanya pasti bisa diselesaikan Dara." bisik Jiyong pelan. "YG pasti bisa membantumu dan keluargamu."
Dara menganggukkan kepalanya pelan. Ia tahu YG pasti bisa menyelesaikan dengan baik, tapi di sisi lain ia sedikit merasa malu kenapa lagi-lagi YG yang membantunya. Kenapa lagi-lagi masalah pribadinya diketahui oleh orang lain.
Jiyong berbisik di telinga Dara. "Istirahat Dara."
Dara menarik tubuhnya dari pelukan Jiyong dan menghapus air matanya. Ia menarik napas dalam sebelum menoleh dan memandang ke arah Jiyong, "Lebih baik kau pulang Ji."
Jiyong mengangkat alisnya. "Apa?"
"Lebih baik kau pulang." kata Dara lagi tetap dengan nada suara yang pelan.